Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.
Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.
Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8 Insecure
Di lapangan Fakultas Ekonomi di isi oleh banyak jurusan. Jurusan Manajemen yang tak mau fokus mahasiswa barunya terganggu memilih menempatkan semua Maba di lapangan kecil yang sedikit jauh dari fakultas manajemen.
Anis melirik Vanya yang sejak tadi wajahnya di tekuk kemudian menatap Devan yang berdiri bersama banyak senior. Anis melihat Devan terus menatap Vanya, bahkan Devan tak merasakan Anis yang kini menatapnya padahal ia duduk di dekat Vanya, fokusnya hanya Vanya seorang saja.
"Vanya," Anis memegang bahu teman barunya.
"Ya?"
"Lo gak papa kan?"
"Gue baik-baik aja, gue cuma bosan nunggu apa yang mau di sampaikan senior sama kita, lama banget kan. Untungnya banyak angin di sini jadi gue gak bosan-bosan amat."
"Iya, besok kayaknya kita sudah masuk kelas deh. Gue sempat nguping pembicaraan senior tadi kalau kita bakal lanjutin di kelas,"
"Emang iya? Bagus tuh."
"Eh tadi senior yang kenalan sama gue masa minta nomor gue," Bisik Anis takut ada yang mendengarnya.
"Miko? Dia minta nomor lo dimana, kok gue gak tahu."
"Waktu gue mau ke toilet, dan lihat," Anis memperlihatkan Hpnya yang terdapat banyak Notif dari Miko. "Dia ngechat gue terus," Anis memperlihatkan wajah frustasinya.
"Lo kasi nomor lo?"
Anis mengangguk pelan. "Gue gak enak kalau gak kasi."
"Sudah terlanjur, tapi sini hp lo. Gue mau usilin dia karena sudah gangguin lo."
"Jangan Vanya," Anis menggeleng tak mau.
"Sini aja," Ucap Vanya memaksa. "Dia pasti tahu kalau gue yang jahilin dia."
Akhirnya Anis terpaksa memberikan ponselnya pada Vanya walaupun ia tak percaya.
Kak Miko
Godain aku dong bang😘
Bang Miko badan adek gatel pengen di garukin, sini dong bang🥰
Anis melotot saat melihat pesan yang di kirim Vanya pada Miko. Ia semakin panik, bagaimana kalau nanti Miko menganggapnya tak sopan karena sudah menggodanya.
"Vanya gue takut."
"Gak usah takut, kalau dia gangguin lo gue yang bakal maju."
Vanya tertawa melihat pesan yang sudah ia kirimkan pada Miko. Pasti laki-laki itu kesal jika membacanya karena tahu bukan Anis yang mengirimnya.
•••
Saat Vanya tertawa semua itu menjadi bahan tatapan beberapa senior dan teman jurusannya. Kecantikannya bertambah berkali-kali lipat saat perempuan itu tertawa membuat mereka tak bisa mengalihkan tatapannya dari Vanya.
"Cantik banget gila, dia pake Skincare apa sih."
"Kita beda Ren sama dia, kalau kita ketawa lebar kayak gitu muka kita kayak ayam berkokok."
"Pantas aja Devan gak cari cewek, orang sahabatnya cantik kayak gitu. Gimana menurut lo Mi?" Tanya Sara pada Lamia.
"Iya dia cantik."
"Menurut kalian Devan suka gak sama Vanya?" Tanya Renata.
"Kayaknya Devan suka deh sama tuh anak tapi si ceweknya gak peka," Celetuk Sara karena gosip tentang Devan yang rela tidak ikut rapat karena Vanya yang tiba-tiba ingin ke pantai sudah mereka ketahui semuanya dan masih banyak lagi.
"Benar, lihat aja tuh mata Devan, lihatin Vanya terus kayak takut Vanya hilang."
Lamia merasa insecure, jujur saat pertama kali melihat Vanya tadi ia terpana dengan kecantikan gadis itu. Semu gosip tentang Vanya yang katanya seperti artis-artis Korea memang benar. Di banding dengan dirinya ia sangat berbeda jauh dengan Vanya.
"Ren hust," Sara menegur Renata karena melihat perubahan wajah Lamia.
Gosip tentang Lamia yang menyukai Devan sudah di ketahui oleh banyak anak HMJ. Tapi Devan tak pernah sekalipun melirik Lamia yang terkenal sangat lembut, pengertian, dan pintar.
"Lamia kita gak bermaksud kayak gitu, maaf ya," Ucap Renata menyesal.
"Gak papa, gue gak marah sama kalian karena apa yang di katakan sama kalian itu benar."
Lamia tak mau memandang Vanya lebih lama. Ia tak mau merasa insecure berkepanjangan. Jika Devan dan Vanya punya hubungan lebih barulah ia akan mundur.
•••
Miko memberenggut kesal membaca pesan dari Anis. Ia tahu siapa pelaku yang mengirimkan pesan tak jelas ini. Tentu saja Vanya pelakunya. Vanya bahkan tertawa di ujung sana dan sempat meleletkan lidahnya meledeknya membuat Miko semakin kesal karena ia ingin Anis yang membalasnya, bukan Vanya.
"Dev, lihat deh," Miko memperlihatkan isi pesan yang ada di Hp-nya.
Devan hanya mengerutkan dahinya tak mengerti.
"Lo tahu gak siapa yang kirim pesan ini?"
"Dedek Anis," Jawab Devan karena yang ia baca nama yang mengirim pesan pada Miko adalah Anis.
"Iya tapi Vanya yang kirim pesan kayak gini sama gue pake hp Anis. Lihat tuh, dia ketawa-ketawa. Mana isi pesannya kayak mau menggoda lagi. Curiga gue kalau sama cowok lain," Miko tak sadar dengan apa yang di ucapkannya. Ia baru sadar saat mendapatkan tabokan dan tatapan tajam dari Noah.
"Ma...maksud gue gak kayak gitu Dev,"
Sudah terlambat, Devan sudah mengambil hati ucapan dari Miko. Ia curiga Vanya melakukan hal itu pada cowok lain. Atau jangan-jangan laki-laki yang bernama Remi tadi sudah mengirim pesan padanya dan Vanya memberi balasan seperti apa yang dikirimkannya pada Miko. Tidak bisa di biarkan.
"Awas aja lo Vanya."
•••
Vanya tak melihat Devan saat kembali dari toilet. Vanya menggeleng, apa pedulinya pada laki-laki tukang marah itu. Vanya mencoba memfokuskan dirinya pada apa yang di jelaskan seniornya di depan walau hatinya merasa khwatir pada sahabatnya itu.
Jam sudah menunjukkan angka 17. 35 menit, senior akhirnya sudah memperbolehkan seluruh mahasiswa untuk pulang. Mereka semua menyapa satu persatu seniornya dan tepat saat di depan Miko dan Noah Vanya ingin bertanya tapi ia gengsi untuk menanyakan Devan.
"Dedek Anis ada yang jemput gak?" Tanya Miko.
"Saya di jemput sama papa saya kak."
"Formal banget, biasa aja bicara sama gue. Gue kan calon suami lo."
Noah menyikut lengan sahabatnya karena mereka rencananya ingin mengatakan pada Vanya kalau Devan pulang lebih awal karena sakit perut.
"Kasihan ya Devan," Noah memulai dramanya. "Tahu gak Vanya, Devan pulang cepat loh karena Perutnya sakit. Kasihan banget pasti dia kesakitan terus gak ada yang rawat lagi."
"Benar banget, kita sebenarnya pengen sih rawat dia, tapi kita masih rapat, gimana dong," Miko berakting gelisah membuat Vanya berfikir keras.
"Lo gak khwatir sama sahabat lo Vanya?" Tanya Noah.
"Enggak, itu urusannya sendiri. Gue sudah peringati sama dia buat gak makan sambel tapi dia bilang itu urusan gue, jadi ya bodo amat,"
"Tapi Devan kasihan tahu, dia sendirian di apartemennya," Miko tak mau menyerah, jika Vanya yang menyebabkan Devan sakit maka Vanya pula yang akan menyembuhkannya.
"Bodo amat! " Vanya melongos pergi membuat Miko dan Noah mendengus.
"Vanya tunggu!" Pekik Anis. "Saya permisi kak,"Pamitnya.
"Dedek Anis hati-hati di jalan, salam sama papa mertua!"
"Miko sekarang gimana? Vanya gak mau rawat Devan, terus kita harus gimana?"
"Noah-Noah, lo gak tahu aja gimana Vanya, walau mulutnya bilang gak mau rawat Devan pasti ujung-ujungnya dia rawat kok. Gue pastiin itu,"
"Tap---" Noah tak melanjutkan ucapannya karena ponselnya berbunyi. "Halo sayang,"
"Ye dasar bucin, sana lo jangan telfon di dekat gue," Usirnya.
"Iri bilang bos," Cibirnya. "Iya Tasyaku, kenapa? Kamu rindu sama aku?"
Miko ingin muntah mendengarnya. Ya, Noah dan Tasya berpacaran setelah lulus. Akhirnya Tasya luluh juga pada Noah dan sampai sekarang mereka masih berhubungan. Sedangkan Miko sendiri tak bisa mendapatkan Adela walau Adela menjadikan dirinya selingkuhan pura-pura karena ingin putus dari Fikar.
Pernah Miko menembak Adela untuk kesekian kalinya tapi Adela menolak karena alasan tak mau memulai hubungan lagi. Hatinya masih mencintai Fikar sampai saat ini. Miko di jadikan selingkuhan Adela karena Adela di ancam oleh Kakek Fikar dari luar negeri, alhasil Miko di jadikan selingkuhan oleh Adela. Begitulah ceritanya.
•••
Vanya tak tenang di dalam mobilnya. Jika sakit begini pasti Devan membutuhkannya. Perut Devan itu sensitif, makan sambel sedikit saja perutnya akan sakit. Dengan mengesampingkan egonya akhirnya Vanya memutuskan untuk pergi ke apartemen Devan.
"Pak kita ke apartemen Devan ya."
"Baik Non,"
Sekitar 10 menit akhirnya Vanya sampai di apartemen Devan. Apartemen Devan berada di lantai 4 dan pada saat di dalam Lift ia bertemu dengan Ibu Devi tetangga Apartemen Devan.
"Eh Vanya, mau ke Devan ya?"
"Iya Bu, Devannya sakit."
"Kasihan, ibu doain semoga Devan lekas sembuh ya."
"Makasih bu, kalau begitu saya masuk dulu ya," Pamitnya karena Vanya sudah sampai di depan pintu apartemen Devan.
Vanya sudah tahu sandi apartemen Devan. Ia masuk dan menyimpan barang-barangnya sedangkan obat yang ia beli tadi di Apotek di bawah ke kamar Devan.
Harum ruangan kamar Devan sama dengan kamarnya, itulah yang membuat Vanya merasa nyaman di kamar Devan. Ia menutup pintu kamar Devan dengan pelan karena Vanya tak mau menganggu tidur laki-laki itu.
"Vanya, gue tahu lo bakalan datang," Devan tersenyum tipis dan langsung berbalik menghadap Vanya yang duduk di tepi ranjangnya.
"Masih sakit perutnya?"
"Hmm sakit banget, gue sudah 5 kali bolak balik dari toilet."
"Makanya kalau di kasi tahu jangan ngeyel, Sini perut lo gue kasi Frescare,"
Devan tersenyum dalam hati, di omeli Vanya Devan malah merasa di perhatikan oleh gadis itu. Jika seperti ini rasanya Devan ingin sakit saja agar ia mendapatkan perhatian dari Vanya.
Vanya menyingkap baju kemeja tipis Devan sampai sebatas dada. Ia terdiam sejenak karena tiba-tiba merasa canggung.
"Lo aja deh yang kasih Frescare perut lo,"
"Loh kenapa?" Tanya Devan kebingungan.
"Masa gue yang kasih, gue kan perempuan, lo aja deh."
"Gak mau, lo aja yang kasih, tangan gue tiba-tiba keram," Alibinya membuat Vanya mendengus.
Dengan rasa gugupnya Vanya akhirnya mengoleskan Frescare pada perut Devan. Devan berusaha tak memejamkan matanya karena rasa panas pada Frescare itu di perutnya. Ia ingin melihat bagaimana Vanya dengan serius mengusap perutnya dengan tangan lembutnya itu.
Tiba-tiba Devan menghentikan tangan Vanya. Vanya mendongakkan kepalanya memandang Devan yang kini bangun dari tidurnya.
Vanya menahan nafas saat Devan mengikis jarak padanya. Vanya bisa merasakan nafas Devan membuat jantungnya berdetak tak karuan. Apalagi tangan Devan yang kini sudah berada di kedua sisi wajahnya membuat Vanya tak sanggup bernafas.
"Ini yang gue takutin kalau lo di kamar gue."