NovelToon NovelToon
Cassanova - Dendam Gadis Buta

Cassanova - Dendam Gadis Buta

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Spiritual / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Dendam Kesumat
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Wida_Ast Jcy

Casanova seorang gadis cantik. Namun sayang sekali dengan parasnya yang cantik ia memiliki kekurangan. Kedua matanya buta. Meski ia buta ia merupakan kembang desa. Karena kecantikannya yang luar biasa. Walaupun ia buta ia memiliki kepandaian mengaji. Dan ia pun memiliki cita cita ingin menjadi seorang Ustadzah. Namun sayang...cita cita itu hanya sebatas mimpi dimana malam itu semuanya telah menjadi neraka. Saat hujan turun lebat, Casanova pulang dari masjid dan ditengah perjalanan ia dihadang beberapa pemuda. Dan hujan menjadi saksi. Ia diperkosa secara bergantian setelah itu ia dicampakan layaknya binatang. Karena Casanova buta para pemuda ini berfikir ia tidak akan bisa mengenali maka mereka membiarkan ia hidup. Namun disinilah awal dendam itu dimulai. Karena sifat bejad mereka, mereka telah membangkitkan sesuatu yang telah lama hilang didesa itu.

"Mata dibayar mata. Nyawa dibayar nyawa. Karena kalian keluarga ku mati. Maka keluarga kalian juga harus mati.

Yuk...ikuti kisahnya!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wida_Ast Jcy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8. HATI YANG TERIRIS

Kayano menelan ludah, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun saat melihat tubuh kakaknya Casanova yang terkulai lemah di pangkuannya. Di luar, hujan mengguyur deras, seolah langit ikut merasakan duka dan amarah yang menyelimuti hati mereka.

Dalam keheningan yang pekat, ia merengkuh tubuh kakaknya dengan hati-hati, meski dalam hatinya bergemuruh perasaan marah yang belum sepenuhnya ia pahami.

Bahu Casanova terasa dingin, bajunya basah kuyup dan melekat erat di kulitnya yang penuh lebam. Kayano bisa merasakan napas Casanova yang tersengal-sengal saat sadar dari pingsan.

Meski kakaknya tak mengatakan sepatah kata pun, Kayano dapat merasakan kesedihan yang dalam dan emosi yang menyesakkan dada. Keheningan itu terasa menyakitkan, seolah kekosongan memenuhi ruang, membuat semuanya terasa hampa. Perlahan, ia membawa Casanova ke kamar.

“Letakkan Mbak-mu di kasur, No,” ucap Bu Rahmi lirih namun tegas. Suaranya nyaris tenggelam oleh derasnya hujan di luar.

Kayano menurut, dengan hati-hati membaringkan tubuh kakaknya di atas kasur tua yang sudah lusuh. Ia melakukannya dengan sangat lembut, seolah khawatir sentuhan kecil saja bisa membuat Casanova semakin rapuh.

Casanova tetap diam, tatapannya kosong menembus langit-langit kamar, seakan sedang mencari sesuatu yang tak akan pernah ia temukan. Matanya memang buta, namun belum pernah Casanova merasa segelap ini.

Seolah setitik cahaya dari impiannya untuk menjadi seorang Hafizah telah padam selamanya. Segala hal yang dulu memberi warna dalam hidup Casanova kini seakan lenyap.

Malam itu, semuanya berubah. Gelap, sesak, dan menyakitkan. Yang tersisa hanyalah amarah dan dendam yang bergemuruh dalam hatinya.

Bu Rahmi menarik napas panjang, lalu menatap Kayano puteranya.

“Biarkan ibu yang merawatnya,” ucapnya pelan, menahan suara yang bergetar.

“Pergilah dulu, kamu Nak.”ucapnya lagi.

Dengan langkah pelan dan hati berat, Kayano keluar dari kamar. Ia menutup pintu perlahan, meninggalkan ibunya yang kini sendiri menemani Casanova, putri malang yang begitu ia cintai.

Di bawah cahaya lampu yang temaram, Bu Rahmi mulai melepaskan pakaian basah dari tubuh Casanova. Tangannya gemetar saat melihat tubuh anaknya penuh lebam.

Pakaian itu robek di sana-sini, membuat Bu Rahmi harus beberapa kali berhenti, menutup mulutnya agar tak menangis keras. Tangis itu mendesak keluar, tapi ia menahannya sekuat tenaga. Ia tak ingin menangis di depan Casanova.

“Ya Allah, Nak… Apa yang terjadi padamu? Siapa yang tega berbuat sekejam ini?” bisiknya pilu, nyaris tak terdengar.

Sambil terisak, Bu Rahmi terus membersihkan tubuh Casanova yang kini terbaring diam di atas ranjang tua. Bibir Casanova membiru, mengatup kaku. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.

Bu Rahmi kembali menutup mulutnya, tak kuasa menahan tangis saat melihat tanda-tanda merah yang menjalar di dada, paha, dan leher Casanova. Bekas-bekas itu bukan hanya luka, tapi seperti jejak penderitaan yang terlalu perih untuk diungkapkan.

Sudah tak ada lagi yang bisa disangkal. Tubuh Casanova penuh memar, sobekan, dan luka-luka yang menganga adalah bukti yang tak terbantahkan bahwa ia telah menjadi korban kebiadaban manusia. Dunia runtuh dalam sekejap bagi Bu Rahmi. Seluruh ruang terasa berputar, udara seakan menipis, dan waktu berhenti bergerak.

“Ya Allah... siapa yang tega melakukan ini pada anakku... siapa setan yang telah menghancurkan hidupnya?” jerit hatinya, lirih dan tercekat, begitu dalam hingga terasa seolah jiwanya sendiri ikut terkoyak.

Namun mulutnya tetap terkunci rapat. Ia tak ingin Casanova mendengar jeritannya, karena luka yang ada sudah lebih dari cukup. Tak ada yang lebih menyakitkan bagi seorang ibu daripada melihat buah hatinya yang selama ini ia jaga sepenuh kasih, tergeletak dalam keadaan mengenaskan.

Putrinya, yang dulu begitu ceria, polos, dan selalu memeluknya dengan pelukan hangat, kini hanya diam mata terbuka hampa, menatap langit-langit rumah seakan tak melihat apapun.

Bu Rahmi memegangi ujung kain yang sudah ia basahi dengan air hangat, lalu mulai membersihkan luka-luka di tubuh Casanova. Jemarinya bergetar, seolah setiap kali kain itu menyentuh kulit anaknya, ia ikut merasakan sakit yang tak tertahankan.

Setiap goresan, setiap lebam, seolah berbicara padanya bercerita tentang siksaan, ketakutan, dan kehancuran yang tak mampu Casanova ungkapkan dengan kata-kata.

Tubuh itu dulu begitu bersih, begitu suci. Kini ternoda tak hanya oleh darah dan memar, tapi juga oleh kekejaman manusia yang tak lagi punya nurani. Bu Rahmi menahan napas setiap kali Casanova menggigil.

Tapi tak ada satu pun keluhan keluar dari bibir gadis itu. Tidak ada tangis, tidak ada suara. Hanya keheningan yang begitu pekat, seolah ruhnya sudah tak sepenuhnya tinggal di tubuhnya. Mata Casanova kosong, seperti telah meninggalkan dunia ini dan memilih bersembunyi di sudut tergelap jiwanya.

“Ibu minta maaf, Nak...,” bisik Bu Rahmi, suaranya pecah seperti kaca jatuh dari ketinggian.

“Ibu tidak bisa menjaga kamu dengan baik… Ibu telah gagal…” ucapnya dengan lirih.

Air mata mengalir tanpa henti, menetes jatuh ke tubuh Casanova yang dingin. Ia mengusap pipi anaknya perlahan, berharap bisa menghangatkannya meski hanya sedikit.

Tapi Casanova tetap diam, seperti boneka yang rusak tak bergerak, tak bicara, hanya diam dalam kehancuran. Bu Rahmi ingin marah. Ingin menjerit ke dunia, mengguncang langit dan menuntut keadilan.

Tapi ia tahu, bukan sekarang waktunya. Anaknya belum kembali. Jiwanya masih mengembara dalam kegelapan yang pekat. Dengan sabar, ia terus membersihkan luka-luka itu. Tak peduli berapa banyak air mata yang jatuh, tak peduli betapa hatinya sudah nyaris hancur.

Yang ia tahu, saat ini Casanova membutuhkan pelukan yang paling tulus, kasih yang paling dalam, dan cinta yang paling utuh dari seorang ibu. Dan Bu Rahmi akan memberikannya… sampai anaknya bisa kembali dari kegelapan.

Gadis kecilnya telah hancur, namun Bu Rahmi tahu, ia tak boleh ikut runtuh. Casanova butuh sandaran, butuh tempat untuk berpaut di tengah badai yang telah meluluh lantakkan hidupnya.

Maka meski jiwanya telah koyak dan hatinya seperti kaca yang telah retak di setiap sudut, Bu Rahmi tetap berdiri tegak menjadi tiang penyangga dalam reruntuhan luka yang belum selesai.

Setelah membersihkan setiap luka dan mencuci tubuh putrinya dengan tangan sendiri, Bu Rahmi meraih selimut lusuh yang masih hangat karena disentuh air dari baskom.

Ia membentangkannya perlahan, lalu menyelimutkan tubuh kurus Casanova yang terlihat seperti tak memiliki daya. Hanya tulang dan kulit yang tersisa rapuh, seolah bisa pecah kapan saja.

Tangannya terulur, membelai rambut Casanova. Lembut dan perlahan, seperti saat dulu menidurkannya di pangkuan. Rambut yang kini kusut dan tak lagi harum seperti dulu, tetap ia sentuh dengan penuh kasih.

Kenangan masa kecil berkelebat saat Casanova masih bisa tertawa lepas, tertidur di pelukannya tanpa beban, dan menyambut pagi dengan senyum cerah. Tanpa sadar, dari bibir Bu Rahmi mengalun lagu lama, tembang jawa yang dulu sering ia nyanyikan saat menimang Casanova kecil

"Tak Lelo Lelo Lelo ledung

Cep meneng aja pijer nangis

Anakku sing ayu rupane

Yen nangis ndak ilang ayune..."

Lagu itu lirih, nyaris seperti bisikan angin malam yang tersesat. Dulu lagu itu adalah pengantar tidur penuh cinta, tapi kini, nadanya berubah menjadi doa sunyi seorang ibu yang tak tahu lagi harus berkata apa.

BERSAMBUNG..

1
Susi Santi
bgus
Wida_Ast Jcy: tq untuk 5star nya ya😘😘😘
total 1 replies
Susi Santi
up yg bnyak dong thor
Wida_Ast Jcy: ok... say. tq sudah mampir.
total 1 replies
Anyelir
hai kak aku mampir
mampir juga yuk kak ke karyaku
Wida_Ast Jcy: ok say. baiklah...tq ya sudah mampir dikaryaku. 🥰
total 1 replies
Susi Santi
plis lanjut thor
Wida_Ast Jcy: Hi... say. tq ya sudah mampir. Ok kita lanjuti ya harap sabar menunggu 🥰
total 1 replies
Wida_Ast Jcy
jangan lupa tinggal kan jejak nya yah cintaQ. TQ
Wida_Ast Jcy
Jangan lupa tinggal kan jejak nya disini ya cintaq. coment dan like
Wida_Ast Jcy: tq say.... atas komentar nya. yuk ikuti terus cerita nya. jgn lupa subscribe dan like yah. tq 😘
Nalira🌻: Aku suka gaya bahasanya... ❤
total 2 replies
Wida_Ast Jcy
Hi.... cintaQ mampir yuk dikarya terbaruku. Jangan lupa tinggal kan jejak kalian disini yah. tq
Wida_Ast Jcy
😘😘😘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!