NovelToon NovelToon
Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Berondong / Time Travel / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Amanda Ricarlo

Dara sebagai pelatih Taekwondo yang hidupnya sial karena selalu diteror rentenir ulah Ayahnya yang selalu ngutang. Tiba-tiba Dara Akan berpindah jiwa raga ke Tubuh Gadis Remaja yang menjatuhkan dirinya di Atas Jembatan Jalan Raya dan menimpa Dara yang berusaha menyelamatkan Gadis itu dari bawah.

Bagaimana Kelanjutannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda Ricarlo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa Pria itu?

Setelah bertarung habis-habisan dengan tumpukan pelajaran yang seakan tak mengenal ampun, akhirnya bel istirahat pertama berdentang, menggema di setiap sudut bangunan sekolah seperti lonceng pembebasan dari medan perang. Satu per satu murid bangkit dari bangkunya ada yang langsung berhamburan menuju kantin seperti baru saja dibebaskan dari kurungan, ada yang memilih sekadar keluar kelas untuk menghirup udara segar, dan ada pula yang asyik berkumpul di pojokan lorong, tertawa lepas tanpa beban.

Namun tidak dengan Lesham.

Gadis itu tetap diam di tempatnya, duduk tenang di bangku paling belakang kelas dengan postur tubuh yang tegak, namun pandangan matanya sibuk menjelajahi setiap wajah di ruangan itu. Seolah-olah ia sedang mencari sesuatu. Atau lebih tepatnya, seseorang.

Dari balik layar ponselnya, ia kembali membuka pesan anonim yang kemarin ia terima. Isinya masih sama, tapi efeknya masih menghantui.

“Berhati-hatilah pada Evelyn. Dia tidak sebaik yang kau kira.”

Hanya satu kalimat, namun cukup untuk membuat pikirannya tidak tenang sejak pagi tadi. Siapa pengirim pesan itu? Kenapa dia begitu yakin untuk memperingatkan Lesham? Apakah dia salah satu teman sekelasnya? Atau justru seseorang yang tak ia sadari selama ini, diam-diam memperhatikannya dari kejauhan?

Lesham menghela napas pelan. Ia bahkan belum sempat menyentuh makanan ringan yang disiapkan pembantunya tadi pagi. Perutnya masih terasa kenyang, meski entah karena makanan atau karena rasa was-was yang terus menempel di dadanya.

Baru saja jemarinya bersiap mengetik balasan untuk Kai, langkah kaki tiga gadis berhenti tepat di hadapannya. Suasana mendadak menjadi berat, seperti udara tiba-tiba dipenuhi tekanan yang tak terlihat.

Lesham mendongak perlahan. Di hadapannya, tiga wajah gadis yang merasa dirinya paling unggul, paling cantik, paling berkuasa, dan sayangnya... paling menyebalkan.

Tatapan mereka tajam dan sinis, seolah kehadiran Lesham telah mengotori dunia kecil mereka yang dipenuhi drama dan pujian palsu.

Tanpa aba-aba, salah satu dari mereka membuka kotak susu rasa vanila, lalu menyiramkan isinya tepat ke atas kepala Lesham. Cairan dingin itu mengalir pelan, merembes dari rambut, menyusuri pelipis dan pipi, hingga menetes ke seragam sekolahnya. Bau manis susu basi menyelimuti udara.

Lesham memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam. Bukan karena takut. Tapi karena menahan dorongan besar dalam dirinya untuk membalas. Ini belum waktunya. Belum saatnya ia menunjukkan siapa dirinya sebenarnya.

“Berapa kali si pelacur ini pindah sekolah, sih? Apa dia punya seribu wajah? Hahaha!”

Tawa mereka meledak seirama, seperti lolongan serigala lapar yang baru saja menjatuhkan mangsanya. Namun Lesham hanya menatap mereka satu per satu. Tatapannya tajam, dingin, dan penuh tekanan. Pandangan yang membuat tubuh orang lain bisa membeku hanya dengan sorot mata.

“Hei,” ucap Lesham dengan suara pelan, tapi begitu padat makna.

Ketiga gadis itu menoleh dengan cepat, seolah tak percaya orang yang mereka hina baru saja membuka suara. Salah satu dari mereka, gadis berambut panjang dengan wajah penuh make-up tipis, melipat tangan di dada dan mendengus.

“Lihat deh, sok banget sih. Lo tuh udah jelas-jelas lemah, lugu, dan bego. Jangan sok-sokan jadi jagoan deh, bisa apa sih lo?”

Lesham menyunggingkan senyum tipis, senyum yang bukan berarti manis, tapi lebih kepada sindiran halus yang menggores ke dalam.

“Lemah? Lugu? Bego?” Lesham menaikkan alisnya pelan. “Lucu ya, yang kalian bilang lemah justru berhasil dapat nilai tertinggi di ujian tadi pagi. Dan yang katanya bego… malah mengalahkan kalian semua.”

Tatapannya menusuk.

“Mungkin sekarang waktunya kalian bertanya pada diri sendiri, siapa sebenarnya yang bodoh di sini.”

Wajah gadis itu seketika memerah. Emosi membakar dirinya, dan ia tak lagi bisa menahan tangannya yang terangkat tinggi, hendak menampar Lesham. Namun gerakannya tertahan di udara. Dalam sekejap, pergelangan tangannya sudah dicengkeram erat oleh Lesham. Cengkeraman itu begitu kuat hingga membuatnya meringis kesakitan.

“Sakit! Lepas!” teriaknya panik.

Lesham menatapnya dingin, sebelum melepaskan tangannya dengan kasar. Gadis itu terdorong sedikit ke belakang dan langsung disambut tatapan heran teman-temannya.

“Dasar Cewek kotor! Berani-beraninya lo nyakitin gue!”

Lesham berdiri pelan. Tatapannya tetap datar, namun aura di sekitarnya berubah tajam dan mengancam.

“Aku hanya ingin belajar dengan tenang. Tapi kalau kau atau temanmu berani mengganggu hidupku lagi, jangan salahkan aku kalau tangan kalian benar-benar akan aku patahkan hingga berkeping-keping”

Lesham mendekat, hingga jarak wajah mereka hanya sejengkal. “Jangan anggap aku seperti Lesham yang dulu. Dunia ini terlalu kejam untuk dihadapi dengan kelemahan.”

Kedua temannya mundur beberapa langkah. Salah satu dari mereka berusaha menahan napas saat Lesham menepuk-nepuk pelan lengannya.

“Kau tidak ingin menjadi seperti dia, bukan? Sayangi tanganmu. Sayangi dirimu. Sebelum aku yang menyakitinya.”

Sebelum melangkah pergi, Lesham sempat menoleh sebentar dan berkata dengan nada datar namun penuh penekanan, “Dan satu hal lagi. Jangan panggil aku dengan ‘lo’ atau ‘gue’. Kita tidak seakrab itu.”

Lesham pun meninggalkan kelas, membiarkan suasana menjadi hening. Seluruh murid yang melihat hanya bisa saling berbisik. Mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang berubah dari gadis itu. Lesham yang dulu tidak akan berani bicara, apalagi melawan. Lesham yang sekarang… lebih tajam, lebih kuat, lebih menakutkan.

Bukan lagi Lesham. Tapi Dara, dalam tubuh Lesham.

Bosan berada di kelas yang dipenuhi drama murahan dan tatapan memuakkan, Lesham memilih berjalan menyusuri lorong sekolah. Pikirannya masih tertuju pada pesan misterius itu. Siapa yang mengirimnya? Dan apa maksudnya memperingatkan soal Evelyn?

Saat ia tengah menunduk menatap layar ponsel, tubuhnya bertabrakan dengan seseorang. Bahu tegap pria itu menghantamnya cukup keras hingga nyaris membuat ponselnya terlepas dari tangan.

“Oh Maaf, aku tidak melihat jalan” ucap Lesham buru-buru, menoleh sekilas lalu melanjutkan langkah tanpa menoleh lagi.

Namun pria itu tidak beranjak. Ia tetap berdiri di tempat, menatap punggung Lesham yang kian menjauh. Tatapannya dalam, penuh rasa yang sulit diungkapkan. Campuran antara keterkejutan, kerinduan, dan sesuatu yang belum tersampaikan.

Tak lama, Lesham sudah berada di atap sekolah. Angin sore berembus pelan, dan langit biru tampak luas tak bertepi. Ia duduk santai di bangku kayu, menyandarkan tubuhnya sambil membuka percakapan dengan Kai.

Bagaimana sekolah pertamamu?

"Hari ini adalah hari sial. Salah satu murid menyiram kepalaku pakai susu. Menjijikkan."

"Hahaha... sangat lucu."

"Kau bilang lucu? Mau aku patahkan tulang-tulangmu?"

"Aku hanya bercanda. Sabar. Dunia sekolah nggak seindah masa Lesham yang dulu. Ini mungkin perasaan yang dulu dia alami."

"Aku tadi hampir mematahkan tangannya. Tapi… entahlah. Aku masih punya sedikit rasa kasihan".

"Astaga… kau memang gila. Tapi bagus. Dia pantas menerimanya."

Tiba-tiba, ada suara dari belakang.

“Lesham.”

Lesham langsung menoleh. Di sana, berdiri pria yang tadi ia tabrak di lorong. Sosoknya menjulang tinggi, dengan tubuh tegap dan sorot mata yang tajam namun dalam. Seperti seseorang yang sudah lama menunggu kesempatan ini.

“Ada apa?” tanya Lesham tanpa basa-basi.

Pria itu menatapnya lama, seolah ingin memastikan sesuatu.

“Kau... tidak mengenaliku?”

Lesham mengernyitkan dahi. “Haruskah aku mengenalmu?”

Senyuman tipis terbit di wajah pria itu. Tapi senyuman itu lebih dekat pada kesedihan daripada kebahagiaan. Matanya tampak kecewa, tapi juga penuh kerinduan.

“Apa kau benar-benar tidak mengingatku… sama sekali?”

Diam.

Tatapan mereka bertemu.

Dan untuk sesaat, dunia terasa berhenti.

Siapa dia?

Kenapa sorot matanya terasa begitu familiar?

Apakah dia... bagian dari masa lalu Lesham?.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!