NovelToon NovelToon
KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Ketua OSIS yang baik hati, lemah lembut, anggun, dan selalu patuh dengan peraturan (X)
Ketua OSIS yang cantik, seksi, liar, gemar dugem, suka mabuk, hingga main cowok (✓)

Itulah Naresha Ardhani Renaya. Di balik reputasi baiknya sebagai seorang ketua OSIS, dirinya memiliki kehidupan yang sangat tidak biasa. Dunia malam, aroma alkohol, hingga genggaman serta pelukan para cowok menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.

Akan tetapi, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat saat dirinya harus dipaksa menikah dengan Kaizen Wiratma Atmaja—ketua geng motor dan juga musuh terbesarnya saat sedang berada di lingkungan sekolah.

Akankah pernikahan itu menjadi jalan kehancuran untuk keduanya ... Atau justru penyelamat bagi hidup Naresha yang sudah terlalu liar dan sangat sulit untuk dikendalikan? Dan juga, apakah keduanya akan bisa saling mencintai ke depannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tidur Bersama

Happy reading guys :)

•••

“Desain interior kamarnya boleh juga … aku yakin pasti ini juga ada campur tangan mama. Soalnya cuma mama yang selalu tahu beberapa warna dan desain kesukaanku.”

Naresha melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar utama mewah berukuran besar yang didominasi oleh perpaduan warna putih-hitam, dengan pencahayaan sangat terang dari lampu gantung kristal. Ia mengamati sekeliling ruangan, benar-benar merasa sangat familiar dengan semua hal yang berada di dalam sana—mulai dari warna dinding, lampu, posisi tempat tidur, posisi meja rias, dan masih banyak lagi.

Beberapa detik berlalu, saat sedang asyik mengamati sekeliling ruangan, bola mata Naresha tiba-tiba saja terhenti dan terpaku pada sebuah benda yang tergeletak di atas meja rias.

Merasa penasaran, Naresha secara perlahan-lahan mulai melangkah mendekat, lalu mengambil sebuah kalung berbandul matahari yang telah mencuri perhatiannya.

“Keren juga ini kalung … by the way, ini punya siapa, ya? Apa punya si Kaizen?” gumam Naresha, mengangkat kalung itu tinggi-tinggi, lantas mengamatinya dari arah bawah seraya tanpa sadar telah mengukir senyuman tipis penuh akan arti, “Kayaknya ini cocok, deh, kalau aku pake … tapi kalau ini beneran punya Kai … amit-amit, deh.”

Saat sedang berfokus mengamati kalung berbandul matahari itu, Naresha spontan melebarkan mata sempurna ketika tiba-tiba saja mendengar suara berat milik Kaizen dari arah pintu masuk kamar.

“Lagi ngapain lu?” tanya Kaizen dengan sangat datar, melangkahkan kaki mendekati tempat Naresha berada sambil membawa dua koper berukuran sangat besar.

Naresha berdeham pelan, dengan gerakan sangat cepat segera menaruh kembali kalung itu ke tempat semula, lalu melipat kedua tangan di depan dada dan mengalihkan pandangannya ke arah Kaizen dengan tatapan sangat datar—tanpa memberikan jawaban atas pertanyaan yang telah dilontarkan.

Kaizen menghentikan langkah kaki tepat di hadapan Naresha, mengamati wajah cantik cewek yang telah sah menjadi istrinya itu, sebelum pada akhirnya mengalihkan pandangan ke arah belakang—ke arah meja rias berukuran besar yang sangat mirip dengan milik sang kakak ipar.

“Ini, kan ….” Kaizen melepaskan pegangannya pada dua koper yang telah dirinya bawa, lalu segera mengambil sebuah kalung berbandul matahari yang begitu sangat ia kenali di atas meja rias itu. “Sumpah, ini masih ada … gue kira udah hilang sejak dia pergi ….”

Mendengar gumaman serta melihat wajah Kaizen yang tiba-tiba saja mengukir senyuman manis penuh kebahagiaan, Naresha sontak mengangkat alis kanannya—merasa sedikit heran dan penasaran dengan asal-usul kalo nggak yang tadi sempat menarik perhatiannya.

Naresha tiba-tiba saja ber- ‘oh’ ria, seraya merapikan dan menyelipkan beberapa helai rambut yang sedikit berantakan ke belakang telinga. “Ternyata itu kalung punya lu … hampir aja gue buang karena ganggu pemandangan.”

Kaizen seketika menoleh dengan sangat cepat, tetapi alih-alih marah karena mendengar perkataan Naresha, ia justru tertawa kecil dan segera mengenakan kalung itu—entah karena merasa sangat senang karena pada akhirnya bisa mendapatkan kalung itu lagi, atau karena memang dirinya tidaklah terlalu mengambil pusing perkataan sang istri.

Kening Naresha sontak mengerut sempurna kala melihat reaksi yang sedang Kaizen tunjukan, lantaran cowok itu tidak biasanya hanya diam ketika dirinya melontarkan kata-kata pedas seperti beberapa detik lalu.

“Aneh banget … sesenang itu, kah, dia sama itu kalung? Sampai nggak punya tenaga buat debat atau marah sama kata-kataku,” batin Naresha, pandangannya tidak teralihkan sedikit pun dari wajah tampan Kaizen yang sedang mengukir senyuman manis.

Kaizen berdeham pelan setelah menyembunyikan kalung berbandul matahari itu di dalam kemeja berwarna putih yang masih dirinya kenakan. “Udah malam … Yang mau mandi duluan, lu apa gue?”

Naresha mengerjapkan mata beberapa kali, seakan sedang berusaha mencernanya pertanyaan yang telah Kaizen lontarkan—karena dirinya baru saja tersadar dari dalam alam lamunan. “Eh … Eh! Kita tidur bareng! Nggak, nggak, nggak! Gue nggak mau tidur bareng sama lu … kalau lu mau tidur di sini, gue ke kamar yang lain aja.”

Setelah mengatakan hal itu, Naresha mengambil koper berwarna hitam berisikan barang-barang miliknya, lalu segera melangkahkan kaki untuk keluar dari dalam ruangan kamar utama. Namun, langkah kaki Naresha tiba-tiba saja terhenti, ketika Kaizen tanpa aba-aba menggenggam erat lengan kanannya.

“Lu mau ke mana? Satu-satunya kamar yang udah ada isinya cuma di sini …,” ucap Kaizen, menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi indera penglihatannya dan terus menggenggam erat lengan Naresha, “Gue, sih, nggak masalah kalau lu mau pergi dari kamar ini, tapi jangan nyalahin gue kalau badan lu nanti sakit semua gara-gara harus tidur di lantai.”

Naresha seketika menggigit bibir bawah dan mengepalkan kedua tangan sempurna saat mendengar perkataan Kaizen yang seperti disertai dengan nada ejekan. Ia mengembuskan napas panjang beberapa kali, lalu kembali menatap wajah suaminya itu dengan sangat datar dan tajam.

“Lepasin tangan gue … gue alergi disentuh sama tangan kotor lu itu,” perintah Naresha, suaranya terdengar sangat datar.

Melihat tatapan dan mendengar nada suara Naresha, Kaizen justru terkekeh pelan—seolah rasa kesal milik gadis berparas cantik itu adalah sebuah kesenangan tersendiri untuk dirinya. Ia pelan-pelan mulai melepaskan genggaman pada lengan kanan Naresha, kemudian memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana dan melihat hal apa yang akan dilakukan oleh istrinya itu.

Begitu genggaman tangan Kaizen terlepas, tanpa mengatakan apa-apa, Naresha bergegas melangkahkan kaki mendekati lemari pakaian berukuran besar yang berada di sisi kanan kamar. Ia menaruh koper miliknya di depan sana, sebelum pada akhirnya berjalan menuju pintu masuk kamar mandi berada.

“Jangan ngintip … sekali aja lu punya niatan itu, habis lu di tangan gue, Kaizen!” ancam Naresha, memberikan tatapan membunuh ke arah Kaizen sebelum menutup pintu kamar mandi dengan cukup kasar.

Bukannya merasa takut, Kaizen justru terkekeh pelan saat mendengar ancaman yang telah Naresha berikan. Ia melangkahkan kaki mendekati lemari pakaian, menaruh koper miliknya di samping kanan koper Naresha berada, lalu segera naik ke atas kasur guna mengistirahatkan tubuhnya yang sudah sangat lelah pada hari ini.

“Ini baru permulaan … kesenangan sebenernya baru akan dimulai besok pagi … stay tune, Naresha Ardhanari Renaya.”

•••

Suara pintu masuk ruangan kamar mandi secara perlahan-lahan mulai terbuka, menampilkan sosok Naresha telah kembali segar dengan mengenakan handuk kimono berwarna putih pada tubuh indahnya.

Naresha melangkah keluar seraya sedikit mengerutkan kening kala melihat Kaizen telah terlelap di atas tempat tidur berukuran king size—yang juga akan menjadi tempat tidurnya mulai malam hari ini.

Akan tetapi, itu tidak berlangsung lama, karena sebuah senyuman tipis penuh akan arti mulai menghiasi wajah cantik Naresha. Ia segera mengambil salah satu piyama tidur favoritnya dari dalam koper—piyama pendek berwarna hitam yang sangat nyaman untuk dikenakan.

Beberapa menit berlalu, setelah selesai mengenakan piyama tidur, Naresha berjalan mendekati tempat Kaizen berada sekarang, lantas mendudukkan tubuh di sisi kiri ranjang sambil mengambil eyeliner dari dalam tas make-up nya.

“Nih, ya, pelajaran pertama karena udah seenaknya ngikat gue jadi istri lu,” gumam Naresha, dengan senyuman penuh kemenangan muka menggambar kumis dan alis sambung di wajah Kaizen.

Saat Naresha masih sangat asyik menggambar di wajah Kaizen, ia spontan membelalakkan mata sempurna dengan tubuh menegang seketika, kala secara tiba-tiba saja perut rampingnya mendapatkan pelukan sangat erat dari cowok yang telah sah menjadi suaminya itu.

Naresha pelan-pelan mulai menunduk, melihat Kaizen yang sekarang sudah berpindah ke atas pangkuannya dan semakin mengeratkan pelukan pada perut rampingnya.

“Dia pura-pura tidur, kah?” batin Naresha, melihat mata Kaizen yang masih menutup, tetapi dirinya dapat merasakan bahwa pelukan cowok itu semakin bertambah erat. Ia mengembuskan napas panjang beberapa kali, lantas mulai memberikan tepukan cukup kencang di kedua pipi sang suami, “Kai, bangun … gue tahu lu lagi pura-pura tidur, kan? Bangun nggak! Sebelum gue bikin lu jadi kanvas hidup buat latihan makeup special effect gue!”

Tepukan Naresha semakin kencang dan cepat, nyaris seperti tamparan kecil yang dilandasi dan dipenuhi oleh emosi. Namun, Kaizen masih bergeming—seakan dirinya tidaklah mendengar atau merasakan semua tepukan yang telah Naresha berikan. Padahal kedua pipi putihnya sudah mulai berubah menjadi merah.

Sekitar satu menit berlalu, Naresha menghentikan tepukannya ketika menyadari bahwa wajah Kaizen sudah sangat merah, tetapi cowok itu masih terus menutup mata. Ia mengembuskan napas panjang beberapa kali, di dalam mulai merutuki diri sendiri karena telah memiliki ide jahil seperti tadi.

“Argh, kenapa malah jadi kayak gini, sih? Kalau kayak gini … gimana aku cara tidurnya? Aku gerak aja nggak bisa ….” Naresha tiba-tiba saja menggerakkan kedua tangan, berusaha menurunkan kepala dan melepaskan pelukan yang sedang diberikan oleh Kaizen. Namun, itu sia-sia, karena tenaga serta kekuatannya tidaklah sebanding dengan suaminya itu. “Naresha dodol … malam ini berarti mau nggak mau … aku harus tidur dalam posisi duduk kayak gini? Argh, kenapa, sih! Aku padahal cuma mau balas dendam aja, loh … tapi kenapa malah harus susah kayak gini? Kenapa?”

Beberapa menit berlalu, setelah kehabisan tenaga serta ide untuk melepaskan diri dari pelukan Kaizen, Naresha pada akhirnya menyerah dengan keadaan. Ia menyandarkan punggung ke headboard kasur, menatap langit-langit kamar sejenak sebelum pada akhirnya mulai menutup mata.

“Tunggu pembalasan gue besok, Kai … Gue pastiin lu nyesel karena udah bikin gue nggak bisa tidur dengan tenang sekarang.”

To be continued :)

1
Vlink Bataragunadi 👑
what the..., /Shame//Joyful//Joyful//Joyful/
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha puas bangett akuu/Joyful//Joyful//Joyful/
Musoka: waduh, puas kenapa tuh 🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha Reshaaaa jangan remehkan intuisi kami para orang tua yaaaaa/Chuckle//Chuckle/
Musoka: Orang tua selalu tahu segalanya, ya, kak 🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
ada ya yg ky gini/Facepalm/
Musoka: ada, dan itu Resha 🤭🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
gelooooo/Facepalm/
Musoka: gelo kenapa tuh kak 🤭🤭🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!