Aurelia... seorang wanita cantik yang selalu hidup dengan penuh kesederhanaan, dia hidup bersama ibu dan juga neneknya di dalam kesederhanaan.
walaupun banyak cobaan yang datang, aurelia tidak patah semangat dalam menapaki kehidupan yang penuh liku. sampai pada akhirnya dia bertemu dengan seorang laki laki tampan yang membuat hatinya terpatri akan nama dan wajah tampan laki laki tersebut, akankah kisah aurelia akan berakhir bahagia...? jika penasaran dengan cerita ini...? ikuti ceritanya dari awal sampai akhir yaa... selamat membaca…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_1411, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarapan untuk Yudistira.
Yudistira yang baru saja sampai di apartemennya melihat teman temannya terlihat asik sedang mabar di ruang tengah, eric yang melihat Yudistira yang baru saja datang segera menyapanya.
“Gue kira lo nginep yud,” seketika mendengar ucapan eric, edo, Adrian, dan juga Evan menoleh ke arah Yudistira.
“Ada kejadian yang buat gua harus membatalkan kerumah alisa.” Yudistira merebahkan tubuh lelahnya di sofa.
“Jangan jangan lo ketemu cewek yang cantiknya melebihi alisa.” Ucap asal Edo.
“exactly right…” Yudistira menjentikkan jarinya, dia segera duduk menghadap ke arah Edo.
“Gila lo ya… kalau alisa tahu bisa habis tuh cewek, lo tahukan kalau alisa itu cinta banget sama lo yudis.” Eric yang di kenal duta kesucian mengingatkan Yudistira.
“Main belakang lah, yang penting langkah aman.” Timpal Adrian yang terkenal dengan sifat play boy nya.
“Eh guys, gimana kalau kita malam ini party di tempat biasa.” Ajak Yudistira yang merasakan hatinya tengah berbunga bunga Karen pertemuannya dengan aurel tadi.
“Oke siap, gaaasss….” Ucap ke empat orang di depan yudis kompak.
Dengan mengendarai motor mereka masing masing akhirnya mereka menuju ke bar langganan mereka biasa bersenang senang, gerimis yang mulai turun tidak menyurutkan laju motor mereka.
...****************...
Pagi harinya tepat pukul lima aurel terjaga, dia menatap jam di handphone miliknya.
“Huh… sudah pagi aja, ssstttt…. Sakit banget sih, aduh gimana aku mau berangkat kuliah kalau sakit gini.” Aurel menggerutu merasakan sakit di area kaki dan tangannya.
Aurel bangun perlahan menuju ke kamar mandi, walau langkahnya pelan dan berhati hati akhirnya di sampai di depan kamar mandi. Aurel segera membersihkan diri, dia sudah terbiasa melakukannya.
Sedangkan di dapur terlihat oma ana dan juga aulia sudah selesai menyiapkan sarapan untuk mereka, saat menatap sanwich di atas meja makan terdengar langkah aurel yang baru saja keluar dari kamarnya.
“Kamu mau berangkat ke kampus rel…?” Tanya aulia terlihat kawatir dengan aurel.
“Iya ma, aku nanti berangkat bareng cak sono. Sepertinya dia akan ke sini menjemputku.” Aurel mendudukkan diri ke kursi tempat biasa dia makan.
“Syukurlah, mama merasa berhutang budi dengan angga. Selama ini dia selalu membantu kamu dan juga keluarga kita, mama berharap angga bisa menjadi menantu mama kelak.”
Decakkan kasar terdengar dari aurel, dia tidak suka jika aulia membahas masalah itu lagi. Aurel selama ini belum bisa membuka hati untuk laki laki manapun, Karena hatinya sudah tertaut dengan pangeran yang dulu telah menolongnya.
“Jangan bilang kamu masih berharap ketemu dengan pangeran masa kecilmu itu, udah lah rel. Cintamu itu adalah cinta monyet, bisa jadi pemuda dulu yang nolong kamu itu sudah menikah atau sudah punya pacar.”
Aulia sengaja mematahkan hati aurel, berharap aurel akan melepaskan cinta masa lalunya.
“Nggak ma, jangan ngomong kayak gitu ah… bagaimanapun aku ingin ketemu sama orang itu, ada suatu benda yang harus aku kasihkan ke dia”
Aulia mengeryit heran menatap aurel, oma ana yang tahu benda apa yang di maksud aurel segera menimpali ucapan cucu kesayangannya.
“Kalung yang ada fotonya itu ya, oma pernah melihatnya waktu di kamar kamu.” Oma ana duduk di samping aurel.
“Iya oma, kalau saja kelak aku bertemu dengan dia, aku ingin kasihkan barang milik dia.”
“Misalkan cowok itu udah punya pacar, apa kamu akan siap melepaskan perasaan kamu itu.” Aulia sengaja mengatakannya, dia ingin tahu apa yang akan aurel ucapkan.
“Iya ma, aku akan mengikhlaskan nya.”
“Tapi apa kamu masih ingat bagaimana wajah pemuda itu…?” Ucap oma ana penasaran.
Aurel menggelengkan kepalanya mantap, helaan nafas terdengar dari oma ana dna juga aulia. Mereka merasa kesal dan juga kecewa dengan aurel, bisa bisanya aurel sudah lupa bagaimana rupa pemuda yang menolongnya dulu.
“Udah iklasin aja, nggak usah berharap. Lebih baik kamu menatap ke depan jangan ke belakang, tuh angga juga tampan walau dia dari keluarga yang sederhana. Tapi tidak masalah, mama akan menerima keadaannya. Apalagi angga tampan dna juga baik hati.”
Aurel kesal dengan ucapan mamanya yang sepertinya mengentengkan perasaannya.
“Memang mama tahu dari mana jika angga dari keluarga yang sederhana…?” Aurel melihat ke arah aulia.
“Ya… mama asal tebak aja, soalnya dia kos dan tidak tinggal di rumah mewah.”
Aurel mengesankan kepalanya, dia memilih menikmati sarapan paginya tanpa mau menjawab ucapan aulia.
“Setelah ini oma dan mama kamu akan ke toko, kamu di rumah sendiri nggak apa apa kan.”
“Iya oma,”
Aulia yang sudah selesai segera bersiap, oma ana yang melihat putrinya sudah siap segera mengikutinya setelah berpamitan dengan aurel.
“Aurel….” Teriak aulia dari teras.
“Iya ma…”
“Tuh si angga datang, mama sama oma berangkat dulu ya.”
“Iya… hati hati…”
Angga yang baru saja datang segera memberikan salam ke oma ana dan juga aulia, setelahnya dia segera masuk setelah mengetahui jika tadi malam aurel kecelakaan dari aulia.
“Aurel…” seru angga terdengar panik.
“Apa sih cak…” jawab aurel kesal mendengar suara panik angga.
“Kamu tidak apa apa…? Kata tante kamu kecelakaan tadi malam.”
“Aku tidak apa apa, cuma lecet doang.” Jawab aurel sambil memasukkan sanwich di kotak bekal miliknya, angga yang melihatnya mengeryit heran.
Tidak bisanya aurel membawa bekal, biasanya dia akan makan di kantin bersama angga.
“Kamu bawa bakal, apa kamu belum sarapan.” Tanya angga heran.
“Pengen aja, yuk ah kita berangkat sekarang.” Aurel menggandeng tangan angga, dia sengaja melakukannya karena langkahnya terasa sedikit kesusahan.
“Aku gendong aja ya, sepertinya sakit.” Tawar angga melihat langkah pelan aurel.
“Nggak… aku masih bisa jalan.” Tolak aurel sambil mengeratkan pegangan tangannya.
“Tahu kayak gini aku bawa mobil aja tadi.” Ucap angga tanpa sadar, aurel melirik tajam ke arah angga. Dia penasaran apa memang angga punya mobil, bagaimana bisa angga berkata seperti itu.
“Kamu punya mobil…?” Tanya aurel cepat.
“Emmm…anu… pinjam temanku maksudku.” Angga terlihat salah tingkah dengan pertanyaan aurel.
“Kita berangkat sekarang ya, kamu bisa naik motor kan.”
Aurel mengangukan kepalanya, mereka segera berangkat ke kampus bersama. Sengaja angga menjalankan motornya sedikit pelan, dia takut jika aurel merasa kesakitan.
“Cak, motor kamu kenapa… kog jalannya kayak siput sih.” Aurel kesal melihat beberapa motor yang terlihat sudah mendahuluinya.
“Aku takut kamu merasa kesakitan nanti jika aku percepat laju motornya.”
“Ck… bisa cepat dikit nggak, atau biar aku yang depan aja.”
Mendengar permintaan aurel, angga menambah kecepatan motornya. Dia tidak mau jika aurel ngambek dan berakhir seperti dulu, aurel yang berada di depan dan dia yang mengalah di boncengkan aurel.
“Nah begini baru yang aku mau.” Aurel mengeraskan suarnya agar angga mendengarnya.
Tanpa mereka sadari Yudistira yang berada di belakang aurel dan angga dari tadi segera mengikuti mereka, apentah kenapa perasaan angga menjadi kesal melihat keakraban aurel dan angga.
Angga segera memarkirkan motornya di tempat parkir khusus mahasiswa, sedangkan aurel segera turun dan menunggu angga.
“Angga…” sapa teman angga yang bernama Tio.
“Hei Tio, gimana…?” Tanya angga melihat Tio mendekat.
“Hei rel, boleh pinjam Angga ya sebentar nggak.” Senyum tengil Tio terlihat oleh aurel yang tersenyum membalas sapaan Tio.
“Silahkan, bawa pulang juga boleh.”
Angga berdecak kesal dengan lelucon garing aurel, Tio segera merangkul pundak angga menjauh dari aurel.
melihat angga dan Tio menjauh aurel melangkah ke ruang kelasnya, tapi langkahnya terhenti ketika ada yang tiba tiba memanggil namanya.
“Aurelia…” suara berat milik seorang pria di belakang aurel membuat aurel menoleh kebelakang.
“Yudistira…”
“Iya aku Yudistira, mana sarapan milikku.” Tangan Yudistira terulur meminta sarapan miliknya seperti kesepakatan mereka kemarin.
Aurel segera membuka tasnya dan menggambil bekal makanan yang tadi dia siapkan bersama tumbler yang berisi susu hangat untuk Yudistira, senyum mengembang terlihat di wajah tampan Yudistira.
Aurel dengan cepat mengalihkan wajahnya menatap ke arah samping, dari pada dia menatap wajah tampan Yudistira yang menghipnotisnya.
“Good gril… besok jangan lupa bawakan aku sarapan lagi, oke….” Yudis mengerlingkan satu matanya ke arah aurel, dengan kesal aurel melirik tajam ke arah Yudistira yang akan pergi.
“Oh iya, jangan lupa obatnya di minum.” Ucap Yudistira sambil meninggalkan aurel yang masih berdiri mematung.