NovelToon NovelToon
Shadows In Motion

Shadows In Motion

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: KiboyGemoy!

Karya Asli By Kiboy.
Araya—serta kekurangan dan perjuangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KiboyGemoy!, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 8

Bel pulang sekolah pun akhirnya berbunyi, dengan cepat Araya menggandeng tasnya dan berjalan ke arah Devan.

"Devan, pulang bareng," ajaknya.

Saat Devan ingin menjawab, Naya lebih dulu mendekat. "Ra, hari ini aku sama Devan mau langsung latihan. Jadi ..."

Araya yang mengerti langsung mengangguk. "Oke," jawabnya berbalik dan berjalan keluar kelas.

Devan terkekeh geli melihat Naya yang nampak kesal. Pemuda itu memegang pipi Naya dengan lembut. "Sekarang kamu sudah berani, yah?"

Naya memukul lengan Devan dengan kesal. "Ayo, pulang."

Naya berjalan duluan meninggalkan Devan yang terkekeh geli. Pemuda itu ikut berbalik dan mengejar Naya.

Sedangkan Rifan yang menonton semuanya mengerutkan kening. Entah mengapa pemuda itu merasa kasihan pada Araya sekaligus merasa bersalah karena sudah salah paham.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Araya berjalan dengan pandangan menunduk, seperti biasa ia hanya bisa menghela napas terus menerus dan menghembuskannya kasar.

Ting!

Gadis itu meraih ponselnya, melihat pesan yang masuk dari pelatih dance.

"Araya, bakal ada event dance. Kamu bisa ambil kesempatan untuk menjadi seorang dancer."

"Berikan jejak pada dirimu dan panggung!"

Jangan tanya bagaimana perasaan Araya membaca pesan pelatihnya. Gadis itu menggigit bibirnya dan dengan cepat membalas pesan tersebut.

"Ku lakukan dengan baik!"

Setelahnya ia melanjutkan jalannya, sudah enam tahun gadis itu selalu berlatih, walaupun sulit karena ibunya yang terus menghalang. Akhirnya, Araya bisa meninggalkan jejak di panggung.

"Semoga semuanya berjalan sesuai keinginan," batinnya.

Tiba-tiba saja Rifan menghampiri Araya. Araya pun hanya berjalan tanpa niat untuk menoleh.

"Apa hari ini kita latihan?" tanya Rifan.

Araya mengangguk dengan pelan. "Hm, if you want," jawabnya.

Rifan mengangguk pelan. "Kamu jemput aku kan?"

Araya tidak menjawab, tapi itu tandanya ia setuju. Lagipula Araya tidak sabar untuk bertemu dengan pelatih.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Sesaat kemudian langkah Araya berhenti, begitupun dengan Rifan. Pemuda itu menatap Araya dengan ekspresi penuh tanya mengapa dia berhenti.

"Apa kau mau mampir?" tanya Araya.

Ah! Rifan paham, gadis itu sudah sampai di depan rumah. Sungguh merepotkan karena Araya sungguh membingungkan.

"Ternyata rumah kita hampir dekat, yah?" tanya pemuda itu.

Araya hanya menatap Rifan berharap pemuda itu segera berlalu dari hadapannya.

"Oke, kalau gitu. Aku duluan, jangan lupa untuk menjemput ku." Pemuda itupun mulai melangkah menjauh, hingga hilang dari pupil mata Araya.

Gadis itu menghela napas sebelum akhirnya melangkah memasuki rumah.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Hari mulai sore, Araya sudah berdiri di depan pagar rumah Rifan—sekitar satu jam lebih dia berdiri di sana.

Ceklek!

Pintu rumah terbuka, Araya menoleh, matanya berkedip saat bukan Rifan yang keluar melainkan seorang wanita yang agak tua.

"Nona, cari siapa?" tanya wanita paruh baya itu. Sepertinya dia seorang pelayan di rumah Rifan, dilihat dari rumahnya saja tidak mungkin tak memiliki seorang pembantu.

"Rifan," jawabnya.

Wanita paruh baya itu tersenyum ramah. "Tunggu sebentar, yah, tuan baru selesai olahraga."

Araya hanya mengangguk.

Wanita paruh baya itupun masuk kembali ke dalam rumah. Berjalan menaiki tangga, lantai dua, di mana kamar Rifan terletak.

Sesampainya di depan pintu, ia mengetuknya tiga kali hingga pintu tersebut terbuka.

"Kenapa, BI?" tanya Rifan.

"Ada perempuan di bawah nyari tuan, Rifan." Bibi tersebut terkekeh geli.

Rifan berjalan ke arah jendela kamarnya, melirik ke bawah dan benar saja ia melihat Araya berdiri di depan pagar.

"Sejak kapan dia di sana, BI?"

"Bibi juga kurang tau, Tuan. Tapi saat Bibi keluar dia sudah berdiri di depan pagar," ucap Bibi.

Mendengar itu Rifan segera bersiap-siap. "Apa dia dari tadi disana?" lirihnya.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Rifan berjalan keluar rumah, pemuda itu langsung saja berdiri di hadapan Araya yang menatapnya dengan mata menyipit.

Gadis itu berbalik dan melangkah diikuti oleh Rifan.

"Dari tadi sampainya?" tanya Rifan.

Araya mengangguk kecil, sebagai jawaban.

"Kenapa tidak memanggilku, kau berapa lama berdiri di depan pagar?"

Araya hanya berjalan tanpa niat menjawab, bukan irit berbicara lagi tapi emang enggan untuk membuka suara.

Rifan menghela napas panjang-panjang, percuma saja dia mengajukan pertanyaan terus menerus jika tidak meiliki jawaban—jawabannya hanya diam.

Sepanjang perjalanan yang ada hanyalah keheningan diantara mereka. Sama sekali, melirik ataupun membuka suara Araya benar-benar enggan untuk melakukannya. Rifan yang biasanya seperti itu malah merasa gusar. Entah ada apa dengannya, jika bersama Araya ia benar-benar harus menarik napas panjang-panjang—padahal dia juga seperti itu.

Langkah Araya terhenti di bangunan tinggi, ia menoleh ke arah Rifan, seakan memberikan pesan bahwa mereka sudah sampai. Setelahnya ia kembali melangkah memasuki bangunan tersebut.

"Kenapa tidak dikatakan saja, sih?" Pemuda itu mengusap rambutnya kasar.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

beberapa anggota yang baru saja kelar dalam latihan, duduk dan meminum air agar rasa lelahnya berkurang.

"Kak Raisa, bagaimana? Apa Ara setuju dengan event-nya?" tanya Lala—teman latihan Araya.

Raisa adalah pelatih mereka, yang menghubungi Araya siang tadi. Ia tengah melatih anggota lain, tersenyum dan kemudian melangkah ke arah Lala dan Ruby—kedua teman latihan Araya.

"Dia setuju. Bagaimana pun menjadi seorang dancer adalah tujuannya."

Ruby mengangguk setuju. "Tapi berat. Semoga saat event ibunya tidak tau," ucap Ruby.

Ceklek!

Pintu ruangan terbuka menampilkan tubuh Araya, Raisa dan juga kedua temannya tersenyum dan menyapa Araya.

"Selamat datang, Ara!" Semangat mereka.

Namun, saat Rifan masuk. Ketiga gadis itu langsung saja terdiam, kaget, dan juga bingung—siapa pemuda itu?

Araya berjalan memasuki ruangan begitupun dengan Rifan, gadis itu membuka jaket yang dia kenakan lalu di letakkan di kursi.

Lala dan Ruby segera menyusul Araya yang langsung saja melakukan pemanasan.

"Ara, dia siapa?" Lala melirik ke arah Rifan.

"Pacar baru mu?" tanya Ruby kemudian.

Araya yang melakukan pemanasan hanya bisa menghela napas. "Dia Rifan, anak baru, teman sebangku, dan juga partner dance," jelasnya.

Lala dan Ruby shock, kedua gadis itu menutup mulutnya yang sedikit terbuka dengan kedua tangan.

"Parner dance?"

Araya mengangguk dan tidak lagi menjawab.

Raisa menatap Rifan yang nampak canggung did alam ruangan tersebut, bagaimana tidak hanya dia laki-laki yang berada di sana. Pemuda itu pikir bahwa pasti ada beberpaa laki-laki nyatanya tidak.

"Partner dance?" tanya Raisa pada Rifan.

Rifan hanya mengangguk, terus menatanya melirik ke arah Araya yang melakukan pemanasan di depan kaca besar ruangan.

"Dia langsung saja latihan," gumamnya.

Raisa yang masih bisa mendengar suara Rifan terkekeh. "Ara memang seperti itu, datang, dan pemanasan," ucapnya.

"Anak-anak latihan hari ini sudah selesai, kalian boleh menikmati waktu yang tersisa," ucap Raisa pada anggota-anggota yang masih melakukan gerakan.

Dengan patuh anggota-anggotanya mulai beberes dan pulang.

"Wah, baru kali ini aku mendengar partner dance," ucap Lala mendekat ke arah Rifan begitupun dengan Ruby.

"Acara sekolah," jawab Rifan.

Lala dan Ruby mengangguk cekikikan.

"Kenapa Ara tidak bersama Devan, yah?" ucap Lala bertanya-tanya.

"Devan bersama Naya," jawab Rifan begitu saja, pemuda itupun tidak tahu mengapa langsung ceplas-ceplos seperti itu. Namun, karena wajahnya yang datar ia jadi bisa mengatur diri.

Lala, Ruby, serta Raisa yang mendengar itu saling pandang, dengan ekspresi yang sudah berubah julit.

"Dasar gatal, katanya sahabat tapi bawaannya nikung," ucap Lala kesal.

"Setuju. Kapan sih mereka putus, aku nantiin banget!" Ruby pun ikut membuka suara.

"Sepertinya kita harus terus memantau, kaishan Ara," ucap Raisa sebagai pelatih memang merasa impati pada anggotanya yang satu itu.

Rifan yang berada diantara mereka hanya bisa mendengar dan membatin sesukanya.

1
Alexander
Ceritanya bikin aku terbuai sejak bab pertama sampai bab terakhir!
Kiboy: semoga betah😊
total 1 replies
Mèo con
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
Kiboy: aaa makasih banyakk, semoga seterusnya seperti itu ಥ⁠‿⁠ಥ
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!