Amirul, yang dikira anak kandung ternyata hanyalah anak angkat yang tak sengaja tertukar pada saat bayi.
Setelah mengetahui jika ia anak angkat, Amirul di perlakukan dengan kasar oleh ibu angkat dan saudaranya yang lain. Apa lagi semenjak kepulangan Aris ke rumah, barang yang dulunya miliknya yang di beli oleh ibunya kini di rampas dan di ambil kembali.
Jadilah ia tinggal di rumah sama seperti pembantu, dan itu telah berlalu 2 tahun lalu.
Hingga akhirnya, Aris melakukan kesalahan, karena takut di salahka oleh ibunya, ia pun memfitnah Amirul dan Amirul pun di usir dari rumah.
Kini Amirul terluntang lantung pergi entah kemana, tempat tinggal orang tuanya dulu pun tidak ada yang mengenalinya juga, ia pun singgah di sebuah bangunan terbengkalai.
Di sana ada sebuah biji yang jatuh entah dari mana, karena kasihan, Amirul pun menanam di sampingnya, ia merasa ia dan biji itu senasib, tak di inginkan.
Tapi siapa sangka jika pohon itu tumbuh dalam semalam, dan hidupnya berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
...happy reading...
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
Amirul dengan hati-hati mengambil baju dari dalam tasnya yang sudah lusuh. Ia melipatnya menjadi beberapa lapisan, lalu menutup pohon kecil itu dengan lembut.
Ia tidak ingin ada yang melihat pohon itu. Ia tahu pohon ini adalah sesuatu yang luar biasa, tapi juga sesuatu yang bisa menarik perhatian orang-orang yang tidak diinginkan.
Setelah memastikan pohon itu tertutup dengan baik, ia merapikan uang yang sudah ia ambil sebelumnya. Jumlahnya cukup untuk membeli makanan, sebuah pot, dan mungkin untuk memindahkan pohon itu. Ia menatap pohon kecil itu dengan penuh kasih sayang, seolah-olah pohon itu adalah satu-satunya teman yang ia miliki di dunia ini.
"Biji kecil, aku tinggal dulu ya," katanya dengan suara lembut, seolah berbicara kepada sesuatu yang hidup. "Aku keluar untuk membeli roti dan pot untukmu. Kau tunggu di sini, jangan tumbuh terlalu cepat," tambahnya sambil tersenyum kecil, mencoba mengurangi rasa cemasnya.
Amirul berdiri dan berjalan menuju pintu gudang. Sebelum membuka pintu, ia berhenti sejenak, menempelkan telinganya ke pintu untuk mendengarkan suara di luar. Setelah memastikan semuanya sepi, ia membuka pintu perlahan, mengintip ke kiri dan kanan untuk memastikan tidak ada orang di sekitar gudang terbengkalai itu. Setelah yakin aman, ia melangkah keluar, menutup pintu gudang dengan hati-hati di belakangnya.
Udara pagi yang dingin menyambutnya, tapi sinar matahari mulai muncul di ufuk timur, memberikan sedikit kehangatan. Amirul berjalan cepat, menuju ke arah warung kecil yang ia tahu berada tidak terlalu jauh dari gudang. Ia memegang uang di sakunya dengan erat, takut ada orang yang mencoba merampasnya.
Setelah beberapa menit berjalan, ia tiba di warung. Suasana pagi itu sudah mulai ramai, dengan pedagang yang menjajakan dagangannya dan pembeli yang sibuk berkeliling. Bau roti panggang yang baru saja matang menarik perhatian Amirul. Perutnya yang kosong sejak kemarin malam mulai berbunyi pelan, mengingatkannya bahwa ia belum makan.
Amirul mendekati salah satu pedagang roti. "Pak, saya mau beli roti ini," katanya sambil menunjuk beberapa roti yang terlihat masih hangat.
"Berapa banyak, Nak?" tanya pedagang itu dengan ramah.
"Dua saja, Pak," jawab Amirul, menyerahkan uang seratus ribu. Pedagang itu memberinya dua roti dan mengembalikan uang kembalian. Amirul memasukkan roti itu ke dalam tasnya, merasa sedikit lega karena akhirnya ia akan bisa makan.
Setelah membeli roti, Amirul melanjutkan pencariannya untuk sebuah pot. Ia berjalan dari satu kios ke kios lainnya, hingga akhirnya menemukan seorang pedagang yang menjual pot dan sekop kecil. Pot itu sederhana, tapi cukup besar untuk menampung pohon kecilnya.
"Pak, saya mau beli pot ini. Sama sekop kecil juga," kata Amirul sambil menunjuk pot plastik berwarna cokelat.
Pedagang itu mengangguk. "Baik, Nak. Ini potnya, dan ini sekopnya. Harganya lima puluh ribu," katanya.
Amirul membayar dan membawa pot serta sekop itu dengan hati-hati. Meski sederhana, ia merasa bahwa ini adalah langkah penting untuk melindungi pohon kecilnya. Dengan perasaan lega, ia mulai berjalan kembali ke gudang.
Ketika ia hampir sampai di gudang, ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Amirul berhenti sejenak, berusaha mendengarkan dengan lebih jelas. Langkah itu berhenti bersamaan dengan langkahnya, Amirul sangat takut di ikuti.
Dengan napas yang mulai memburu, Amirul memutuskan untuk berlari. Ia berlari secepat yang ia bisa, memegang pot dan tanahnya dengan erat. Ketika ia sampai di depan pintu gudang, ia langsung masuk dan menutup pintunya dengan keras. Ia bersandar di pintu, mencoba menenangkan napasnya.
Setelah beberapa saat, ia mengintip melalui celah kecil di pintu. Di luar, ia melihat seorang pria berdiri di kejauhan, mengenakan jaket hitam dan topi. Pria itu tampak mengawasi gudang dari kejauhan, tapi tidak bergerak mendekat. Amirul merasa jantungnya berdebar kencang.
"Siapa dia? Ngapain dia di sini?" pikir Amirul, merasa cemas.
Ia melangkah mundur dari pintu dan melihat ke arah pohon kecil yang masih tertutup oleh bajunya. "Aku harus menyembunyikanmu," gumamnya pelan. Ia tahu bahwa pohon itu adalah sesuatu yang luar biasa, tapi ia juga sadar bahwa pohon itu membawa bahaya. Dengan hati-hati, ia mulai memindahkan pohon itu ke dalam pot yang baru ia beli.
Saat ia menanam pohon itu ke dalam pot, ia merasa seperti sedang memulai sesuatu yang baru. Namun, di sudut pikirannya, ia tahu bahwa ia harus bersiap menghadapi apa pun yang akan datang. Pohon itu adalah harapan, tapi juga sebuah rahasia besar yang harus ia jaga dengan nyawanya.
Ia berharap, orang itu cepat pergi.
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
thanks teh 💪💪💪