menceritakan kisah seorang pemuda yang menjadi renkarnasi seorang lima dewa element.
pemuda itu di asuh oleh seorang tabib tua serta di latih cara bertarung yang hebat. bukan hanya sekedar jurus biasa. melainkan jurus yang di ajarkan adalah jurus dari ninja.
penasaran dengan kisahnya?, ayo kita ikuti perjalanan pemuda tersebut.!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Igun 51p17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 20
Satu sosok tua duduk diam di dalam ruangan pribadinya, kepalanya tertunduk lalu perlahan mendongak ke langit langit ruangan itu dengan tatapan redup. Matanya tampak berkerut, menembus ke dalam misteri yang selama ini tersimpan rapat. misteri yang kini mulai terbuka oleh kehadiran seorang pemuda.
Ki Kurawa.. begitulah orang orang menyebut namanya, ketua Perguruan Jaya Abadi.
Ki Kurawa sangat penasaran dengan sosok pemuda yang bernama Bayu Wirata. “Siapa sebenarnya pemuda itu? Pusaka kecil yang beratnya tak tertandingi bisa dia angkat seperti mainan. Apakah ia benar benar memiliki kemampuan istimewa?” gumam Ki Kurawa, alisnya mengerut lebih dalam, menggebu oleh rasa ingin tahu.
Tiba tiba, terdengar keributan yang menggema dari halaman perguruan, suaranya menusuk ke dalam ketenangan ruang itu.
“Apa lagi nih?” Ia menghela napas panjang, enggan bangkit karena hal seperti ini sudah biasa baginya, dengan teriakan murid murid yang saling berlomba keras setiap harinya.
Namun, pikirannya tiba tiba tertuju kepada pemuda yang bernama Andi Mahesa. Lalu ia memaksa diri untuk beranjak berdiri, menggerakkan tubuhnya berjalan ke arah suara, sedikit terpacu oleh perasaan ingin tahu yang sulit diabaikan.
"Jangan jangan pemuda itu adalah bahan keributan mereka" gumam Ki Kurawa sembari membuka pintu ruangannya. Lalu berjalan lurus ke depan.
Hingga pada saat Ki Kurawa sudah keluar. Ia langsung menuju halaman perguruan dan melihat satu kerumunan. Akan tetapi, kerumunan itu langsung hilang seketika, para murid menepi ke pinggir lapangan, seolah memberikan ruang untuk sebuah pertarungan.
"Sepertinya akan terjadi pertarungan" gumam Ki Kurawa sembari mencari tempat yang sedikit tinggi agar dapat melihat dari belakang para murid.
Ki Kurawa sudah berdiri di tempat yang lebih tinggi, matanya tajam mengamati dua sosok yang tengah saling bersitegang di halaman perguruan.
“Sudah kuduga,” gumamnya pelan sambil menggelengkan kepala. “Pemuda itu memang jadi sumber keributan para murid di sini” lanjutnya lagi.
Memang yang sedang bertarung adalah guru pengajar dan Bayu Wirata yang di anggap murid baru oleh para murid yang ada di sana.
Tidak lama kemudian, beberapa guru pengajar mendekat ke arah Ki Kurawa dengan langkah ragu. Seorang di antaranya memberanikan diri untuk membuka suara.
“Ketua, di halaman akan ada pertarungan. Apakah kita harus menghentikannya?” tanya orang tersebut.
Ki Kurawa mengangkat tangan, kelima jarinya terbuka semua, tegak ke atas seolah memberi isyarat diam. Namun, tatapannya tetap terpaku ke arah dua orang yang siap bertarung di halaman.
“Biarkan saja mereka,” jawabnya datar tanpa menoleh. “Aku ingin melihat kemampuan pemuda itu. Dia bukan sembarang pemuda.” katanya lagi.
Suasana mendadak hening, napas mereka tertahan menunggu. Di balik sorot matanya, Ki Kurawa mengamati dengan seksama pertarungan Bayu Wirata melawan guru pengajar.
Gerakan gerakan jurus pertahanan dari pemuda itu sangat bagus. Bahkan ia juga melihat pemuda itu berhasil memukul mundur guru pengajar hanya dalam satu serangan saja.
"Dia sangat hebat. Usianya masih sangat muda. Namun bisa melawan seorang guru pengajar yang memiliki kependekaran tingkat berlian" gumam Ki Kurawa yang memuji kemampuan Bayu Wirata.
Ki Kurawa terus melanjutkan tontonannya itu. Hingga pada akhirnya, ia melihat satu momen yang cukup mengerikan. Di mana Kaki guru pengajar patah saat berbenturan dengan tinju Bayu Wirata.
Ki Kurawa menatap kejadian itu dengan mata terbelalak, napasnya tercekat oleh rasa tak percaya.
“Tidak mungkin...” desisnya lirih, seolah kata itu pun terlalu kecil untuk menggambarkan kekagetan hatinya.
Tanpa pikir panjang, dia mendesak langkah ke depan, menerobos barisan murid yang berjajar rapi, wajah mereka terpaku penuh takjub dan cemas menyaksikan pertarungan tersebut.
Saat jarak makin dekat, Ki Kurawa berdiri tepat di samping Bayu Wirata, mata tajamnya segera tertuju ke guru pengajar yang kini terkulai lemas, menahan rasa sakit di kakinya.
“Sudah cukup!” suaranya lantang dan tegas menggema, membuat suasana mencekam sejenak.
Guru itu menengadah dengan wajah penuh pengaduan, suaranya serak mengalun mengharap iba.
“Ketua... dia membuatku seperti ini.” Ada harap tersembunyi di matanya, meminta keadilan dari sosok yang dipercaya.
Ki Kurawa menatap Bayu Wirata dengan tajam, napasnya berat sebelum akhirnya melepaskan kata.
“Apa yang sudah kau lakukan?” tanyanya, nada suaranya membawa pertanyaan yang menyayat dan sekaligus menuntut kejujuran.
"Memberikan pelajaran kepada orang sombong. Yang sudah salah dalam mendidik para murid. Serta merusak citra dari seorang guru" jawab Bayu Wirata dengan santai.
"Kau adalah ketua perguruan ini, apakah kau tidak tahu jika setiap murid baru di sini akan di hadapkan dalam sebuah pertarungan yang bisa membuat mereka mengalami ketakutan dan kerugian. Dan hari ini, mereka menganggapku sebagai murid baru itu." lanjut Bayu Wirata.
Ki Kurawa mendengar apa yang di katakan oleh Bayu Wirata.
"Aku mengetahuinya. Dan aku sudah sering menegur mereka. Akan tetapi, mereka hanya berhenti sesaat. Lalu di lanjutkan kembali tanpa sepengetahuanku" jawab Ki Kurawa dengan napas yang berat. Seolah itu memang sebuah kesalahannya.
Bayu Wirata menoleh tajam ke arah Ki Kurawa, bibirnya mengerut penuh ketidakpuasan. Kepalanya bergeleng perlahan, seperti menolak sebuah kebenaran yang tak bisa diterima.
“Kau cuma menegur, bukan memberikan pelajaran kepada mereja,” suaranya menggema, penuh keberanian yang tak lagi menyisakan rasa hormat kepada ketua perguruan.
“Mereka tidak akan jera kalau hanya ditegur begitu. jiks kau sebagai ketua perguruan ini tidak berani mengambil tindakan. maka, biar aku yang jadi korban hari ini akan memberikan mereka pelajaran” lanjutnya dengan suara yang lantang, berharap di dengar oleh semua orang yang ada di sana termasuk para murid perguruan.
Kata katanya tak hanya menyentak hati, tapi juga membuat semua orang yang hadir menjadi terdiam seribu bahasa.
Tanpa menunggu jawaban lagi , Bayu Wirata melangkah kaki dengan mantap ke pinggir halaman.
Di sana, dua penjaga gerbang yang kemarin menyambut kedatangannya berdiri kaku, wajah mereka berubah pucat begitu Bayu Wirata mendekat Ke arah mereka.
Tatapan tajam Bayu Wirata penuh tekanan, menusuk ke dalam mata mereka satu per satu.
Dengan gerakan cepat, dia meraih baju kedua penjaga itu dan menariknya kasar, seolah menuntut pertanggungjawaban langsung dari mereka.
Ketegangan memenuhi udara, seperti jarum yang siap meledak. Keduanya di bawa paksa oleh Bayu Wirata menuju tempat Ki Kurawa yang sudah berjongkok di dekat guru pengajar yang sudah di kalahkan sebelumnya.
Brakk..
Bayu Wirata melemparkan dua orang tersebut ke depan dengan sangat keras. Hingga membuat keduanya mencium tanah.
"Ki Kurawa dengar ini baik baik, mereka berdua adalah akar dari masalah yang aku alami hari ini, dan mereka adalah orang orang yang akan menjadi contoh untuk memberikan efek jera kepada mereka yang akan mengulangi kesalahan mereka" kata Bayu Wirata dengan tegas.
Bammm..
Bammm..
Bayu Wirata menendang wajah dua orang tersebut secara bergantian. Hingga membuat mereka tersungkur kembali dengan cairan merah yang keluar dari mulut mereka.
Beberapa gigi mereka rontok akibat tendangan dari pemuda tersebut yang sangat keras.
Arkhh..
Mereka berdua menjerit kesakitan yang luar biasa. Sembari memegang mulunya yang terus menerus mengalirkan cairan merah.
Semua orang yang hadir di sana. Langsung membeku ketakutan ketika melihat dua rekan mereka di hajar di depan mata mereka. Akan tetapi, mereka sama sekali tidak bisa berbuat apa apa. Karena mereka sadar atas kemampuan pemuda tersebut.
Hal yang sama juga terjadi kepada Ki Kurawa. Ia di buat terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Bayu Wirata. Hal itu sedikit membuatnya marah. Walaupun ia mengertahui jika muridnya sudah bersalah. Namun sebagai ketua perguruan, ia harus membela murid muridnya, apa lagi yang menghajarnya itu adalah orang luar yang baru ia kenal.
Ki Kurawa bangkit berdiri. Lalu manatap tajam ke arah Bayu Wirata.
"Apa yang sudah kau lakukan, tidak seharusnya kau memukul mereka. Apakah kau tidak puas sudah menghajar guru pengajar ini?" Kata Ki Kurawa memberikan pertanyaan dengan nada yang tinggi.
Bayu Wirata mengernyitkan dahinya. Atas nada bicara Ki Kurawa kepadanya. Ia tahu jika sosok ketua perguruan itu tidak terima dengan apa yang baru saja ia lakukan terhadap muridnya.
"Pantas saja mereka tidak jera dengan apa yang mereka lakukan, ternyata kau sebagai ketua membela mereka di saat ada yang berani memberikan pelajaran" kata Bayu Wirata sembari menggelengkan kepala tanda ada rasa kekecewaan yang muncul di hatinya.
Ki Kurawa menarik napas dalam dalam, mencoba mengisi udara dalam rongga paru parunya. Berharap dapat meredam amarah dalam dirinya.
Huhhh....
Kepalanya menunduk sesaat,ia menarik napas berat yang berat. Lalu membuangnya dengan perlahan, berharap daapat menenangkan amarah yang sempat melanda dirinya.
"Mereka tetap muridku," suara Ki Kurawa bergetar, campur aduk antara kebenaran dan penyesalan. "Aku harus membela mereka. Aku baru mengenalmu, tidak mungkin aku mengorbankan murid muridku hanya demi kau." Lanjut Ki Kurawa lagi.
Bayu Wirata menggeleng pelan, tatapannya kosong menahan rasa kecewa yang dalam. pada saat ini, Ia tidak ingin lagi berdebat atau dekat dengan sosok sekeras Ki Kurawa.
"Kau sudah menjerumuskan murid muridmu ke jurang kehancuran," ucap Bayu Wirata dengan suara dingin.
"Aku harap kau bisa mendidik cucumu lebih baik, tidak seperti yang kau lakukan pada mereka." Bayu memutar badan, langkahnya tegas berniat untuk meninggalkan halaman perguruan.
Di belakangnya, Ki Kurawa merasakan kalimat itu seperti tamparan keras di pipi, lalu satu pukulan menusuk jantungnya, membuat jantungnya berdetak lebih cepat, menorehkan sakit yang dalam di dadanya.
"Kau hendak kemana?" Tanya Ki Kurawa yang melihat Bayu Wirata berjalan menjauh.
"Aku akan pergi dari sini, aku tidak bisa tinggal dengan orang orang yang tidak tahu cara mendidik muridnya. Sehingga murid muridnya itu bertindak layaknya golongan hitam" sahut Bayu Wirata dengan sangat keras berharap di dengar olah semua orang yang ada di sana.
Kembali Ki Kurawa merasa di tampar dengan keras. Pada saat ini, ia hanya bisa memandang kepergian pemuda tersebut. Tanpa bisa menghalanginya.
Ki Kurawa mengetahui apa yang menjadi kesalahannya. Ia hanya diam membisu di tempat tanpa bisa melakukan apa apa.
"Aku memang benar benar bersalah" gumam Ki Kurawa penuh penyesalan.
Bayu Wirata melangkah keluar dari dalam perguruan dengan langkah yang berat.
Matanya tidak lagi menatap ke belakang, seolah hendak menjauh dari segala kekecewaan yang baru saja menyergap hatinya.
Rasanya getir, setiap ingatan tentang sikap ketua perguruan itu membuat dadanya sesak, seolah ada api kecil yang mulai membakar kebenciannya.
saat ini Bayu Wirata hendak mencari cari tempat yang bisa memberinya nafas lega dan memberikan sedikit ketenangan, lalu tanpa pikir panjang menyeberang ke sebuah sudut sepi di antara pepohonan.
Hingga tidak berapa lama kemudian, Mata Bayu Wirata menangkap sebuah satu pohon dengan dahan tebal yang tampak kuat.
"Akhirnya, ini tempat yang cocok untuk beristirahat," bisiknya pelan sembari melompat dan mendarat dengan mantap di atas dahan itu.
Dengan perlahan, ia meletakkan pantatnya pada dahan tesebut untuk duduk, lalu menyandarkan punggungnya ke batang pohon yang dingin tertutup dedaunan yang rimbun, mencoba menenagkan sedikit rasa lelah dan amarah yang sedikit tertinggal.
Angin berdesir lembut menyentuh kulit Bayu Wirata, namun dalam genggam tangan kanannya, sebuah bungkusan ramuan yang dibuat bersama kakeknya terasa seperti pegangan kecil penuh harapan. Ramuan itu adalah ramuan untuk menambah lingkar tenaga dalam.
Sudah pasti pada saat itu, ia menggunakan jurus pemanggil dalam mendatangkan bungkusan ramuan tersebut. Hingga tidak berapa lama kemudian ia membukanya. Lalu mengambil beberapa saja untuk ia konsumsi. Setelah itu,
Bungkusan ramuan di hilangkan kembali.
Glukkk..
Bayu Menelan ramuan itu masuk melewati tenggorokannya lalu menuju lambung.
Beberapa saat kemudian, pemuda itu merasakan reaksi dari ramuan itu mengalir di seluruh tubuhnya.
Ia merasakan hawa panas yang terus menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran cairan merah yang menjadi sumber kehidupan manusia.
Rasa panas mulai merambat di sekujur tubuhnya. hawa panas itu adalah reaksi dari ramuan yang baru saja ia konsumsi. Ramuan itu Membuatnya berkeringat walaupun di bawah sejuknya pohon tempatnya beristirahat.
Perlahan ia memejamkan matanya, mencoba memasuki alam meditasinya. Perlahan ia juga mengatur pola napasnya agar seirama.
Pada saat ini, ia sedang melakukan pengolahan tenaga dalam. Melalui meditasi dan juga aturan pola napas yang stabil.
Lambat laun, lingkar tenaga dalamnya mulai terisi kembali. Yang di hasilkan oleh atur napas dan meditasi yang cukup panjang.
Pemuda itu melakukan hal tersebut cukup lama. Hingga saat hari sudah sore barulah ia menyudahi aktivitas itu dengan cara membuka matanya.
"Sepertinya sudah cukup, aku akan melanjutkan perjalanku lagi" gumam Bayu Wirata sambil beranjak berdiri di atas pohon.
Sesaat matanya menatap ke salah satu arah yang jauh di dalam hutan. seolah ia mengetahui jika ada seseorang yang sedang mengawasinya dari dalam hutan tersebut
"Siapa dia?" Gumam Bayu Wirata. Yang hendak melesat ke depan ingin menemui orang yang mengawasinya itu.
Akan tetapi, saat ia hendak melakukannya. Telinganya mendengar derap kaki yang banyak dari arah lain.
Bayu Wirata menoleh ke arah suara tersebut. Matanya melihat satu rombongan besar dengan seragam hitam lengkap dengan senjatanya sedang bergerak ke satu arah yang sama.
Huppp..
Bayu Wirata sedikit menyembunyikan dirinya agar tidak ketahuan. Lalu ia mengintip dari celah ranting kayu.
"Kelompok itu" desis Bayu Wirata yang mengenal pakaian yang di kenakan oleh rombongan tersebut.
"Apa yang sedang mereka lakukan?" gumamnya lagi. Hingga pada akhirnya pemuda itu menyadari satu hal yang sangat membahayakan.
"Jangan jangan mereka akan....." gumamnya terhenti