Susan tak pernah menyangka dirinya di timpa begitu banyak masalah.
Kematian, menghianatan, dan perselingkuhan. Bagaiamana kah dia menghadapi ini semua?
Dua orang pria yang menemaninya bahkan menyulitkan hidupnya dengan kesepakatan-kesepatan yang gila!
Akan kah Susan dapat melewati masalah hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
07. Satu jari!
Hari itu, Susan hanya menghabiskan waktu di dalam kamarnya. Sambil membaca buku-buku yang belikan Peter. Dia sangat suka buku fantasi, putri dan pangeran, peri ataupun naga. Susan mengingat dirinya dulu sangat sering membaca di perpustakaan milik Edward. Dia jadi merindukan tempat itu.
Tiba-tiba ponselnya berdering.
Drttt.. Drrttt..
"Hallo."
"Susan, sepertinya malam ini aku tidak bisa pulang. Aku harus ke luar kota dua jam lagi." Kata Peter di telpon.
"Apa ada masalah?"
"Tidak, aku hanya harus melakukan survei di beberapa proyek kita disana." Kata Peter.
"Hmm begitu ya. Kapan kau akan pulang?" Tanya Susan.
"Mungkin besok sore."
"Tapi besok kita ada acara itu.. Hmm.." Susan kebingungan harus meneruskan kata-katanya atau tidak.
"Iya, aku ingat. Aku akan pulang sebelum makan malam." Kata Peter mengerti maksud Susan.
"Kau harus menemani ku, Peter. Aku tidak mau menemuinya sendiri."
"Iya, aku mengerti. Aku pasti akan pulang sebelum malam."
Uuaahhh.. Wehh.. Suara tangisan anak kecil terdengar di telpon.
"Siapa itu? Kau ada dimana?" Tanya Susan.
"Aku sedang ada di acara bakti sosial bersama Traver. Bertemu dengan beberapa donatur lainnya, lalu kita akan berangkat ke luar kota."
"Baiklah, hati-hati ya, kabari aku jika terjadi sesuatu." Kata Susan
Lalu telpon di tutup.
******
Keesokan harinya, Susan masuk ke kamar ayahnya. Karena dia mendengar dari pelayan, kondisi kesehatan ayahnya menurun.
"Ayah.." Sapa Susan saat pintu kamar di bukakan oleh Alice.
"Iya." Jawab Tuan Sanders dengan lemah. Dia masih berbaring di atas tempat tidur.
"Apa aku mengganggu?"
"Tidak, masuklah."
Susan masuk ke dalam kamar itu di ikuti oleh Alice. Membawakan nampan berisi makanan.
"Ayah sarapan dulu ya." Kata Susan.
"Kita sarapan di meja makan saja." Kata Tuan Sanders.
"Ayah.. Jangan memaksakan diri. Aku tau kau orang yang sangat kuat, kau hebat. Aku sudah melihat semuanya. Jadi tidak apa-apa jika aku melihat mu sedikit lemah sekarang, semua ada masanya kan."
Akhirnya Tuan Sanders menurut. Susan menyuapinya perlahan.
"Susan, apakah ini waktu yang tepat untuk mengangkat Peter menjadi Presdir di Alpha Group untuk menggantikan ku?" Tanya Tuan Sanders.
Karena selama ini Peter masih belum resmi di angkat menjadi Presdir. Tuan Sanders masih mempertimbangkan keputusan itu. Peter atau Susan yang pantas menggantikannya.
"Peter adalah suami ku. Peter ataupun aku, itu sama saja kan, Yah? Lagi pula dia sudah banyak berkontribusi di perusahaan di bandingkan aku."
Tuan Sanders mengangguk. "Aku mau minta maaf pada mu, nak. Karena keegoisan ku bergabung di dunia mafia ini, kau harus kehilangan ayah mu."
Susan menggenggam tangan ayah mertua itu. "Kau juga ayah ku, lagipula jika kau tidak bergabung dengan mereka, mungkin Alpha Group sudah hancur sedari dulu."
Tuan Sanders tersenyum bangga pada Susan. Dia begitu baik dan berhati seluas samudera. Kelembutan hatinya mampu menenangkan lawan bicaranya.
"Satu lagi, Susan. Berterimakasih lah pada Edward karena sudah menyelamatkan mu. Dia juga bersedia menjadi investor kita. Padahal sebelumnya kita sudah mengajukannya berulang kali,tapi selalu di tolak. Dia juga menawarkan diri untuk membantu mencari siapa yang telah mencuri barang-barang kita di dermaga."
Susan tersentak. Bagaimana bisa dia berterimakasih pada orang yang telah menculiknya dan memaksa dirinya sepakat dengan perjanjian gila itu.
Susan seakan ingin berteriak saat itu juga. Ingin menceritakan hal yang sebenarnya. Tapi apa boleh buat, dia sudah terlanjur sepakat.
Akhirnya Susan hanya mengangguk.
"Ayah, bolehkah Abell datang kemari?" Tanya Susan setelah sekian menit terdiam.
"Tentu saja, lebih baik kalian bertemu di mension, untuk keamanan mu." Jawab Tuan Sanders.
Setelah berbincang-bincang cukup lama dan Tuan Sanders juga sudah meminum obatnya. Akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat. Mungkin itu efek dari obat yang dia minum.
Susan dan Alice keluar dari kamar. Susan melihat beberapa pelayan terlihat sibuk mondar-mandir kesana kemari.
"Apa yang mereka lakukan?" Tanya Susan pada Alice.
"Mereka sedang menyiapkan hidangan makan malam besok untuk menyambut Tuan Edward, Nyonya." Jawab Alice.
"Badjingan itu memang merepotkan." Kata Susan.
Alice tak menjawab. Dalam batinnya, dia berpikir hanya Susan yang berani mengatakan seperti itu. Jika Edward tau ada seseorang yang mengumpati dirinya seperti itu pasti dia sudah memotong lidahnya. Terkecuali Susan.
"Alice, bisakah kau hubungi Dokter Joshua? Tolong sampaikan padanya aku ingin bertemu dengan Abell." Kata Susan
"Baik nyonya."
******
Keesokan harinya. Susan mengajak Alice ke taman belakang mension. Dan meminta Alice membawa beberapa buku favoritnya.
Mereka duduk di bangku taman yang besar. Susan juga meminta Alice untuk duduk bersamanya, bersebelahan sambil membaca sebuah buku, selayaknya seorang sahabat dengan hobi yang sama sedang menghabiskan waktu bersama.
"Alice, aku penasaran dengan diri mu." Kata Susan.
"Memangnya kenapa, Nyonya?"
"Ceritakan diri mu, dari mana kau berasal, sekolah mu dan teman teman mu. Dan kenapa pula kau memilih menjadi seorang agent seperti sekarang?" Tanya Susan.
"Tidak ada yang spesial dari saya, Nyonya. Saya di besarkan di sebuah panti asuhan, kedua orang tua saya meninggal saat saya masih berusia 10 tahun. Saya juga berhenti sekolah karena dulu panti asuhan yang saya tinggali belum semaju sekarang. Bisa makan saja kami sudah bersyukur." Kata Alice.
"Teman-teman saya ada beberapa yang di adopsi, tapi ada juga yang akhirnya di kembalian ke panti asuhan dengan badan yang penuh lebam. Karena itu saya memutuskan untuk tidak mau di adopsi oleh siapapun. Tiap hari saya pergi ke perpustakaan yang ada di pusat kota, butuh sejam untuk pergi kesana. Saya belajar semuanya sendiri."
"Sampai saya tertarik untuk belajar bela diri dan seseorang menawarkan saya menjadi muridnya. Lalu.. Ya begitulah hari hari saya lewati dan sekarang saya ada disini."
Susan mendengarkan dengan seksama. Dia merasa prihatin pada Alice. Tapi sekarang Alice adalah wanita yang tangguh dan hebat, dia pasti setara dengan James asisten Edward.
Tiba-tiba saja pikiran Susan teringat pada James. Betapa hebatnya dia bermain pistol dan membunuh para musuhnya. Tatapannya dingin dan mematikan, pasti itu karena dia terlalu lama bersama dengan Edward. Aura mereka jadi sama-sama bengis.
"Jadi kau juga suka membaca?" Tanya Susan.
"Iya, Nyonya. Tentang teknologi, otomotif, kadang juga novel novel romansa."
Susan tersenyum, seakan menemukan teman yang sefrekuensi dengannya. Mulai sekarang dia akan memiliki teman untuk membaca buku bersama.
"Apa kau mengenal Edward?" Tanya Susan lagi.
Alice yang mendengar itu tersentak. Namun dia segera mengatur emosinya agar tidak terbaca oleh Susan. Alice menerka-nerka apakah Susan tau jika dirinya adalah orang suruhan Edward untuk menjaga dirinya?
Alice mengangguk.
"Tentu saja kau tau."
Alice semakin khawatir. "Apa dia benar-benar tau siapa aku?" Batin Alice.
"Semua orang mengenalnya. Bisnisnya seakan mencakar dunia. Kadang aku berpikir bagaimana dia melakukannya? Apakah dunia mafia sepengaruh itu untuk perkembangan bisnis?" Kata Susan.
Alice memejamkan mata. Bernafas lega. Ternyata kekhawatirannya salah. Dia masih aman sejauh ini.
******
Sore pun tiba. Namun Peter belum juga datang. Ponselnya tidak dapat di hubungi. Traver juga tidak kunjung mengangkat telponnya.
Susan mulai panik. Takut terjadi sesuatu pada suaminya itu. Sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 6 sore.
Para pelayan dan chef mulai menyiapkan hidangan untuk makan malam. Banyak sekali makanan yang mereka masak. Para pengawal juga bersiap di tempat mereka masing-masing.
Susan keluar ke balkon. Berharap semoga Peter segera datang sesuai janjinya. Karena bagaimana mungkin dia bertemu dengan Edward tanpa di dampingi oleh Peter? Edward pasti akan semakin leluasa mendominasi dirinya.
Tak lama kemudian, Susan melihat arak-arakan mobil mewah mulai memasuki halaman mension. Sekitar 5 mobil disana. Berhenti di halaman depan mension.
Lalu Susan melihat ayah mertuanya sudah keluar dan berdiri menyambut kedatangan mereka. Kini ayah mertuanya itu harus berjalan dengan bantuan tongkat.
Pria yang tinggi gagah keluar dari mobil mewahnya. Mantel berbulu yang dia gunakan di bahunya bergerak terkena angin. Membuat atmosfer seakan dingin seketika.
Ya, itu adalah Edward. Dia sudah datang bersama James dan juga beberapa pengawalnya.
Susan yang melihat itu menelan ludah, namun terasa sangat sulit. Dia mengingat bagaimana Edward mengurung dirinya di kamar dengan tangan terborgol dan harus menyepakati perjanjian itu.
Susan reflek memegang lengan kanannya. Dia juga ingat bahwa Edward menyuntikkan cairan depogeston tanpa seijinnya.
Lalu tangannya juga memegang leher kanannya. Tempat bekas cupang itu berada.
Tiba-tiba Edward mendongakkan kepala ke arah Susan berdiri memandangi dirinya. Sontak Susan langsung kikuk dan segera berlari ke dalam kamar.
"Kenapa dia cepat sekali datang?" Kata Susan menggigiti ujung kuku ibu jari.
Susan tak berani keluar dari kamar tanpa Peter. Malam itu Susan sudah menggunakan dress klasik yang simple berwarna maroon. Dengan make up yang tipis tipis karena dia tidak terlalu suka bermake-up. Namun, itu malah membuatnya semakin terlihat segar dan menggoda.
Susan kembali mencoba menelpon Peter, namun hasilnya masih sama.
Tok tok tokk!!!
Pintu kamarnya di ketuk seseorang. Itu pasti Alice, karena mulai sekarang hanya Alice yang boleh masuk ke dalam kamar Susan. Itupun atas perintah Tuan Sanders.
"Masuk!"
Alice menundukkan kepala memberi hormat.
"Nyonya, Tuan Edward sudah sampai dan anda di minta untuk menyambutnya." Kata Alice.
Susan memejamkan mata frustasi. Kenapa harus aku? Padahalkan sudah ada ayah, pikirnya.
"Katakan saja akau belum selesai berdandan. Aku juga sedang menunggu Peter datang." Kata Susan.
Alice mengangguk lagi dan segera keluar dari kamar.
"Kau kemana Peter?" Kata Susan kembali mengotak-atik ponselnya.
Beberapa menit berlalu, tapi Peter belum juga datang. Sampai pintu kembali ke ketuk untuk kedua kalinya.
"Ada apa?" Tanya Susan.
Alice menunduk, "Maaf Nyonya, anda di minta untuk menemui Tuan Edward karena Tuan Sanders harus suntik insulin dulu sebelum makan malam."
Susan menghela nafas berat. Dia jadi kepikiran kondisi kesehatan ayahnya yang kian menurun. Komplikasi antara hipertensi dan diabetes dengan cepat menggerogoti tubuh. Akhirnya Susan mengalah. Dia mau menemui Edward sendirian
Sebelum pergi ke ruang makan, Susan memutuskan untuk pergi ke dapur mengambil air mineral. Dapur sudah kosong. Seperti para chef dan pelayan berada di ruang makan.
"Alice, lacak Peter dan Traver ada dimana!" Suruh Susan pada Alice.
"Baik, Nyonya. Saya pergi dulu." Alice berlalu pergi.
Susan masih berdiri di dapur, meminum segelas air mineral sambil menatap ke arah jendela. Dia masih menguatkan mental untuk bertemu dengan Edward.
Karena pertemuan terakhir mereka, membuat Susan semakin membenci Edward.
Tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Menaruh dagunya di samping wajah Susan. Susan tersenyum sambil menaruh gelasnya di atas meja.
Namun, seketika Susan menyadari sesuatu. Bau parfum ini, bau badan ini dan tarikan nafasnya. Susan hafal betul siapa orang di belakang tubuhnya. Sontak Susan melepaskan diri dari pelukannya.
"Ed! Apa yang kau lakukan?" Susan melototkan kedua matanya.
"Aku hanya merindukan mu."
"Jangan pernah menyentuh ku!"
"Kenapa?" Edward berjalan mendekati Susan. "Setelah ku pikir-pikir, sepertinya kau marah pada ku bukan hanya karena video panas itu. Tapi kau marah karena aku tidak pernah menyentuhmu seperti di video. Jadi.. Mari lakukan sekarang!" Kata Edward.
Susan mulai panik mendengar perkataan Edward. Dia melangkah mundur beberapa langkah di ikuti oleh Edward.
Wajah Edward terlihat sangat ingin menikmati Susan saat itu. Tatapan matanya tajam dan sesekali melihat ke arah milik Susan.
"Kau cantik sekali malam ini!" Kata Edward membelai rambut Susan.
Susan langsung menepisnya dan ingin segera kabur. Namun gerakan Edward begitu cepat, dia langsung menahan Susan. Memegang kedua lengan Susan dengan kuat.
"Edward, lepaskan!" Kata Susan mulai ketakutan. Karena dia tak pernah melihat Edward seperti ini sebelumnya.
"Kita mulai dari mana?" Kata Edward menyeringai.
"Lepass! Aliceeee!!" Teriak Susan berusaha memanggil Alice.
Bukannya ketakutan Edward malah tersenyum sinis. Susan memang belum tau Alice adalah orang suruhannya untuk menjadi bodyguard pribadi Susan. Bahkan sekarang Alice yang sedang berjaga di depan pintu dapur agar tidak ada orang yang masuk kesana.
Dengan cepat Edward membalikkan tubuh Susan hingga telungkup di meja dapur. Edward menarik kedua tangan Susan ke belakang. Membuat kuncian kuat hingga Susan tak dapat berkutik.
"Edward!!! Lepass!! Tolongggg!!” Susan berteriak.
Edward tak menghiraukan teriakan Susan. Dia memasukkan tangannya ke dalam dress Susan. Dengan cepat menyingkap segitiga bermuda itu dan memasukkan kedua jari besarnya ke lubang milik Susan.
" Edward stoppp!!”
Edward makin bersemangat mendengar teriak Susan. Dia makin mempercepat gerakan jarinya di dalam sana.
"Sakit, Ed!!"
"Aarrggg stopp!! Kau memang badjingan!!"
"Sakit, Ed! Satu jari saja!" Susan keceplosan. Dia langsung menyadari apa yang dia katakan.
Edward malah terlihat seperti setan yang sedang menikmati perbuatannya.
"Apa Peter juga sering melakukan ini pada mu?" Edward memasukkan kedua jari besarnya dengan satu hentakan. Membuat Susan menjerit kesakitan.
"Bagaimana bisa orang lain yang menikmati diri mu, sedangkan aku yang menjaga mu dari dulu? Aku juga selalu menahan diri setiap bersama mu agar kau tetap virgin saat menikah dengan ku. Tapi kau malah menikah dengan Peter!" Edward menarik medua jarinya keluar.
Susan yang kesakitan sontak berusaha keras untuk kembali berdiri. Dia merasa miliknya terasa sakit karena Edward memasukkan kedua jari besarnya.
Susan segera membalikkan tubuhnya. Takut jika Edward akan melecehkannya lagi. Matanya menatap Edward dengan penuh kebencian.
Edward malah memprovokasi Susan. Dia memperlihatkan kedua jarinya yang sudah basah karena cairan milik Susan. Lalu memasukkan kedua jarinya ke dalam mulutnya sendiri, menjilatnya hingga bersih. Susan yang melihat itu terbakar emosinya.
"Hmm.. Ternyata kau seenak ini. Aku jadi iri pada Peter yang bisa menikmati diri mu setiap hari." Kata Edward.
Susan tiba-tiba teringat malam panasnya yang gagal dengan Peter. Gara-gara bekas cupang yang ada di belakang telinganya.
"Kau memang ibliss, Ed!" Susan berjalan menjauh menuju pintu.
"Ingat, Susan! Tetaplah diam! Karena aku sudah menepati janji ku pada mu, aku sudah memperlancar jalan Peter untuk proyek yang sedang dia survei." Kata Edward mengingatkan.
Susan berhenti melangkah. Perasaan berkecamuk di dadanya semakin menjadi-jadi.
"Dan ada bom kecil di mobil Peter!" Edward mulai mengancam.
Susan akhirnya tak tahan. Air mata yang sedari tadi tertahan di pelupuk matanya akhirnya jatuh juga.
"15 menit lagi dia akan datang. Jadi, bersihkan diri mu, kau sangat basah!" Edward kembali menjilati kedua jarinya.
Susan yang sudah di tumpuk amarah langsung menghampiri Edward, menamparnya dengan keras dan langsung pergi dari dapur.
Bersambung...