NovelToon NovelToon
TUMBAL TERAKHIR

TUMBAL TERAKHIR

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Horor / Iblis / Fantasi Timur
Popularitas:447
Nilai: 5
Nama Author: pena biru123

Ini adalah kisah wanita bernama Ratih, yang pulang dari merantau tiga tahun yang lalu, dia berniat ingin memberi kejutan pada neneknya yang tinggal disana, namun tanpa dia ketahui desa itu adalah awal dari kisah yang akan merubah seluruh hidup nya

bagaimana kisah selanjutnya, ayok kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pena biru123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 7

Wanita tua itu mengulurkan tangan keriputnya. "Berikan padaku. Aku akan mengisinya untukmu."

Ratih ragu. Liontin itu terasa hangat di tangannya, seolah memperingatkannya. Namun, rasa sakit di lukanya begitu hebat, dan aura wanita tua itu, meskipun misterius, terasa begitu menenangkan. Ia mengangguk pelan, menyerahkan cetakan liontin kosong itu.

Wanita tua itu tersenyum tipis, senyum yang tidak sampai ke matanya. "Bagus. Sekarang, lepaskan pakaianmu, Nak. Aku akan mengobati lukamu."

Jaya dan Dara berdiri tegang di samping Ratih. "Apa yang harus kita lakukan, Ratih?" bisik Jaya.

"Dia bilang dia bisa membantu," jawab Ratih, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Dan kita tidak punya pilihan lain."

Dengan susah payah, Ratih melepaskan jubahnya, memperlihatkan luka tusukan yang dalam di sisi tubuhnya. Darah masih merembes keluar, membasahi kulitnya.

Wanita tua itu mengambil botol kecil berisi cairan hijau keruh dari mejanya. "Ini ramuan penyembuh kuno. Akan sedikit perih, tapi akan cepat menutup lukamu."

Ia menuangkan cairan itu ke luka Ratih. Ratih menjerit tertahan saat rasa perih yang luar biasa menyengat kulitnya. Tapi, anehnya, setelah beberapa saat, rasa sakit itu mereda, digantikan sensasi dingin yang menyegarkan. Ia melihat lukanya. Perlahan, tapi pasti, kulit di sekitarnya mulai menyatu.

"Dia benar-benar menyembuhkannya," gumam Dara, takjub.

"Terima kasih," kata Ratih, merasa sedikit lebih baik. Ia menatap wanita tua itu, merasa bersalah karena sempat meragukannya.

Wanita tua itu hanya mengangguk. Ia kemudian menatap cetakan liontin kosong di tangannya. Matanya berkilat perak. Ia meletakkan cetakan itu di atas tungku api yang menyala, dan mulai menggumamkan mantra kuno.

Asap tebal berwarna biru keperakan mulai mengepul dari cetakan itu. Ratih merasakan liontinnya, yang masih ada di tangannya, bergetar hebat. Sebuah kekuatan tak terlihat mulai menarik energi dari liontinnya ke cetakan yang ada di atas api.

"Apa yang terjadi?" tanya Jaya, merasa tidak nyaman.

"Dia mengisi cetakan itu dengan kekuatanku. Sama seperti yang dilakukan Tuk Guru," jawab Ratih, meskipun ia merasakan energi tubuhnya terkuras.

Asap biru keperakan itu semakin tebal, membentuk pusaran di atas cetakan. Tiba-tiba, cetakan itu bersinar terang, mengeluarkan cahaya putih menyilaukan. Wanita tua itu meraihnya dengan tangan kosong, seolah tidak merasakan panas.

"Sudah selesai," katanya, menyerahkan cetakan yang kini bersinar lembut kepada Ratih. "Sekarang kau memiliki dua kunci. Kekuatanmu akan berlipat ganda."

Ratih meraih cetakan itu. Rasanya hangat, dan ia bisa merasakan gelombang energi mengalir ke tubuhnya. Luka di tubuhnya seolah pulih sepenuhnya. Ia merasa lebih kuat dari sebelumnya.

"Terima kasih banyak, Nek," kata Ratih tulus.

"Jangan berterima kasih padaku dulu, Nak," jawab wanita tua itu, senyumnya semakin lebar, namun kali ini terlihat seperti seringai. "Ada harga untuk setiap pertolongan."

Tiba-tiba, mata perak wanita itu berubah merah menyala. Bayangan di sekelilingnya memanjang, dan hawa dingin yang menusuk tulang memenuhi ruangan. Rambut putihnya seolah hidup, meliuk-liuk seperti ular.

"Harga kalian adalah… kebebasan kalian," desis wanita tua itu, suaranya kini berat dan mengancam. "Dan kekuatan yang baru saja kau dapatkan, Keturunan Api Merah, itu akan menjadi milikku!"

Dari balik bayangan, sesosok bayangan lain muncul. Sosok berjubah hitam yang mereka hadapi sebelumnya, kini berdiri di ambang pintu, cambuk asapnya melilit di tangan. Di sampingnya, wanita dengan pisau kembar menyeringai.

"Terima kasih atas kerja samamu, Keturunan Api Merah," kata pria berjubah itu, suaranya serak. "Kau telah membawa mangsa langsung ke sarang kami."

Ratih terkejut. Ia menatap wanita tua itu, yang kini terlihat seperti penyihir jahat dari cerita dongeng.

"Kalian bekerja sama?" Ratih berbisik, tidak percaya.

"Tentu saja," jawab wanita tua itu, tertawa. Tawanya melengking dan menakutkan. "Aku adalah Penjaga Kabut yang asli, Nak. Dan kalian baru saja menyerahkan diri ke dalam Kabut Malam."

Jaya dan Dara mencoba menyerang, tetapi seolah ada kekuatan tak terlihat yang menahan mereka. Mereka tidak bisa bergerak.

"Jangan buang tenagamu, anak-anak manis," kata wanita dengan pisau. "Kalian sudah terjebak. Segel gubuk ini telah diaktifkan. Tidak ada yang bisa masuk, dan tidak ada yang bisa keluar."

Ratih merasakan kekuatan yang baru saja ia dapatkan dari cetakan liontin itu tiba-tiba memberontak. Itu bukan kekuatan miliknya. Itu adalah kekuatan yang mengikatnya. Ia telah ditipu.

"Kau... kau mencuri kekuatanku," kata Ratih, suaranya bergetar.

"Lebih tepatnya, kau memberikannya kepadaku," koreksi wanita tua itu. "Sekarang, berikan liontin aslimu kepadaku, atau aku akan mengambilnya dengan paksa."

Wanita tua itu mengulurkan tangannya, matanya merah menyala, siap merenggut liontin dari Ratih. Ratih mencengkeram erat liontinnya, tahu bahwa ia telah membuat kesalahan besar. Mereka terjebak, dan kini ia bahkan tidak bisa menggunakan kekuatannya sendiri.

Ini adalah akhir bagi mereka.

" Ha ha ha ha " inikah yang dikatakan pewaris terakhir, tapi sangat bod*h. Aku heran apa pak tua itu tak memperingati mu nona" tawa wanita tua itu begitu mengerikan, dan wajah nya begitu licik.

" Cihh, kau pikir aku takut padamu" ucap Ratih dengan suara lemah.

" Kau memang tidak takut, tapi kau akan terjebak di gubuk ini bersama kedua temanmu, dan mati menyusul nenek dan orang tuamu" ucap nya lagi mempropokasi Ratih.

Jaya dan dara hanya diam menatap mereka semua, karena tubuh mereka telah diikat dengan kekuatan dari laki2 berjubah hitam itu.

Ratihpun tak lagi mempunyai tenaga untuk melawan, luka nya makin memburuk. Teryata yang diberikan wanita tua itu bukan obat, tapi racun.

Kini mereka ditinggal didalam gubuk tua itu, dan salah satu dari mereka melemparkan api lalu melesad masuk kedalam kegelapan.

Semua orang tak sadarkan diri didalam gubuk tersebut, dari kegelapan malam itu, sebuah mata biru tengah memperhatikan gubuk yang terbakar, perlahan dia mendekat dan dalam sekejap dia mampu memadamkan api itu.

Lalu dengan kekuatannya, dia membawa ketiga orang itu keluar dan pergi dari tempat tersebut.

" Aku tidak akan membiarkan kamu mati, karena kamu harus selesaikan apa yang leluhurmu dulu telah mulai" ucap nya dingin, dan menghilang membawa Ratih, dara, serta jaya yang telah tak sadarkan diri.

Jangan lupa tinggalkan jejak nya teman-teman 😊

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!