Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 Penolakan Berry
Setelah pembicaraannya dengan Arsyad tidak berhasil, Wangsa langsung mendatangi perusahaan Berry. Seraya langsung menuju lantai 5. Di depan ruangannya dijaga ketat oleh 3 bodyguard.
"Silakan masuk, Tuan sedang menunggu mu di dalam!" ujar salah satu bodyguard membuka pintu ruang kerja Berry.
"Baik terima kasih." balas Wangsa sopan, seraya membungkuk.
Wangsa masuk ke dalam ruangan dengan perasaan tidak menentu. Ia menduga-duga bahwa panggilannya itu terkait dengan permasalahan yang terjadi pada dirinya. Anak yang diharapkan bisa menebus hutangnya pada perusahaan ternyata tidak bisa diajak kompromi, sungguh membuatnya sangat kesal dan kecewa.
Di dalam ruangan tampak Berry duduk di kursi kebesarannya dengan membelakangi keberadaan Wangsa. Tanpa memutar kursinya seraya mengatakan sesuatu pada Wangsa.
"Bagaimana hasil pembicaraanmu dengan Erina? Kau sudah bicarakan hal itu, kan?"
"Sudah Tuan. Tuan jangan khawatir semuanya akan berjalan dengan sangat baik,"
Berry menggelengkan kepalanya, tersenyum miris. Seraya memutar kursinya lalu berdiri menghampiri Wangsa. Telunjuknya menekan dada Wangsa.
"Kau tahu? Kau bukanlah Bapak yang baik buat Erina," Berry menatap tajam lelaki tua yang tampak bingung karena ucapannya.
Wangsa mengerutkan keningnya, tidak paham dengan ucapan yang keluar dari bibir mantan atasannya itu.
"Maksud Tuan?" tanya Wangsa ingin tahu alasan Berry mencap dirinya bukan ayah yang baik buat putrinya.
"Kau tidak mengerti dengan ucapanku? Pantas saja kau dengan teganya membujuk menantu baikmu itu menceraikan putrimu. Bapak macam apa kau sebenarnya?
Wangsa masih terlihat bingung dan tersinggung. Ia berpikir Berry sudah setuju dengan rencananya tapi ternyata ada gelagat yang membuat hatinya resah.
"Tapi Tuan, ini sudah sesuai dengan kesepakatan kita, bukan?" protesnya, tidak terima atas tuduhan atas sikap yang ia lakukan terhadap Erina,
"Ya kalau putrimu itu masih perawan atau janda. Tapi pada kenyataannya putrimu masih berkeluarga. Apa kau pikir aku bisa tega memisahkan mereka? Aku tidak setega itu Pak Wangsa. Kau pikir aku diam saja tanpa tahu tentang seluk beluk menantumu itu? Aku tahu semuanya. Walaupun aku belum pernah melihat wajahnya, dia ayah yang baik buat anak angkatnya dan suami yang baik buat Erina. Seharusnya kau mempertahankan rumah tangga mereka!"
"Tapi Tuan bukankah Tuan menginginkan Erina menjadi istri Tuan karena Erina seorang guru BK yang nantinya bisa mengendalikan anak Tuan yang bermasalah baik di rumah maupun di sekolah?"
Berry kembali menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan cara berpikir Wangsa.
"Oh tentu saja, tapi itu kemarin, sebelum bertemu Erina. Ucapan Erina justru menyadarkan ku untuk tidak memilih dan memilikinya. Benar kata Erina, guru BK itu banyak. Dan aku tidak bisa melanjutkan rencana yang sudah kita sepakati. Jadi aku tegaskan sekali lagi aku tidak bisa melanjutkan rencana pernikahanku dengan Erina. Erina berhak bahagia. Dan kebahagiaan Erina hanya dengan suami dan anaknya. Aku tidak mau mengganggunya. Bapak paham!"
"Tapi Tuan untuk uang itu..."
Wangsa sangat cemas dengan keadaannya hari ini. Dia takut masuk penjara. Dia tidak ingin menikmati masa tuanya di dalam tahanan. Ia menarik nafas dengan berat, seolah beban berat masih ada di punggungnya.
"Aku beri waktu 2 bulan untuk mengembalikan uang itu. Kalau tidak, aku tidak akan segan-segan membuat laporan pada polisi. Ingat bodyguard ku banyak jadi jangan macam-macam. Mereka akan terus memantaumu jadi jangan coba-coba kabur dariku. Oiya satu hal lagi, jika kau tidak bisa mengembalikan uang tersebut, tidak hanya penjara yang menunggu mu melainkan aset kekayaanmu akan disita untuk membayar kerugian perusahaan selama ini, paham!"
Wangsa begitu tegang. Ia sangat takut jika harus masuk ke hotel prodeo apalagi aset kekayaan yang sudah ia kumpulkan selama ini akan diambil paksa jika tidak bisa mengembalikan uang perusahaan.
Dilematis ketika mendapat ujian yang begitu berat. Di sisi lain ia sangat ingin membahagiakan istrinya namun disisi lain ia juga harus mengembalikan barang-barang yang dibeli dari hasil korupsinya selama ini. Wangsa menghela nafas berat. Istrinya pasti akan marah besar karena keputusan yang akan ia ambil.
"Ta_tapi Tuan. Saya kan dipecat dari perusahaan. Bagaimana mungkin saya mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dua hari?"
"Terserah caramu mau seperti apa. Pikirkan sendiri. Kau bisa menyuruh istrimu bekerja jangan kerjanya menghabiskan uangmu saja. Apalagi sampai menyuruhmu korupsi segala. Istri macam apa dia? Benalu dalam rumah tanggamu itulah yang seharusnya kau singkirkan. Bukan menantumu. Jadi suami itu harus cerdas dan tegas. Jangan mau dibodohi oleh istri yang tidak tahu diri. Sudah miskin tapi gaya selangit!"
"Maaf Tuan, Tuan tahu dari mana perihal istri saya?"
Berry tertawa sumbang, "Ya tahu lah, CCTV hidupku banyak, ada di mana-mana. Aku tahu tentang istrimu yang ternyata bekas asisten rumah tanggaku yang ku pecat beberapa tahun yang lalu karena ketahuan mencuri perhiasan istriku."
Wangsa terhenyak, justru ia baru mengetahui fakta tersebut. Ia merasa sudah dibohongi selama ini. Paras yang cantik ternyata tidak menjamin kebaikan seseorang dari masa lalu kelam yang pernah dialami.
"Maaf Tuan. Saya justru baru tahu hal ini. Maafkan kesalahan istri saya. Saya janji akan menegurnya."
"Tidak perlu. Toh itu terjadi beberapa tahun yang lalu. Dia pun sudah menerima hukumannya. Kamu tahu istrimu pernah ditahan beberapa hari di tahanan. Jadi saya ingatkan, jangan memelihara harimau berhati bunglon. Bisa saja suatu saat kau sendiri yang akan diterkamnya. Ingat baik-baik itu!"
Wangsa bergeming. Ia menunduk berusaha mencerna ucapan mantan atasannya. Jadi selama ini ia sudah salah memilih istri.
nahh lohh Bu Emmi ... bersiap lahh
Tenang Bu gurumu ngk kan biarkan mu pergii
gimana dia bisa di atur kalau papanya aja ngk ngertii
Byk yg gk suka ma razan apalg guru” pdhl mereka bs aja dipecat dan dikluarkan sm papa razan