Shana bersedia menjadi pengganti bibi-nya untuk bertemu pria yang akan di jodohkan dengan beliau. Namun siapa yang menyangka kalau pria itu adalah guru matematika yang killer.
Bagaimana cara Shana bersembunyi dari kejaran guru itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 8
"Ya?" tanya Shana langsung mendongak. Ia mencoba menyembunyikan rasa terkejutnya karena ada Pak Regas di luar kantin. Wajahnya dibuat setenang mungkin.
"Ada apa dengan kamu sih?" tanya Bebi lagi. Namun sayangnya, Shana harus di sibukkan dengan rasa ingin bersembunyi karena Pak Regas menoleh ke arah kantin. Gadis ini tidak jadi menjawab pertanyaan Bebi dengan santai. Ia berdecak dan menundukkan kepala.
Karena tingkah Shana aneh, Bebi pun ikut menoleh ke luar kantin. Di sana ia melihat ada Pak Regas tengah berbincang dengan seseorang.
"Kamu bersembunyi karena ada Pak Regas?" tanya Bebi tahu.
"Enggak," jawab Shana cepat.
"Enggak?" Mata Bebi melebar karena tidak percaya Shana mengelak. Tidak lama kemudian Pak Regas berjalan masuk ke kantin dengan Pak Nanang guru voli.
"Ck!" Shana berdecak melihatnya. Ia pun berdiri dan memutar badan menuju ke lemari pendingin minuman yang ada di sebelah kanan. Di sana ia bisa menghindari kedua guru itu karena memunggunginya. Bebi melihat tingkah temannya ini dengan tatapan heran.
"Lagi makan kamu, Bebi?" sapa Pak Nanang.
"Ya, Pak. Saya lapar," sahut Bebi sopan. Dia mengangguk menyapa Pak Regas. Pria itu mengangguk sedikit menerima sapaan muridnya. Shana masih berdiri di depan lemari pendingin. Dia melakukan gerakan apa saja yang membuatnya kelihatan sibuk. Kedua pria itu melangkah mendekat ke meja. Bibi penjual yang tahu kedatangan Pak Guru mendekati mereka.
"Mau makan siang, Pak?" tanya bibi penjual di kantin pada kedua pria ini.
"Ya. Nasi soto dua Buk." Pak Nanang menyebutkan pesanannya.
"Minumannya apa, Pak?"
"Kopi Buk. Kalau Pak Regas?" tanya Pak Nanang. Pak Regas menggelengkan kepala. "Itu aja Buk." Pak Nanang menyelesaikan pesanannya.
"Baik, saya siapkan pesanan Bapak." Ibu kantin ke belakang menyiapkan pesanan kedua guru pria ini.
Sementara itu Regas yang sudah menyadari keberadaaan Shana di depan lemari pendingin menoleh. Dia tahu gadis itu tampak sibuk menyembunyikan dirinya. Srak. Terdengar suara kursi kantin di geser. Rupanya Pak Regas beranjak dari kursinya dan mendekati lemari pendingin.
"Bisa minta tolong ambilkan air mineral botol itu?" tanya Regas mengejutkan di belakang Shana. Bahu gadis ini berjingkat. Dia tidak hapal suara pria ini, tapi dia hapal betul kalau itu bukan suara pak Nanang pelatih voli. Jadi tidak ada lagi pria lain kecuali Pak Regas.
"Ba, baik Pak," sahut Shana setuju dengan terpaksa. Tangan Shana sedikit gemetar ketika membuka pintu lemari pendingin. Sial, kenapa justru dia kesini sih. Shana mengeluh dalam hati.
"Lebih baik duduk saja daripada berdiri terus di sini. Aku tidak akan menangkapmu kali ini," bisik Pak Regas mengejutkan. Shana mendelik. Ia ketahuan.
"I-ini Pak ..." Shana menyerahkannya dengan menunduk.
"Terima kasih," ujar Regas seraya menerima uluran dari gadis ini dan kembali ke tempat duduk. Bebi yang sejak tadi melihat Shana, melihat interaksi kecil ini. Matanya berbinar penuh gosip. Shana kembali ke tempat duduknya. Lalu mengajak Bebi keluar dari kantin dengan cepat. Tanpa banyak tanya, Bebi setuju.
***
"Sekarang cerita. Ada apa kamu dengan guru killer dan tampan itu?" Bebi tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ketika mereka sudah ada di luar. Mia yang saat kejadian tadi tidak ada, kini menoleh cepat pada mereka berdua dengan bingung.
"Enggak ada."
"Jangan bilang enggak ada. Aku tahu kamu berusaha bersembunyi dari Pak Regas sejak tadi." Bebi menemukan itu. Shana menipiskan bibir. "Ini bukan soal tentang pekerjaan sekolah. Aku yakin ada hal lain yang membuat kamu seperti itu."
"Guru killer? Hubungan?" tanya Mia tidak paham. Dia ketinggalan gosip karena saat kejadian tadi lagi ada di toilet. "Ada apa sih?" tanya Mia yang terabaikan. Dia kebingungan.
Shana terus berjalan dengan tanpa menjawab pertanyaan Bebi. Keduanya pun tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan Mia.
"Pasti ada hal lain kan, Shan?" tanya Bebi.
"Hal lain apaan? Jangan ngaco deh Beb." Shana terus menghindar.
"Jujur? Ini bukan kamu yang biasanya, lho." Bebi tak putus asa. "Kamu pacaran sama Pak Regas?" tebak Bebi membuat Shana mendelik. Bahkan Mia yang baru dengar pembicaraan soal ini mendelik.
"Bukaaannn ...," bantah Shana segera dan menghentikan langkahnya seraya melebarkan mata protes.
"Lalu apa?" kejar Bebi.
"Hhh ... nih bocah enggak putus asa cari tahu ya ... " Shana geregetan.
"Hehehe." Bebi menyeringai.
"Tunggu. Sejak tadi ngomongin Pak Regas dan Shana, sebenarnya ada apa sih?" Mia merasa bodoh sendiri di antara dua orang yang berdebat ini.
"Ini baru mau ngaku si Shana-nya. Kita dengerin bareng-bareng aja," ujar Bebi siap mendengar pengakuan dari gadis itu.
"Hhh! Oke! Dia adalah ..." Shana akhirnya cerita soal kencan waktu itu.
"Hah?! Seriusan?" tanya Bebi dan Mia lebih terkejut daripada tadi.
"Kamu ... kamu sempat kencan buta sama Pak Regas?" Mia sungguh tidak bisa mempercayainya.
"Ya, tapi itu karena gantiin bibiku, bukan niat aku yang sebenarnya ..."
"Lalu?" tanya Mia masih seperti baru bangun tidur.
"Lalu gimana sih?!" sungut Shana kesal juga.
"Ya itu bencana dong buat Shana. Kan dia ngakunya namanya Raisa. Dimana wanita bernama Raisa itu adalah wanita yang sudah bekerja, notabene dia adalah wanita dewasa. Sementara aslinya Shana adalah anak-anak remaja. Masih SMA. Murid dia pula," jelas Bebi menerjemahkan. Mia manggut-manggut.
"Benar, itu bencana buat Shana." Mia paham dan setuju. Ketiganya pun diam.
"Lalu, gimana respon Pak Regas saat tahu kamu adalah siswi di sekolah ini? Apa marah?" tanya Mia.
"Ya. Dia marah."
"Jelas kelihatan marah dong, Mia. Pak Regas kan di kibulin sama bocah." Bebi menepuk punggung Mia pelan.
"Eh, iya ya ... Bibi mu dong suruh tanggung jawab. Kan ini karena dia juga." Mia usul.
"Tentu saja, tapi itu artinya aku harus kembalikan uang kompensasi yang di terima dari pekerjaan itu. Dimana kalian juga ikut merasakannya," kata Shana enteng.
"Kita ikut merasakannya? Apa maksud kamu Shan?" tanya Mia.
"Saat makan di kampus, aku kan yang traktir kalian. Itu uang yang aku dapat dari bibi aku karena sudah menjalankan tugas."
"Benarkah?!"
Kepala Shana mengangguk yakin.
"Busyet. Aku bahkan minta bungkus untuk di bawa pulang waktu itu," ujar Mia panik.
"Kita di jebak." Bebi mengatakannya dengan senyum.
"Bukan begitu. Aku juga tidak terpikir akan bertemu dengan pria kencan buta bibiku di sekolah ini. Bahkan itu adalah guru yang killer." Shana jujur.
"Hihihi ..." Tiba-tiba Bebi terkikik sendiri. Shana dan Mia menoleh.
"Nih anak kenapa? Kesambet?" tanya Mia. Bebi tidak peduli dengan celaan Mia.
"Beb, kamu kenapa?" tanya Shana seraya mencolek lengan Bebi.
"Merasa lucu aja. Bayangkan ... Pak Regas kan terkenal dingin dan killer, tapi ternyata kamu pernah ada dalam momen tenang dengan beliau. Ken-can bu-ta." Bebi mendikte dengan jelas. " Itu kan anugerah, Shan ..." ujar Bebi seraya tersenyum.
"Anugerah apaan, Beb? Kalau sial, dia bakal di incer terus sama Pak Regas. Jadi bulan-bulanan," kata Mia.
"Yah, minta maaf aja. Katakan dengan jujur," ujar Bebi.
"Enggak semudah itu, tapi thanks. Pokoknya tolong lindungi aku kalau ada Pak Regas, oke?" pinta Shana. Mia dan Bebi mengacungkan jempol masing-masing.
...----------------...