"Bapak, neng lelah kerja. Uang tabungan untuk kuliah juga gak pernah bisa kumpul. Lama-lama neng bisa stress kerja di Garmen. Cariin suami yang bisa nafkahi neng dan keluarga kita, Pak! Neng nyerah ... hiikss." isak Euis
Keputusasaan telah memuncak di kepala dan hati Euis. Keputusan itu berawal karena dikhianati sang kekasih yang berjanji akan melamar, ternyata selingkuh dengan sahabatnya, Euis juga seringkali mendapat pelecehan dari Mandor tempatnya bekerja.
Prasetya, telah memiliki istri yang cantik yang berprofesi sebagai selebgram terkenal dan pengusaha kosmetik. Dia sangat mencintai Haura. Akan tetapi sang istri tidak pernah akur dengan orangtua Prasetyo. Hingga orangtua Prasetyo memaksanya untuk menikah lagi dengan gadis desa.
Sebagai selebgram, Haura mampu mengendalikan berita di media sosial. Netizen banyak mendukungnya untuk menghujat istri kedua Prasetyo hingga menjadi berita Hot news di beberapa platform medsos.
Akankah cinta Prasetyo terbagi?
Happy Reading 🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Kebahagian itu hanya di awal
Hai Readers...
Bab kedelapan ini masih cerita Haura dan Pras. Di baca pelan-pelan, jangan lupa like yess... Happy reading 🎊
***
Dengan uang pinjaman dari Haris, Pras pun berangkat ke sebuah toko yang menjual daging segar. Ia membeli daging untuk steak satu bungkus dengan kentang dan bumbu barbeque.
Di rumah, sejak pagi Haura merenungi nasibnya yang tidak kunjung berubah lebih baik. Pernikahannya yang sudah berjalan beberapa bulan tidak juga mendapatkan restu dari keluarga Pras. Angan-angan menikahi lelaki kaya akan hidup kecukupan dan mewah bergelimang harta, malah kebalikan, ia menjalani kehidupan yang sulit, sering dihina dan dicemooh orang.
Panggilan untuk syuting pun tidak pernah lagi ia dapatkan, semenjak Lita mempengaruhi beberapa produser mengenai dirinya yang menghalalkan segala cara demi tangga popularitas. Haura semakin meraung dan menangisi nasibnya seharian.
"Ra, aku pulang!" teriak Pras dengan wajah sumringah
"Kamu bawa apa, Pras?" tanya Haura melirik tentengan di tangan suaminya. Wajahnya masih sembab karena kebanyakan menangis.
"Coba tebak?!" sambil menyodorkan bungkusan di depan wajah Haura.
"Daging? Kamu beli daging mentah, Pras!" Haura memberengut, dia melemparkan bungkusan itu ke lantai.
"Apalagi yang salah sayang? Kamu mau makan daging, sudah aku belikan. Sekarang ayo kita masak." ajak Pras dengan sabar dan lembut menghadapi mood istrinya.
Sepasang suami istri itu pun berusaha membuat olahan daging steak sesuai keinginannya. Karena kemampuan memasak Haura sangat minim, daging yang mereka masak masih mentah dan alot. Haura kesal dan marah. Dia membanting semua peralatan makan yang ada di dapur kecilnya.
Pras tersulut emosi, tubuhnya lelah seharian bekerja, sejak pagi emosinya naik turun, ditambah ia harus merendahkan diri meminjam uang kepada beberapa temannya tanpa hasil, beruntung Haris masih berbaik hati meskipun diawal kata-kata Haris sangat menyakitkan hatinya.
"Mau kamu apa sih, Ra!" bentak Pras
"Aku nyesel nikah sama kamu! Aku pikir hidupku akan enak dan bahagia menikahi anak orang kaya, ternyata kita hidup seperti gembel di rumah kontrakan!" jawab Haura dengan sengit dan matanya melotot pada pras
"Kalau saja kamu mau mengikuti kemauan Umy, kita tidak akan hidup seperti ini. Umy tidak minta apapun dari kamu. Ia hanya ingin kamu berhenti jadi artis dan berpakaian sopan. Kamu tahu kita keluar dari rumah karena kamu menolak keinginan Umy, Ra!" ucap Pras dengan nada tinggi
Keadaan semakin meradang, mereka saling tatap dengan nyalang, namun bibir mereka terkunci dengan memendam amarahnya masing-masing. Dada mereka naik turun menahan gejolak emosi, tangan Pras sudah mengepal dan Haura menggenggam pisau steak dengan erat.
Haura menarik napas dengan begitu dalam, meredakan amarahnya yang sejak pagi memuncak, dia tahu jika saat ini menekan suaminya, bukan keinginannya akan terkabul, yang ada malah Pras akan meninggalkannya. Dia masih membutuhkan Pras untuk menafkahi keluarganya. Hanya Pras yang tulus membantunya.
"Sayang, maafkan aku—aku khilaf. Kemiskinan membuat hubungan kita semakin menjauh dan tidak harmonis. Maafkan aku ya... " suara Haura mulai melemah, ia mendekati Pras dan memeluk lelaki itu dengan erat dan mengecup bibir suaminya dengan lembut. Berharap amarah Pras akan mereda.
"Lepaskan, Ra! Aku butuh waktu untuk berpikir." Pras menepis rangkulan tangan Haura. Pras lalu beranjak dari dapur yang sejak tadi menyalurkan hawa panas di kepalanya.
"Pras! Tunggu... " Haura mengejar Pras yang sudah berlalu dengan motor pinjaman dari Edwin.
Di sebuah club malam.
"Ada apa dengan wajah pangeran Lembang, kusut banget bro!" ucap Edwin
Haris hanya terdiam. Dia tahu apa yang sahabatnya rasakan. Karena ia pun pernah ada di posisi Pras. Haris pernah menjalani hubungan dengan Haura saat masih SMA. Haura adalah cinta pertama bagi Haris, wanita itu pintar membuatnya terbuai dengan kemesraan tapi pada akhirnya terjerat dalam masalah demi masalah. Dia pernah mengingatkan sahabatnya itu, tapi Pras sudah terlanjur bucin pada Haura.
"Kalau ada masalah diungkapkan bro, jangan dipendam." Edwin menepuk bahu Pram, lelaki itu hanya diam dan terus menghisap rokoknya dengan kuat.
"Kalian mau bantu aku?" akhirnya Pras bersuara.
"Kamu sering membantu kami, apa yang bisa kami bantu Pras?" tanya Edwin dengan nada lembut. Berbeda dengan Haris, ia hanya mencibir Pras di dalam hatinya.
"Aku butuh modal untuk membuat suatu produk dan aku membutuhkan pabrik, beberapa investor yang aku hubungi belum merespon karena mereka ingin melihat bukti nyata. Minimal 50% kesiapan harus aku bangun lebih awal, sementara aku tidak punya modal sepeserpun saat ini." kedua sahabatnya menatap dan kesungguhan Pras.
"Berapa yang kamu butuhkan untuk membuat pabrik atap baja?" tanya Edwin antusias.
"Sementara tiga Miliyar." ucap Pras
Kening Haris mengernyit, dia menekan kuat batang rokoknya di dalam asbak, "Kamu yakin ini untuk usaha pabrikmu bukan untuk mendongkrak karier Haura?" tanya Haris.
"Aku serius Har, Win. Aku tidak mungkin terus-terusan terpuruk seperti ini. Mungkin dengan cara aku bangkit dan memiliki usaha lagi, hati kedua orangtuaku luluh dan mau menerima dan merestui kami." yakin Pras
"Oke, aku percaya padamu. Kamu si tangan emas. Aku yakin uangku akan berkembang di tanganmu. Aku Invest dua milyar." ucap Edwin yakin
"Oke, aku juga dua milyar. Belilah rumah yang layak meskipun kecil, kamu tidak cocok hidup di kontrakan, Pras."
"Aku setuju! Pakailah salahsatu mobilku, untuk menemui klien kamu harus lebih meyakinkan, Bro!" dengan tulus Edwin mengatakannya.
"Terima kasih, kalian memang sahabat yang bisa diandalkan." Pras terharu melihat kebaikan kedua sahabatnya.
"Sebenarnya Pras, kami lebih mempercayai kekayaan Abi kamu, meskipun kamu tidak bisa membayar, kami tinggal menyodorkan tagihan pada Tuan Ali, jurangan material terbesar di wilayah Jawa barat." seloroh Edwin tertawa dengan lebar.
"Sial kau, Win!! Aku pikir karena kamu percaya padaku." Pras meninju kesal lengan Edwin.
Tanpa memberitahu Istrinya, Prasetya menjalankan bisnis baru dengan serius. Setiap hari Pras pamit berangkat menjadi supir ojek online seperti biasa, selain Pras khawatir istrinya akan banyak tuntutan jika tahu ia memegang uang banyak, ia juga ingin memberikan surprise pada Haura suatu hari nanti.
Perubahan Haura sangat signifikan, setiap hari ia berusaha membuatkan Pras makanan atau bekal, meskipun hasil masakannya tidak pernah sesuai dengan selera Pras. Tapi ia mensyukuri perubahan itu.
"Ini kamu masak apa, Haura?" tanya Pras melihat satu piring ayam goreng yang hangus
"Ayam goreng kecap, cobain Pras."jawab Haura dengan polos
"Kamu sudah mencobanya?" Haura menggeleng lucu
"Ayo kita makan bareng." Pras semangat mengerjai istrinya.
Pras menarik Haura duduk di pangkuannya, lalu menyuapi istrinya dengan nasi dan ayam goreng kecap, katanya. Haura seketika melotot, merasakan ayam yang dia kunyah sangat pahit.
"ueeekk... ueeekk" dia menutup mulutnya dengan telapak tangan sambil menggeleng.
"Kamu hamil, Ra?" goda Pras.
"Pahit... Pras." cicitnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Masa sih pahit? Coba aku makan." belum sempat makanan masuk ke mulut Pras, tangannya di tahan Haura. Dia memeluk suaminya sambil terisak.
"Maaf aku belum bisa menjadi istri yang sempurna untuk kamu." dia terus terisak di dada suaminya
"Tidak apa-apa sayang, semuanya butuh proses. Aku menikmati proses ini. Kamu semakin betah di rumah, berusaha untuk menyenangkan aku. Kita akan belajar sedikit demi sedikit sebelum menjadi orangtua." Pras mengecup bibir Haura dengan lembut.
"Pras, kapan kita akan pulang ke rumah orangtuamu?" Haura menggambar abstrak dada Pras dengan jari telunjuknya
"Kita tidak akan pulang dengan tangan kosong, Haura. Aku ingin membuktikan pada mereka. Kalau menikah denganmu membawa pengaruh baik pada kehidupanku. Aku ingin sukses dulu sebelum pulang ke rumah Abi dan Umy." jawab Pras sambil menatap wajah cantik istrinya dengan mesra
"Kapan kamu sukses, aku bosan hidup susah. Aku ingin tidur di kasur yang empuk bukan dengan kasur springbed yang keras, sempit lagi. Aku ingin mandi air hangat setiap hari, Pras." rengek Haura
"Sabar Haura, aku sedang mengusahakan." janji Pras
Enam bulan berlalu..
"Kita akan kemana Pras?" ucap Haura saat matanya di tutup Pras dengan sapu tangan.
"Aku mau kasih surprise untuk kamu, Ra." lalu Pras melajukan kembali mobilnya dengan kecepatan sedang.
Hingga mobil terhenti, Haura hanya pasrah matanya tertutup sapu tangan. Dengan hati-hati Pras memapah Haura ke arah gerbang rumah barunya.
"Sebentar sayang, Nah sekarang kamu boleh membuka mata." Pras tersenyum
"Rumah siapa ini, Pras?" wajah Haura berbinar menatap rumah dua lantai di depannya.
"Ayo kita masuk." ajak Pras seraya menggenggam tangan istrinya
"Ini rumah kita Haura. Meskipun tidak sebesar rumah Abi dan Umi, tapi aku rasa tempat ini sangat nyaman untuk keluarga kecil kita."
"Pras terima kasih... " Haura memeluk suaminya dan menghadiahi ratusan ciuman di wajah Pras
Hari ke hari usaha Prasetya makin meroket, produk atap yang terbuat dari uPVC hasil karya Pras semakin diminati dunia bisnis property, atap yang awet dan dapat meredam bunyi hujan itu menjadi primadona di setiap toko bahan bangunan hingga terdengar di manca negara.
Juragan Ali dan kerabat Pras yang berada di manca negara menyambut baik usaha Prasetya, banyak kerabat yang Pras yang ingin menjadi investor perusahaan baru Pras. Juragan Ali beberapa kali menemui Pras di kantor barunya.
"Kapan kamu akan pulang? Satu tahun lebih kami tidak mendengar kabarmu, harus menunggu Abi datang dulu kepadamu?" ucap Ali dengan wajah serius.
"Aku ingin Abi menjemput kami dan merestui kami, aku malu jika pulang hanya menadahkan tangan dan membawa pulang masalah." Prasetya duduk di samping Ali dengan wajah menunduk sebagai bentuk takzimnya pada orangtua.
"Abi senang kamu mampu bangkit, Abi tahu kamu kesulitan selama ini. Apa istrimu masih saja ingin menjadi artis?" Ali menaikan sebelah alisnya sambil menatap Prasetya
"Beberapa bulan ini dia berubah, Bi. Dia betah di rumah dan sedang belajar masak. Hampir tiap hari dia berusaha membawakan aku bekal." kenang Pras dengan tersenyum tulus.
"Kembalilah ke rumah, Umy dan Zen merindukanmu." bujuk Ali
"Minggu depan Pras dan Haura akan pulang, Bi." janji Pras.
Dua bulan berlalu...
Di ruang makan
"Aku bosan di rumah terus, Pras. Umy selalu mengontrol dan mengomentari aku setiap hari. Kamu enak seharian di kantor, aku di rumah pusing menghadapi ibu-ibu menopause itu!" keluh Haura saat menyantap makanan
"Dia ibuku, Ra! Jangan kamu hina seperti itu. Bagaimana jika orangtuamu aku hina?" bentak Pras
Beberapa Minggu terakhir Haura selalu meminta ijin untuk kembali ke dunia hiburan, Pras merasa lelah ditekan terus oleh Haura.
"Kalau kamu bosan, kamu bisa buka usaha atau ikut pengajian atau apa pun yang lebih bermanfaat, jangan berpikir untuk menjadi artis lagi!" kecam Pras.
"Kamu dan orangtuamu sangat menyebalkan!!" pekik Haura
Haura meninggalkan suaminya di meja makan dengan keadaan marah.
...💐💐💐💐💐...
B e r s a m b u n g...
wajar Harris gak euis istri kedua prass....