NovelToon NovelToon
Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: chery red

Dilahirkan dalam keluarga kaya, Alea Lily Armstrong tumbuh dalam penolakan. Dianggap pembawa sial, ia dikucilkan dan dibenci. Luka hati mengubahnya menjadi wanita dingin. Pertemuannya dengan Alexander, ketua mafia terluka, membawanya ke dunia gelap.
Lea menjadi "Ratu Mafia Tersembunyi," menyembunyikan identitasnya. Dendam membara, menuntut pembalasan atas luka lama. Di tengah intrik mafia, Lea mencari keadilan. Akankah ia temukan kebahagiaan, ataukah dendam menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chery red, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Magnet Tak Terduga

Pagi itu, aroma masakan mewah memenuhi ruang makan utama keluarga Richard. Suasana ceria dan penuh canda gurau. David dan Devan asyik berceloteh, sesekali melemparkan lelucon yang membuat Tiara tertawa manja. Kevin, yang lebih pendiam, terkadang menimpali dengan senyum tipis, sementara Richard hanya menanggapinya dengan "hmmm" singkat, fokus pada sarapannya. Pemandangan keluarga harmonis yang palsu.

Alea melangkah melewati ruang makan itu, tak sedikit pun melirik ke arah mereka. Rambut hitam legamnya tergerai rapi, kontras dengan seragam sekolahnya yang selalu bersih. Sikap acuh tak acuhnya sudah menjadi kebiasaan baru.

"Alea," panggil Kevin tiba-tiba, suaranya sedikit lebih keras dari biasanya, memecah keceriaan pagi. David, Devan, dan Tiara seketika menghentikan tawa mereka, menatap Alea dengan rasa ingin tahu. Kevin menatap adik tirinya itu, sebuah kekosongan samar tiba-tiba merasuki hatinya. Ia ingat bagaimana dulu Alea selalu merengek mencari perhatiannya, betapa pun ia mengabaikannya. Kini, keheningan dan ketidakpedulian Alea terasa seperti kehilangan, rasa asing menyelinap di sudut hatinya, rasa sakit ketika melihat Alea tak perduli dan tak lagi mencari-cari perhatian kepadanya. "Kenapa tidak sarapan bersama kami?" Kevin melanjutkan, ada nada yang lebih lembut dari yang ia kira di suaranya. "Ada banyak makanan. Ikutlah."

Alea berhenti melangkah, namun tidak menoleh. Punggungnya tegap, membelakangi mereka. "Tidak perlu," jawabnya dingin, suaranya tanpa emosi sedikit pun. "Aku sudah punya sarapan sendiri."

Penolakan itu, diucapkan dengan begitu menusuk dan lugas, membuat Kevin terdiam, kicep tanpa bisa membalas. Hatinya tiba-tiba terasa nyeri, sebuah rasa sakit yang tak ia pahami. David dan Devan hanya tersenyum sinis melihat reaksi Kevin. Tiara mendengus pelan, puas. Alea kembali melangkah, tanpa menoleh, langsung menuju dapur. Seperti hari-hari belakangan ini, ia akan sarapan sederhana namun bergizi bersama Ijah, sang juru masak, dan Mang Udin, sang sopir, yang selalu memperlakukannya dengan kehangatan. Setelah sarapan nasi uduk lengkap dengan lauk pauk dan segelas susu hangat yang Ijah siapkan, Alea pun berangkat ke sekolah menggunakan jasa ojek online. Mobil mewah keluarga hanya diperuntukkan bagi Devan, David, dan Tiara.

Di sekolah segala perhatian dan tatapan kagum yang diterima Alea menambah kecemburuan Tiara, yang merasa posisinya sebagai "gadis paling cantik dan populer" terancam, semakin membakar. Tiara, yang seumuran dengan Alea namun beda kelas, menghabiskan waktu luangnya untuk mencari cara merendahkan Alea.

Suatu siang, saat pelajaran olahraga, Tiara mengamati Alea yang sedang mengikuti pelajaran dengan tenang. Sebuah ide jahat melintas di benaknya. Ketika ada kesempatan, dengan sengaja Tiara mengarahkan bola basket sekuat tenaga ke arah Alea. Bola itu melesat cepat. Jika Alea terlambat sedikit saja mengelak, dapat dipastikan hidungnya akan menjadi korban. Namun, berkat pelatihan Alexander, Alea bereaksi secepat kilat. Dengan gerakan minimalis, ia sedikit mencondongkan tubuh ke samping, membuat bola meleset tipis di samping kepalanya. Tiara mendengus kesal.

Tidak menyerah, Tiara mencari cara lain. Saat pelajaran selesai dan mereka kembali ke gedung, ia sengaja berjalan di belakang Alea. Ketika ada kesempatan, Tiara mendorong tubuh Alea dengan keras hingga terjatuh dan menabrak pot bunga besar di koridor. Suara pecah beling dan tanah yang berhamburan menarik perhatian. Pakaian Alea kotor oleh tanah dan serpihan pot. Beberapa siswa menatap dengan terkejut, namun tak ada yang membantu.

Alea merasakan perih di sikunya yang tergores, namun tidak ada emosi di matanya. Ia hanya bangkit perlahan, membersihkan kotoran dari seragamnya. Tiara tertawa sinis, "Dasar ceroboh! Mampus, pakaianmu kotor!"

Alea hanya menatap Tiara dengan dingin, tanpa sepatah kata pun, lalu berbalik dan berjalan menuju WC untuk mengganti pakaiannya yang kotor. Reaksi yang tidak biasa ini membuat Tiara mengerutkan kening. "Dasar gila! Sudah tidak ada emosi!" gumam Tiara, merasa frustrasi karena tidak mendapatkan reaksi yang ia inginkan. Ia tidak tahu bahwa sikap dingin Alea adalah hasil dari pelatihan mental Alexander, sebuah perisai yang tak terlihat.

Saat Alea berjalan cepat menuju WC, pandangannya lurus ke depan, ia tak sengaja menabrak seseorang yang baru saja berbelok dari sudut koridor.

"Aduh!" seru sebuah suara berat.

Alea mendongak. Di depannya berdiri seorang siswa laki-laki dengan tinggi semampai, rambutnya yang hitam sedikit berantakan, dan mata tajam yang kini menatapnya dengan raut terkejut. Itu adalah Axel, sang 'cowo most wanted' di sekolah mereka, kakak kelas yang kebetulan seangkatan dengan David dan Devan. Hampir setiap siswi, termasuk Tiara, terang-terangan menaksir berat Axel dan bahkan terang-terangan mengejar-ngejarnya juga mencari perhatiannya. Ada kerutan tipis di dahi Axel saat matanya menangkap noda tanah di seragam Alea dan sikut Alea yang terluka.

"Maaf," ucap Alea singkat, suaranya datar. Ia hendak melangkah pergi, tak ingin menarik perhatian lebih lanjut.

Axel mengulurkan tangannya, menghentikan langkah Alea. "Tunggu. Seragam mu...juga lenganmu... kenapa bisa seperti ini?" Ada nada kepedulian samar di suaranya, yang sangat jarang ditunjukkannya pada siapa pun selain kelompok intinya.

Alea hanya menatap tangannya yang menghalangi, lalu kembali menatap mata Axel. "Bukan urusanmu," jawabnya dingin, tanpa jeda, lalu dengan gesit bergerak memutari Axel dan melanjutkan langkahnya ke arah WC.

Axel terpaku di tempatnya, menatap punggung Alea yang menjauh. Ini adalah pertama kalinya ada gadis yang menolaknya, apalagi dengan nada sedingin itu. Ada keheranan di wajahnya, bercampur dengan sedikit ketertarikan yang tak biasa. Ia pernah mendengar bisikan tentang Alea yang "berubah," namun tidak pernah membayangkan reaksi seperti ini. Seringai tipis terukir di bibirnya. Menarik.

Axel. Nama itu selalu dibisikkan di koridor sekolah, diselimuti aura kekaguman dan rasa hormat yang tak terucap. Ia bukan hanya "cowo most wanted," tapi pewaris takhta dari salah satu keluarga 'old money' paling berpengaruh di negeri ini, dengan cengkeraman kuat pada bisnis penjualan obat-obatan, sektor kesehatan dan farmasi. Keluarga Axel, para Adipati, adalah kekuatan di balik layar, menggerakkan roda perekonomian dan politik.

Axel sendiri adalah sebuah enigma. Dingin, sulit didekati, dan nyaris tanpa ekspresi, ia hanya akan menunjukkan sisi lain dirinya di hadapan lingkaran terdekatnya. Kelompoknya terdiri dari tujuh teman seangkatannya yang tak kalah berpengaruh. Tiga di antaranya adalah putra jenderal dan panglima berpangkat tinggi di kemiliteran, sementara sisanya berasal dari keluarga pengusaha dan bangsawan terkemuka. Axel adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dengan dua adik kembar non-identik, Arjuna dan Amelia, yang masih berada di taman kanak-kanak.

Tiara, seperti kebanyakan gadis di sekolah, terobsesi pada Axel. Ia selalu berharap menjadi kekasihnya, mencari setiap kesempatan untuk mendekat, tak jarang sengaja mengikuti semua kegiatan Axel atau bahkan menguntitnya dari kejauhan. Namun, Axel tak pernah sedikit pun meliriknya. Baginya, Tiara hanyalah bagian dari kerumunan yang tak berarti.

Pertemuan singkatnya dengan Alea di koridor kemarin meninggalkan kesan yang tak biasa di benak Axel. Gadis itu, dengan mata onyx yang dingin dan penolakan lugas, adalah anomali. Rasa penasarannya terusik. Selama beberapa jam terakhir, Axel telah mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Alea melalui koneksi pribadinya. Namun, yang ia dapati hanyalah informasi umum yang samar dan tidak berarti. Seolah-olah ada tangan tak terlihat yang mengunci dan menyembunyikan setiap detail tentang Alea. Informasi-informasi itu telah dikunci dan disembunyikan dengan rapi oleh Alea sendiri, dibantu dengan sistem pengamanan digital yang Alexander ajarkan, dan oleh Alexander sendiri dari jaringannya.

Pagi itu, di penghujung minggu sekolah—hari Jumat yang cerah—Axel sengaja menunggu di depan gerbang sekolah, ditemani oleh ketujuh temannya. Keberadaan mereka sudah cukup untuk menarik perhatian dan bisikan para siswa yang berlalu lalang.

Tiara, yang baru saja tiba dengan mobil mewah, melihat kerumunan di gerbang dan mata Axel tertuju pada arah datangnya Alea yang bersamaan dengan kedatangan Tiara. Hatinya melonjak. Pasti dia menungguku! pikirnya penuh percaya diri. Dengan langkah gemulai dan senyum termanisnya, Tiara menghampiri Axel. "Hai, Axel! Pagi!" sapanya, suaranya dibuat manja dan akrab, seolah mereka teman lama.

Axel hanya meliriknya sekilas, tanpa sedikit pun senyum atau balasan sapaan. Wajahnya tetap datar, dingin, seolah Tiara hanyalah tiang yang menghalangi pandangannya. Sikap acuh tak acuhnya tak membuat Tiara sadar diri, malah ia semakin kecentilan. Ia mencoba mendekat, hendak meraih lengan Axel.

Tepat pada saat itu, Alea terlihat berjalan menuju gerbang, ponsel di tangannya, tatapannya fokus pada layar. Ia tampak tidak menyadari keramaian di gerbang. Axel melihatnya, dan sebuah seringai tipis yang jarang terlihat terukir di bibirnya.

Mengabaikan Tiara yang masih mencoba meraihnya, Axel melangkah maju, memotong jalan Alea. "Pagi, Alea," sapanya, suaranya terdengar lembut dan sedikit lebih hangat dari biasanya, kontras dengan sikapnya terhadap Tiara. Membuat ketujuh temannya mengaga keheranan melihat sikapnya yang tak biasa pada seorang perempuan.

Alea mendongak, mata onyx-nya yang dingin bertemu dengan tatapan Axel. Ia terkejut sesaat, namun dengan cepat kembali menguasai diri. "Pagi," balasnya singkat, tidak berhenti melangkah.

"Kita masuk bersama?" ajak Axel, dengan santai mensejajarkan langkahnya dengan Alea, mengabaikan tatapan terkejut dari teman-temannya sendiri dan para siswa lain.

Tiara, yang menyaksikan pemandangan itu di depan matanya sendiri, melongo. Senyum manja di wajahnya luntur, digantikan oleh ekspresi kaget yang disusul oleh amarah yang membara. Ia hampir saja kehilangan kontrol dirinya. Axel, cowok yang mati-matian ia kejar, dengan begitu mudahnya menyapa dan mengajak Alea masuk bersama? Ini adalah penghinaan terbesar.

1
Naruto Uzumaki family
Lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!