NovelToon NovelToon
Garis Darah Pemburu Iblis

Garis Darah Pemburu Iblis

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Cinta Terlarang / Iblis / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:519
Nilai: 5
Nama Author: Aria Monteza

Saat gerbang Nether kembali terbuka, Kate Velnaria seorang Ksatria Cahaya terkuat Overworld, kehilangan segalanya. Kekuatan Arcanenya hancur di tangan Damian, pangeran dari kegelapan. Ia kembali dalam keadaan hidup-hidup, tetapi dunia yang dulu dikenalnya perlahan berubah menjadi asing. Arcane-nya menghilang, dan dalam bayang-bayang malam Damian selalu muncul. Bukan untuk membunuh, tetapi untuk memilikinya.
Ada sesuatu dalam diri Kate yang membangkitkan obsesi sang pangeran, sebuah rahasia yang bahkan dirinya sendiri tidak memahaminya. Di antara dunia yang retak, peperangan yang mengintai, dan bisikan kekuatan asing di dalam dirinya, Kate mulai mempertanyakan siapa dirinya sesungguhnya dan mengapa hatinya bergetar setiap kali Damian mendekat.
Masa lalu yang terkubur mulai menyeruak, membawa aroma darah, cinta, dan pengkhianatan. Saat kebenaran terungkap, Kate harus memilih antara melawan takdir yang membelenggunya atau menyerahkan dirinya pada kegelapan yang memanggil dengan manis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aria Monteza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8. Kelas Ramuan

Pagi itu kabut tipis masih menyelimuti halaman kastil ketika Kate turun ke pelataran belakang, tempat para anggota biasanya berlatih saat fajar. Namun langkahnya tidak menuju lapangan latihan biasa. Sebaliknya, ia menyelinap melalui lorong kecil di sisi kanan kastil, mengikuti jalur setapak menuju rumah kaca tua yang sudah jarang dipakai.

Di sana, Danzzle sudah menunggunya. Pemuda itu berdiri di antara bayangan tanaman merambat, wajahnya cerah seperti biasa, membawa sebuah gulungan kain besar di tangannya. Kate mendekat dengan langkah tenang. Ada ketegangan aneh di udara, tapi juga semacam kepercayaan yang perlahan tumbuh di antara mereka.

"Maaf aku membuatmu menunggu," kata Kate pelan.

Danzzle hanya tersenyum kecil. "Tidak apa-apa. Aku sudah biasa menunggu. Lagi pula..." Ia mengangkat gulungan kain itu, membuka isinya di depan Kate. Di dalamnya terdapat berbagai alat kecil, kristal murni, dan beberapa gulungan mantra kuno. "...aku butuh waktu menyiapkan semua ini."

 "Apa semua ini?" tanya Kate memandangi benda-benda itu dengan penasaran.

"Ini untuk membantu memperbaiki jalur Arcanemu," jawab Danzzle menatapnya serius, berbeda dari biasanya.

Kate menahan napas, hatinya berdegup cepat.

"Seperti yang sudah kubilang," lanjut Danzzle sambil mengatur beberapa batu kristal mengelilingi lantai rumah kaca, "Arcanemu tidak rusak. Hanya tumbuh dengan cara yang berbeda. Jika kita tidak menyesuaikannya, suatu saat nanti kekuatan itu bisa meledak dan membunuhmu dari dalam."

Kate mengepalkan tangannya. "Aku tahu risikonya."

"Dan kau tetap ingin melanjutkan?"

"Aku harus menjadi kuat. Bukan hanya untukku, tapi untuk semua orang yang pernah mempercayaiku," jawab Kate mengangguk, matanya dipenuhi tekad.

"Baiklah. Kalau begitu, mulai sekarang, kau harus mendengarkan semua yang kukatakan" ucap Danzzle menghela napas panjang, lalu tersenyum sedikit.

Kate tersenyum tipis. "Aku akan berusaha."

Pelatihan rahasia itu pun dimulai. Danzzle meminta Kate duduk di tengah lingkaran kristal. Ia memandu Kate untuk membuka jalur arcanenya perlahan, mengalirkan energi ke dalam kuncup bunga emas samar yang ada di hatinya. Setiap gerakan, setiap tarikan napas, Danzzle awasi dengan cermat.

Awalnya, aliran energi itu tidak stabil. Sulur merah di sekitar benih Arcane Kate bergetar keras, seolah menolak untuk ditundukkan. Kabut hitam di sekitarnya juga mengeras, melindungi kuncup itu dengan posesif. Tubuh Kate gemetar, keringat dingin membasahi dahinya.

"Aku tidak bisa," gumam Kate lirih, rasa sakit menjalar dari dadanya ke seluruh tubuh.

"Tahan sebentar lagi!" seru Danzzle. "Jangan lawan sulur itu. Jangan lawan kabutnya. Terimalah mereka, jadikan mereka bagian darimu!"

Kate menggertakkan giginya. Seluruh hidupnya ia diajarkan bahwa kegelapan itu harus dilawan, bahwa kemarahan harus dikendalikan. Namun sekarang, Danzzle memintanya untuk menerima semuanya. Bahkan sisi gelap dalam dirinya.

Kate memejamkan mata. Ia mengingat semua luka, semua kehilangan, semua kemarahan yang ia simpan bertahun-tahun. Ia membiarkan emosi itu mengalir dalam dirinya bukan untuk membunuhnya, tetapi untuk menguatkannya.

Perlahan, sangat perlahan, kuncup emas itu mulai bergetar lembut. Sedikit demi sedikit cahaya keemasannya bertambah terang, meskipun tetap dilingkari kabut merah dan hitam. Kate terengah-engah, matanya terbuka lebar.

"Kau berhasil untuk hari ini," kata Danzzle tersenyum puas, sambil mengulurkan sebotol kecil ramuan energi ke arah Kate. "Minumlah. Kita lanjutkan besok."

Kate mengambil botol itu, mengangguk sambil tersenyum samar. Hari itu untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa ada harapan. Bukan hanya untuk mengembalikan kekuatannya, tetapi juga untuk menciptakan kekuatan baru yang sepenuhnya miliknya.

***

Setelah selesai menguatkan arcane miliknya bersama Danzzle, Kate kembali ke kastil. Kate berjalan berdampingan dengan Danzzle melewati lorong panjang menuju gedung tempat Kelas Ramuan diadakan. Danzzle tampak riang seperti biasa, sesekali mengayunkan botol kecil di tangannya sambil bercerita tentang berbagai teknik pengolahan herbal baru yang dipelajarinya. Kate mendengarkan dengan tenang, sesekali tersenyum kecil. Namun dari kejauhan, sepasang mata tajam memperhatikan mereka.

Orion yang tengah berbicara dengan beberapa anggota tim lain, menghentikan percakapannya saat melihat Kate dan Danzzle berjalan bersama. Tatapannya penuh selidik, mencermati kedekatan yang tiba-tiba muncul antara keduanya. Wajahnya tetap datar, tetapi ada bayangan gelisah di matanya.

Tak jauh dari situ, Lyra berdiri bersandar di tiang marmer, memperhatikan pemandangan itu dengan raut tidak senang yang jelas terlihat. Rasa tidak senangnya terhadap Kate semakin bertambah dan kini diperburuk dengan perhatian Orion yang mulai terbagi.

"Apa sih bagusnya dia," gumam Lyra dengan nada sinis.

Saat bel kelas berbunyi, semua murid bergerak masuk ke dalam ruang belajar yang dipenuhi rak-rak penuh ramuan, bahan herbal, dan kitab-kitab tebal. Kelas dimulai dengan kehadiran Tetua Lazaros, seorang pria tua berambut putih perak yang dihormati sebagai ahli ramuan terbaik di seluruh wilayah. Begitu memasuki ruangan dan melihat Kate, Tetua Lazaros menghentikan langkahnya sebentar. Tatapannya teduh, tetapi sedikit terkejut.

"Kate, kau sebenarnya tidak perlu mengikuti kelas ini. Semua materi di sini sudah pernah kau tuntaskan. Kau bahkan lebih mahir dari sebagian besar murid di sini," ucap Tetua Lazaros yang terdengar oleh seisi kelas.

Seisi kelas mendadak senyap. Beberapa ksatria muda saling berpandangan. Lyra yang berada tak jauh dari tempat duduk Kate, langsung mendengus keras.

"Tentu saja dia tidak perlu belajar. Untuk apa belajar kalau tidak mampu menguasai sihir sederhana?" sahut Lyra sinus.

Beberapa tawa kecil terdengar menyusul di antara teman-temannya. Kate hanya berdiri tenang, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Danzzle yang duduk di sebelah Kate menatap Lyra dengan kesal, hendak membalas, tetapi Kate mengangkat tangannya sedikit, mencegah Danzzle.

"Walaupun aku tidak diharuskan mengikuti kelas ini, aku tetap ingin berada di sini. Masih banyak hal yang bisa kupelajari, dan memperdalam sesuatu tidak pernah merugikan," kata Kate dengan tenang.

Tetua Lazaros tersenyum tipis mendengar jawabannya. "Jawaban yang bijaksana," katanya sambil mengangguk. "Kalau begitu, tetaplah di sini, Kate. Aku yakin kau bisa memberi warna berbeda pada pelajaran kita."

Kate membungkuk sopan. Lyra hanya memutar bola matanya dengan muak, lalu memalingkan wajah. Orion, dari posisinya di sudut ruangan, mengamati semua itu dalam diam. Ada kerutan samar di antara alisnya, seolah pikirannya tidak benar-benar berada di tempat itu.

Kelas pun berlanjut. Kate mengikuti semua instruksi dengan tenang, bahkan seringkali membantu Danzzle yang sesekali lupa urutan pencampuran bahan. Meski Lyra dan beberapa ksatria lainnya masih melontarkan lirikan meremehkan, Kate tidak memperdulikan mereka sedikit pun.

Kelas ramuan siang itu berlangsung seperti biasa, sampai Tetua Lazaros tiba-tiba menutup bukunya dengan suara keras yang memecah keheningan. Semua kepala langsung menoleh ke arah pria tua itu. Tatapan Lazaros tajam meski bersahabat saat matanya mengarah kepada Kate.

"Kate," kata Tetua Lazaros, suaranya menggema di dalam aula batu yang luas. "Karena kau sudah pernah mempelajari semua ini, bagaimana kalau kita sedikit menguji keterampilanmu?"

Kate mengangkat kepalanya, matanya tenang menatap Tetua Lazaros. Di sekeliling, bisik-bisik kecil mulai terdengar. Sebagian besar murid menatap dengan ekspresi menunggu, sebagian penuh rasa ingin tahu, sebagian lagi dengan harapan melihat Kate gagal. Termasuk Lyra, yang menyeringai kecil, seolah sudah membayangkan kegagalan Kate di depan semua orang.

Tetua Lazaros berjalan menuju sebuah rak tua di pojok ruangan. Dengan hati-hati ia mengambil sebuah kotak kayu yang tertutup jalinan segel sihir. Ia membuka kotak itu perlahan, mengeluarkan sekumpulan bahan langka berupa kelopak bunga Aether, akar Mandragora kecil, dan serpihan kristal Etherium.

Gas tipis berwarna perak menguar dari kotak itu, membuat beberapa murid menelan ludah gugup. Bahan-bahan itu hanya digunakan dalam pembuatan ramuan kelas tinggi, sesuatu yang biasanya hanya dipelajari oleh ksatria tingkat Sayap Rohani atau lebih.

Lazaros meletakkan bahan-bahan itu di meja tengah, lalu berkata, "Racikkanlah ramuan Vitalis Lux. Ini ramuan penyembuh roh tingkat lanjut. Siapa pun yang mampu membuatnya, berarti telah melampaui batasan seorang ksatria biasa."

Suasana kelas seketika menegang, beberapa murid bahkan menganga. Vitalis Lux bukanlah ramuan sembarangan. Salah pencampuran sedikit saja, ramuannya akan meledak atau menghasilkan racun berbahaya.

Kate menatap bahan-bahan itu dalam diam. Ada kilatan tipis dalam matanya. Ini bukan ramuan asing baginya. Ia sudah pernah membuat Vitalis Lux dulu, saat ia masih berada dalam didikan gurunya sebelum bencana menghancurkan arcanenya.

Ia melangkah maju dengan tenang. Suara langkah sepatunya bergema lembut di aula. Kate mulai bekerja. Tangannya bergerak cepat namun penuh kehati-hatian, mengambil kelopak Aether dengan pinset, menghancurkannya dalam lesung batu dengan gerakan memutar yang halus. Setiap gerakannya begitu terkontrol, seperti seorang musisi memainkan alat musik kesayangannya.

Danzzle yang menonton dari bangkunya, membelalak. Bahkan ia, yang sudah belajar pengobatan cukup lama, belum pernah melihat teknik pengolahan sehalus itu. Sementara itu, Lyra menatap Kate dengan ekspresi berubah dari meremehkan, menjadi sedikit tegang.

Kate melanjutkan dengan mencampurkan bubuk kristal Etherium dalam jumlah nyaris tidak terukur, padahal pencampuran yang salah satu titiknya bisa meledakkan seluruh laboratorium. Namun aura tenang Kate membuat semua yang menonton hampir menahan napas. Beberapa menit berlalu. Akhirnya, ramuan dalam botol kaca kecil memancarkan cahaya lembut keemasan, menyinari tangan Kate. Ramuan Vitalis Lux berhasil dibuat sempurna.

Tetua Lazaros mendekat, mengamati ramuan itu dengan mata berkilat. Ia mengambil botol itu, mencium aromanya, lalu mencelupkan sehelai daun ke dalamnya. Daun yang hampir kering itu, dalam hitungan detik, kembali segar berwarna hijau muda.

"Ramuan sempurna," kata Tetua Lazaros, suaranya bergetar ringan oleh kekaguman.

Hening. Seluruh aula kelas benar-benar hening. Beberapa murid yang sebelumnya mencibir kini menundukkan kepala, malu. Danzzle berseri-seri bangga, sedangkan Orion yang berdiri bersandar di pintu belakang ruangan, hanya mengamati Kate dengan mata dalam, seolah semakin menyadari bahwa Kate bukan ksatria biasa. Sementara itu Lyra menatap dengan wajah kaku, tangan mengepal kuat hingga buku jarinya memutih.

Kate hanya menundukkan kepala sedikit sebagai tanda hormat pada Tetua Lazaros, lalu kembali ke tempat duduknya di samping Danzzle, tanpa berkata apa pun. Ketenangan Kate justru membuat kehadirannya semakin terasa dan mengukir kesan yang sulit dihapuskan dari hati semua orang yang melihatnya hari itu.

***

Kelas ramuan berakhir dengan suasana aneh. Sebagian besar murid masih sulit mencerna kenyataan bahwa Kate, yang sering dianggap lemah, baru saja menunjukkan keahlian luar biasa di hadapan Tetua Lazaros.

Kate sendiri mengemasi barang-barangnya perlahan, berusaha mengabaikan tatapan-tatapan yang mengikutinya. Namun ketika ia melangkah keluar aula, seseorang berdiri menghadangnya. Lyra dengan tangan terlipat di dada dan ekspresi sinis menghalangi jalannya, diikuti beberapa murid yang tampak tertarik menonton.

"Hebat sekali tadi," kata Lyra dengan nada manis yang dipenuhi sindiran. "Ternyata kau pandai meramu ramuan. Tapi apa itu cukup membuatmu pantas berada di antara kami?"

Kate menatapnya, matanya tetap tenang. "Aku tidak ingin membuktikan apa-apa."

Kerumunan mulai berbisik, beberapa di antaranya memandang Lyra dengan ragu, tetapi Lyra tidak peduli. Ia maju selangkah, nyaris menyentuh Kate.

"Bagaimana kalau kita uji sesuatu yang lebih nyata?" ucap Lyra, suaranya lantang hingga menarik perhatian lebih banyak orang. "Sparring ringan. Tanpa senjata. Hanya kekuatan dan refleks."

Kate diam, mempertimbangkan. Ia tahu Lyra tidak mengajaknya bertanding untuk melatih, melainkan untuk mempermalukannya di depan banyak orang. Kate bisa saja menolak, tetapi jika ia terus menghindar, pandangan semua orang terhadap dirinya akan memburuk. Dan Lyra akan terus mencari kesempatan untuk menginjak harga dirinya. Dari sudut ruangan, Orion yang baru saja selesai berbicara dengan Tetua Lazaros, menoleh. Tatapannya menajam.

Danzzle yang berdiri tidak jauh dari Kate, tampak khawatir. Ia berbisik cepat, "Tak usah pedulikan dia, Kate."

Namun Kate sudah melangkah maju, berdiri menghadap Lyra. Tubuhnya tegap, matanya dingin. "Aku terima," katanya, suaranya stabil seperti baja yang baru ditempa.

Senyum puas merekah di bibir Lyra. Beberapa murid bergerak membentuk lingkaran luas, memberi ruang bagi keduanya. Suasana dipenuhi ketegangan. Sparring tanpa senjata di antara ksatria bukan hal aneh, tapi bila salah kontrol, bisa berujung luka serius. Tetua Lazaros menatap dari jauh, tidak menghentikan, hanya mengawasi dengan waspada.

"Siap?" tanya Lyra, membungkukkan badannya dalam posisi bertarung.

Kate hanya mengangguk kecil. Tanpa aba-aba lebih lanjut, Lyra menyerang lebih dulu. Tubuhnya melesat cepat, mengincar dada Kate dengan serangan telapak terbuka yang mengandung sihir es tipis untuk membuat tubuh lawannya kaku. Kate menghindar dengan gerakan cepat ke samping nyaris sehalus angin.

Lyra meringis, tidak menyangka Kate bisa menghindar begitu bersih. Serangan kedua menyusul lebih ganas. Lyra memutar tubuhnya, mengincar pinggang Kate dengan tendangan kuat. Kali ini Kate menunduk cepat dan dengan refleks menendang ke arah kaki Lyra, membuat keseimbangan lawannya goyah. Lyra melompat mundur, wajahnya merah karena kesal.

Penonton mulai bersuara lirih. Mereka mulai melihat bahwa Kate bukanlah gadis lemah yang gampang dipermainkan.

Melihat serangannya gagal, Lyra menaikkan intensitas. Dengan cepat dia merapal sihir es membentuk lapisan tipis di lantai di bawah kaki Kate, sebuah jebakan agar Kate terpeleset. Tapi lagi-lagi, Kate melompat ringan ke atas, menghindar, dan mendarat dengan gerakan lentur yang mengejutkan banyak orang.

Orion yang mengamati dari sisi lapangan memperhatikan dengan mata menyipit. Gerakan Kate terlalu terlatih untuk ksatria level Bunga Kehidupan biasa. Ada sesuatu dalam diri gadis itu.

Akhirnya Lyra kehilangan kesabaran, dan mulai menyerang membabi buta. Dia mengerahkan kekuatan penuh dalam satu hantaman keras ke arah bahu Kate. Kate memiringkan tubuhnya, membiarkan serangan itu lewat begitu saja, dan dengan satu gerakan cepat, dia memanfaatkan momentum Lyra untuk menjatuhkan gadis itu ke tanah menggunakan teknik kuncian sederhana.

Bug!

Tubuh Lyra menghantam tanah keras, membuat debu berhamburan. Suasana sekitar hening. Semua orang membelalak, tidak percaya. Kate segera melepaskan Lyra dan berdiri menjauh tanpa ekspresi. Ia tidak ingin mempermalukan Lyra lebih dari itu.

Lyra, dengan wajah merah padam karena marah dan malu, bangkit dengan tergesa-gesa. Namun sebelum ia bisa mengatakan apa-apa, Orion sudah melangkah maju ke tengah lingkaran.

"Sudah cukup," suara Orion tajam, memotong ketegangan. "Latihan ini berakhir di sini."

Tatapannya bergeser sebentar ke arah Kate, lalu kembali ke Lyra yang menunduk dalam kekalahan.

"Siapa pun yang berniat mempermalukan rekan satu tim di hadapan umum, harusnya bertanya pada dirinya sendiri siapa sebenarnya yang mempermalukan tim ini," tambah Orion dingin.

Lyra menggigit bibirnya kuat-kuat. Kate hanya membungkukkan kepala kecil kepada Orion, lalu berbalik dan berjalan menjauh, diikuti Danzzle yang dengan setengah berlari menyusulnya. Di belakang mereka, semua mata memandang Kate dengan tatapan berbeda. Bukan lagi hinaan melainkan kekaguman dan rasa penasaran yang mulai tumbuh.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!