Tidak mudah bagi Alya untuk membuka hatinya untuk Daffa, seorang CEO muda yang memimpin perusahaan keluarga Pratama Group. Setelah pengkhianatan yang dilakukan mantan kekasihnya. Namun takdir berkata lain, sebuah kecelakaan menimpa Daffa akibat kelalaian Alya.
Alya dihadapkan pada sebuah keputusan yang akan menentukan hidup dan masa depannya.
Akan kah tumbuh cinta di hati Alya? Atau sebaliknya Daffa membenci Alya, dan menyalahkan keadaannya kepada Alya?
Penasaran? Yuk simak kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RisFauzi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Hujan
Alya menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Tangannya terulur ke atas, dengan sedikit gerakan peregangan Alya memutar pinggang ke kiri dan ke kanan.
Sesekali kuap lolos dari mulutnya, matanya mulai berair. Alya mulai mengerjapkan matanya, mencoba mengusir rasa kantuk yang kini mulai menyerangnya.
Di luar hujan turun deras, sementara pekerjaannya masih belum selesai. Diliriknya ruangan Daffa yang berada tak jauh dari meja kerjanya, terlihat lampu disana masih menyala terang.
Sepertinya dia masih berada di dalam sana, belum pulang juga. Sama seperti Alya yang memilih untuk lembur bekerja, sementara teman-temannya yang lain sudah pulang sejak pukul lima sore tadi.
Besok di hari Sabtu ia meminta ijin untuk tidak masuk bekerja. Alya akan menghadiri undangan pesta resepsi pernikahan temannya semasa SMA, yang akan dilangsungkan di salah satu hotel ternama di kota ini.
Sebagai bentuk tanggung jawabnya pada pekerjaan, Alya berupaya menyelesaikan pekerjaannya yang tersisa.
Sebenarnya Alya masih bingung mau memakai gaun apa besok. Ia tak memiliki gaun pesta atau apa lah namanya, hanya pakaian casual dan jeans yang jadi kegemarannya saja yang memenuhi rak lemari pakaiannya.
Sempat terpikir olehnya, untuk membeli sebuah gaun pesta sepulangnya dari kantor nanti. Masih ada sisa uang dalam rekeningnya dan itu lebih dari cukup untuk sekedar membeli sepotong gaun, tak apa lah sekali-kali memanjakan diri.
Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB, Sepertinya memang tinggal Alya dan Daffa saja yang berada di kantor saat ini. Alya segera membereskan pekerjaannya, menata ulang kembali meja kerjanya. Merapikannya, hingga tidak ada satu pun sampah yang tersisa.
Sambil berlari kecil, Alya mempercepat langkahnya menuju tempat parkiran motornya yang berada di lantai bawah gedung kantornya.
Aahh, Alya berteriak kesal. Cuaca sedang tidak bersahabat, hujan turun deras dan ban motornya mendadak kempes. Bagaimana ia harus pulang dengan cuaca seperti saat ini, niat hati ingin jalan-jalan membeli sebuah gaun. Ya sudah lah, mungkin lain waktu saja. Urusan besok, lihat saja nanti.
Saat ini Alya memutuskan untuk langsung pulang saja ke rumahnya, masih ada waktu 15 menit untuk sampai di halte bis yang berada tidak jauh dari gedung kantornya. Sambil menunggu bis terakhir yang akan datang.
Matikan ponsel, masukkan di dalam tas, Alya berlari menerobos hujan. Tas ranselnya ia pakai untuk melindungi kepalanya dari derasnya hujan.
Alya mengibaskan rambutnya yang basah, dan memilih duduk di sudut bangku halte bis yang kosong. Beberapa orang tampak sibuk dengan ponsel di tangannya sambil menunggu bis datang menjemput.
Sudah hampir setengah jam menunggu, namun bis yang mereka tunggu belum datang juga. Tidak biasanya seperti ini kejadiannya, apa terjadi banjir disana? Hingga mereka semua yang ada disini harus menunggu lama.
Hujan yang cukup deras itu mengaburkan pandangan Alya, saat sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan halte.
Alya sedang sibuk membersihkan sepatunya yang kotor, terkena percikan tanah saat ia berlari tadi dengan beberapa lembar tissu di tangannya.
Hingga matanya terpaku pada sepasang sepatu hitam mengkilap yang berada tepat di depannya. Alya menghentikan gerakan tangannya dan mengangkat wajah, masih dalam posisi badan setengah menunduk.
Alya seketika menegakkan badannya, terkejut saat melihat Daffa yang berdiri menjulang dengan tangan kanan memegang payung.
"Saya antar Kamu pulang," katanya kemudian.
"Biar Saya naik bis saja, Pak," tolak Alya halus. Rambut ikal lelaki itu terlihat basah dan meneteskan air. Wajah itu terlihat gusar saat Alya menolak keinginannya.
"Ini tanggung jawab Saya. Kamu kerja lembur sampai harus pulang malam juga karena harus menyelesaikan pekerjaan dari Saya!" katanya tak terbantahkan.
Sebelum Alya sempat berpikir dan bisa memutuskan untuk berbuat apa, tangan Daffa sudah menariknya dan dengan gerakan cepat menuntunnya untuk masuk ke dalam mobil.
Alya tidak bisa berbuat apa-apa, hujan yang mengguyur deras dan dinginnya udara malam hari ini membuat Alya merapatkan kedua tangannya dan memeluk tubuhnya sendiri.
Daffa yang melihat Alya menggigil seperti itu, membuka jaket yang ia kenakan dan menutupnya pada bagian atas tubuh Alya. Daffa lalu menyalakan penghangat di dalam mobil.
Alya hanya terdiam melihat perhatian Daffa padanya. Dipalingkannya wajahnya ke luar jendela mobil.
"Mau sampai kapan Kamu menunggu disana, Al. Hujan ini nggak akan berhenti sampai besok pagi, dan ini sudah jam sembilan malam. Apa yang harus Saya katakan pada kedua orang tuamu, kalau mereka melihat anak gadisnya pulang malam dalam keadaan basah kuyup kehujanan. Sementara Saya yang melihat, duduk nyaman di dalam mobil," Daffa mengetatkan genggaman tangannya pada setir mobil.
Alya hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Daffa padanya, kali ini dia merasa sedikit tersentuh karena Daffa sudah mengingatkan dirinya pada kedua orang tuanya.
"Bapak tenang saja, selama ini Saya baik-baik saja. Bapak nggak perlu bersikap seperti ini pada Saya, karena Saya bukan siapa-siapa nya Bapak. Saya hanya karyawan biasa, terima kasih sudah mengkhawatirkan sikap kedua orang tua Saya. Saya pastikan, mereka tidak akan pernah menanyakan hal itu pada Bapak," jawab Alya tegas.
"Alya ..."
"Saya mohon, Pak. Berhenti bersikap manis pada Saya, saya cuma karyawan biasa, bukan siapa-siapa nya Bapak."
🌹🌹🌹
🤗🤗🤗♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐