NovelToon NovelToon
Umbral

Umbral

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:630
Nilai: 5
Nama Author: Rudi Setyawan

Davin menemukan catatan rahasia ayahnya, Dr. Adrian Hermawan, di attic yang merupakan "museum pribadi' Adrian. Dia bukan tak sengaja menemukan buku itu. Namun dia "dituntun" untuk menguak rahasia Umbral.
Pada halaman terakhir, di bagian bawah, ada semacam catatan kaki Adrian. Peringatan keras.
“Aku telah menemukan faktanya. Umbral memang eksis. Tapi dia tetap harus terkurung di dimensinya. Tak boleh diusik oleh siapa pun. Atau kiamat datang lebih awal di muka bumi ini.”
Davin merinding.
Dia tidak tahu bagaimana cara membuka portal Umbral. Ketika entitas nonmanusia itu keluar dari portalnya, bencana pun tak terhindarkan. Umbral menciptakan halusinasi (distorsi persepsi akut) terhadap para korbannya.
Mampukah Adrian dan Davin mengembalikan Umbral ke dimensinya—atau bahkan menghancurkan entitas tersebut?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Setyawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 — Ruang Pompa Air

RAYAN melangkah pelan di tepi kolam utama sambil mengamati keadaan di sekitarnya. Sepatu ketsnya menimbulkan bunyi gesekan lembut di lantai keramik yang kusam dan kotor. Kamera ponsel di tangannya terus merekam setiap sudut dengan gerakan lambat. Dia melihat Davin dan Tari sudah menghilang ke dalam ruang loker di sebelah kiri—sementara Sasha masih berdiri mematung dekat tangga tribun bersama Naya dan Elisa.

Di sebelah kanan, berdiri bangunan dua lantai yang dulunya difungsikan sebagai kafe mungil. Plang di atas bangunan hanya menyisakan kerangka besinya. Cat dindingnya terkelupas parah—memperlihatkan lapisan semen yang menghitam. Seluruh kaca jendela di lantai dua sudah hancur berantakan—mungkin akibat vandalisme. Yang terlihat hanya lubang menganga seakan siap menelan pandangan siapa pun yang berani lama-lama menatapnya. Pada malam hari, bangunan itu pasti akan terlihat seperti siluet monster yang memandang diam-diam ke arah kolam.

Di ufuk barat, kecerahan sore mulai menipis. Tapi setiap sudut area luas kolam masih terlihat terang. Matahari tampak masih enggan rebah di peraduannya. Dari kejauhan sesekali terdengar suara burung memecah keheningan. Tapi di sekitar kolam… waktu seolah merayap lebih lambat.

Rayan berbicara ke kamera ponselnya—mengomentari kondisi kolam renang angker itu. Tempat rekreasi keluarga itu benar-benar mubazir. Semua fasilitas dibiarkan membusuk bersama waktu.

Dia mendadak terhenti ketika melihat sesuatu di latar belakang—sekilas ada kepala seseorang mengintip dari balik papan loncat.

Rayan mengerjapkan mata—bayangan itu hilang.

Dia menoleh cepat—papan loncat itu kosong.

Tapi ketika dia kembali menghadap ke layar ponsel, kepala itu muncul lagi—dan bahkan setengah tubuhnya terlihat. “Sosok” itu mengenakan sesuatu yang mirip baju renang anak-anak berwarna kusam, dan kepalanya sedikit miring… seperti sedang mendengarkan sesuatu.

Alih-alih panik, Rayan justru setengah berharap bayangan aneh itu bergerak ke arahnya.

Dalam benaknya—atau memang terdengar di telinganya?—ada suara tawa pelan yang terputus-putus entah dari sudut mana.

Dia memicingkan mata—dan bayangan itu lenyap lagi.

Nice try.

Rayan menertawakan “ilusi optik” yang dia lihat di kamera ponsel. Dia tahu otak manusia bisa memicu adrenalin sebelum si pemilik tubuh sadar alasannya. Dan adrenalinnya memang terpicu. Artinya… ada sesuatu yang tidak beres di tempat ini.

Dia tahu bahwa dirinya ditantang hadir di kolam renang angker ini bukan tanpa alasan. Sore-sore begini saja sudah mulai seram. Apalagi nanti malam.

Dia mulai merekam ulang. Dia berjalan lagi sambil merekam area kolam. Ketika melangkah mendekati tepi, dia hampir terpeleset karena lantai agak licin. Dia melihat air kolam yang tadinya tenang kini berputar kecil di satu sudut—seolah ada sesuatu yang bergerak di bawahnya.

“Oke… ini bagus buat footage,” gumamnya—sengaja mengabaikan keganjilan itu.

Rayan berpindah ke kolam dalam. Dia berjalan pelan di tepi kolam. Beton di sekelilingnya retak-retak dan ditumbuhi lumut kusam. Papan loncat yang berdiri miring berderit lirih setiap kali angin bertiup.

Sejenak dia mengamati dasar kolam yang kering, kusam, dan dipenuhi dedaunan yang sudah membusuk. Dia menyeringai kecil ketika membayangkan aksi parkour dari bibir kolam. Tingginya tak sampai dua meter—mudah baginya untuk mendarat dengan mulus di bawah. Ada sensasi aneh melayang di udara. Kolam itu seperti sedang menantangnya.

Dia menoleh ke arah tangga besi yang menempel di dinding kolam. Kondisi tangga terlihat rapuh. Beberapa anak tangganya bengkok. Karatnya mengelupas jika disentuh. Dia ingin menguji kekuatan tangga itu. Lebih baik dia terjatuh sekarang daripada ketika syuting nanti malam.

Rayan meraih pegangan dingin itu dan mulai menuruni satu per satu anak tangga. Suaranya berderit bersamaan dengan gemerisik remah karat yang jatuh. Ternyata tangga besi itu masih kokoh untuk menahan beban tubuhnya.

Ketika kakinya menjejak lantai kolam yang retak, suara di sekitarnya seolah lenyap. Aroma lembap bercampur bau besi tua menyeruak di udara. Pecahan keramik dan pecahan kaca berserakan di mana-mana. Kolam renang kering itu sangat cocok untuk spot dramatis. Ditambah lagi bunyi tik… tik… tik… yang entah datang dari mana. Ritmenya terdengar berubah seperti mengikuti napasnya.

Dia kembali menaiki tangga besi. Selama beberapa saat dia berdiri di tepi kolam kering itu—seolah menunggu bayangan ganjil tadi muncul lagi di layar ponsel.

Perhatiannya mendadak tersedot pada ruang pompa air di sudut kanan. Dia tak jelas melihatnya. Tapi matanya seperti menangkap siluet seseorang bergerak masuk ke situ. Pintu besinya tampak setengah terbuka—memperlihatkan bagian dalamnya yang gelap. Tanpa sadar kakinya melangkah ke sana.

Dia menguakkan pintu besi, lalu melongokkan kepala ke dalam. Dia mengaktifkan lensa kamera belakang—dan menyalakan lampu kilat. Kegelapan di ruang pompa air seketika pudar. Ruangan itu sudah nyaris kosong. Seluruh mesin pompanya telah dibongkar. Hanya barang-barang rongsokan yang tersisa di situ.

Dia melangkah makin ke dalam—ke bagian tengah ruangan. Cahaya lampu kilat ternyata tak mengurangi kesan angker ruangan itu. Dia sengaja mematikan lampu kilat kamera. Namun cahaya dari pintu besi yang terbuka membuat ruangan tidak gelap total. Jarak pandangnya masih cukup bagus untuk melihat di sekitarnya.

Dia tiba-tiba terpaku. Ada desiran aneh menjalar di dadanya. Dia merasa seperti ada seseorang berdiri di belakangnya.

Selama beberapa detik dia berdiri diam—seakan-akan menunggu “sesuatu” menyentuh dirinya—atau bunyi aneh—atau deritan pintu besi—atau apa saja.

Tanpa dapat dicegah jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.

Tapi tak terjadi apa-apa.

Tak ada “sentuhan”—tak ada bunyi aneh—tak ada….

Dia cepat menoleh ketika sudut matanya seperti menangkap bayangan hitam berkelebat di sebelah kiri.

Kosong.

Bulu kuduknya begitu saja meremang. Nyaris secara naluriah dia mundur dua langkah.

Gila, tempat ini beneran creepy!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!