Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.
Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.
Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencium
"Apakah kau bekerja di sini?" Tanya Intan lagi.
Sean bersuara membenarkan. Dia berpikir lagipula, jika dia bukan orang yang bekerja di rumah itu apa yang akan dia lakukan di rumah pada jam segini.
"Namaku Intan, dan kau?" Ucap Intan lagi.
"Hmmm..." Balas Sean lagi.
"Serius, kamu nggak mau bicara sama aku? Aku bisa panggil Bi Lila dan tanya kamu siapa." Ucap Intan lalu berteriak. "Bi Lila.....!"
Sean mendekati Intan lagi dan menempelkan jarinya di bibir Intan, sambil tetap menutupnya. Mata Sean beralih ke bibir Intan dan akhirnya dia malah menciumnya. Ciuman yang sederhana, tapi kemudian Intan mendorong Sean menjauh.
"Tidak, kau seharusnya tidak melakukan itu. Aku wanita yang sudah menikah." Ucap Intan.
Sean agak bingung dengan apa yang Intan katakan. Lagipula, mereka menikah hanya demi menutupi sesuatu. Jadi dia bingung kenapa Intan harus bilang seperti itu pada orang yang pernah menciumnya. Seab agak bingung, jadi dia menuju pintu dan Intan kembali bicara padanya.
"Hei, apa kau masih di sini? Kau harus minta maaf atas perbuatanmu, ya?" Ucap Intan.
Ketika Sean sampai di pintu, dia berhadapan langsung dengan Bi Lila dan Sean langsung menuntunnya masuk.
"Pak, ada apa? Saya dengar Non Intan berteriak." Tanya Bi Lila.
"Dia tidak boleh tahu kalau aku ada di sini, mengerti?" Ucap Sean.
"Pak, saya tidak mengerti." Ucap Bi Intan.
"Jika dia bertanya apakah ada seseorang di dekat kolam renang, katakan saja kau tidak tahu, mengerti?" Ucap Sean.
"Baik Pak." Jawab Bi Lila.
Sean naik ke atas dan Bi Lila, yang khawatir pada Intan, segera menghampirinya.
"Ada apa, Non Intan? Kenapa Anda berteriak?" Tanya Bi Lila.
"Ya, Bi Lila apakah ada orang lain di sini selain kita berdua?" Balas Intan bertanya.
"Apa? Kenapa, Non? Apa terjadi sesuatu pada Non Intan? Apa Non Intan terluka?" Cecar Bi Lila.
"Tidak, tapi seseorang datang mendekatiku dan..."
Intan berhenti bicara sebelum menyelesaikan kalimatnya. Mengatakan salah satu staf menciumnya itu sangat buruk, orang itu bisa saja dipecat atau bahkan lebih buruk lagi. Intan berpikir meskipun pernikahannya dengan Sean hanya untuk topeng semata, Sean mungkin tidak suka akan hal itu dan melampiaskannya pada pria itu atau bahkan pada Intan sendiri.
"Orang itu membantuku karena aku tersandung. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih padanya." Ucap Intan berbohong.
"Ah, begitu. Saya tidak melihat siapa pun, Non. Ayo, lebih baik sekarang Non Intan masuk, mandi air hangat, dan istirahat. Saya akan memanggil Non Intan kalau makan malam sudah siap." Balas Bi Lila.
Bi Lila lalu menyampirkan handuk di bahu Intan dan menuntunnya masuk ke dalam rumah, lalu ke kamar tidur. Intan mandi dan beristirahat sejenak sambil mendengarkan buku audio. Kemudian, Bi Intan datang memanggilnya, dan ketika dia menuju meja dan hendak duduk, dia mencium aroma parfum Sean.
"Selamat malam, Sean. Apakah kau bisa beristirahat dengan baik?" Tanya Intan.
"Huk... Huk... Ya, aku tidur sepanjang sore." Jawab Sean terbatuk.
"Itu bagus." Balas Intan.
"Dan bagaimana denganmu? Apa yang kau lakukan?" Tanya Sean.
"Oh, aku baru saja berenang di kolam renang lalu beristirahat sebentar juga." Balas Intan.
"Hanya itu? Tidak ada hal lain yang terjadi?" Tanya Sean.
"Tidak. Memangnya kenapa?" Ucap Intan balik bertanya.
'Kenapa dia bohong? Aku suaminya, dia tidak tahu kalau aku yang menciumnya. Jadi, kalau dia pikir orang asing atau staf lain yang menciumnya, kenapa dia tidak bilang padaku?' tanya Sean dalam hati.
"Aku hanya bertanya, Bi Lila, aku lapar." Ucap Sean mengalihkan pembicaraan.
"Tentu saja, Pak." Balas Bi Lila.
"Bi Lila, setelah selesai melayani Pak Sean duduklah di sebelahku." Ucap Intan.
'Pak? Serius? Dia baru saja memanggilku Sean.' ucap Sean dalam hati.
Mereka makan malam dalam keheningan total. Intan hanya berbicara dengan Bi Lila kadang-kadang, memuji makanannya dan kemudian kembali makan. Intan memiliki tata krama yang baik di meja makan meski dia tidak bisa melihat apa pun. Saat Bi Lila datang membawakan mereka hidangan penutup, pintu depan terbuka. Tak lama kemudian, Sean melihat Julian memegang lebih banyak dokumen di tangannya.
"Pak, dokumen-dokumen ini perlu ditandatangani Non Intan." Ucap Julian.
"Apakah kau perlu membawanya sekarang?" Tanya Sean.
"Ya, Pak, ini penting. Kalau tidak, saya akan menundanya sampai besok." Jawab Julian.
"Baiklah, di mana aku harus menandatanganinya." Tanya Intan.
Sekretaris itu meletakkan dokumen-dokumen itu di hadapan Intan dan menunjukkan di mana Intan harus menandatangani, tetapi Sean kemudian mendekat dan memegang tangan Intan.
"Tunggu!" Seru Sean.
"Ada apa?" Tanya Intan.
"Pak?" Kata Julian bingung yang melihat Sean terdiam.
Sean memandang antara Julian dan Intan, dia tampak sangat cemas, dokumen itu adalah dokumen terpenting dari semua yang pernah ditandatanganinya, dokumen itu pasti akan membuat pihak berwenang waspada dan memicu penyelidikan.
"Pak?" Ucap Julian lagi.
Akhirnya Sean melepaskan tangan Intan.
"Bukan apa-apa." Ucapnya.
Intan memberi tanda dan saat dia hendak berdiri, dia terhuyung-huyung dan hampir terjatuh. Secara refleks Sean menahannya. Intan meraih lengan Sean dan saat dia berdiri lagi, meskipun Sean tahu bahwa Intan tidak melihatnya, jelaslah bahwa Intan sedang menatap dirinya dan kerutan terbentuk di dahinya.
"Ada apa?" Tanya Sean.
"Sebelumnya, tadi kau bertanya padaku apakah ada hal lain yang terjadi di kolam renang, karena saat itu kamu ada di sana! Iya kan?" Ucap Intan.
"Apa?" Sean kelabakan.
"Kau lah orang yang ada di kolam tadi. Kau lah yang..."
Melihat Sean jelas-jelas gugup, sekretarisnya berpikir untuk membantunya.
"Non Intan. Saya lah orang yang di kolam renang tadi, maaf!" Ucapnya.
Sean memberi Julia tatapan membunuh karena dia mengatakan hal itu dan Julian tidak mengerti karena dia mengira dia hanya membantu Sean.
"Sekretaris Julian? Apakah itu benar memang dirimu?" Tanya Intan.
"Hmmm... Iya." Kata Julian.
"Tapi kenapa kau tidak menjawab ku saat kita bicara?" Tanya Intan lagi.
"Maaf, saya hanya lelah dan sakit kepala." Jawab Julian.
Sean, yang sangat marah, menoleh ke arah Julian.
"Kalau begitu, kenapa kau tidak pulang dan beristirahat saja?" Ucap Sean kesal.
"Tentu saja, Pak!" Ucap Julian.
Dia menjawab tanpa mengerti mengapa bosnya begitu marah padanya.
"Tunggu, bisakah aku bicara denganmu sebentar secara pribadi?" Ucap Intan.
Julian menatap Sean yang mengangguk menyetujui permintaan Intan. Mereka berdua lalu berjalan menuju pintu masuk.
"Mengapa kamu mencium ku?" Tanya Intan.
Julian menjadi takut dan tersedak ketika mencoba menelan ludah.
"Huk... Huk... Apa?" Ucap Julian terkejut.
"Kau orang yang di kolam renang tadi. Kau mencium ku, dan aku ingin tahu mengapa." Ucap Intan.
"Non, dengar, saya minta maaf." Ucap Julian.
"Aku keluar dari pertunangan yang rumit, ditinggalkan oleh laki-laki yang kucintai. Sekarang menikah dengan laki-laki yang cukup tua untuk menjadi Papaku dan aku terus-menerus menandatangani dokumen yang akan mendatangkan banyak masalah bagiku. Aku tidak bisa terlibat dengan siapa pun, itu akan terlalu rumit bagi kita berdua. Jadi bisakah kau untuk tidak melakukannya lagi?" Ucap Intan.
"Baiklah, tentu saja Nona. Itu tidak akan terjadi lagi." Balas Julian.
"Terima kasih!" Seru Intan.
Bersambung...