NovelToon NovelToon
Lima Langkah Takdir

Lima Langkah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Cintapertama / Cintamanis / Beda Usia / Persahabatan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Alfaira_13

Hanya berjarak lima langkah dari rumah, Satya dan Sekar lebih sering jadi musuh bebuyutan daripada tetangga.

Satya—pemilik toko donat yang lebih akrab dipanggil Bang... Sat.
Dan Sekar—siswi SMA pecinta donat strawberry buatan Satya yang selalu berhasil merepotkan Satya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7. Kedatangan Rakha

Matahari sudah mulai turun. Menyisakan langit berwarna jingga. Seorang remaja berusia lima belas tahun berdiri di depan pagar rumah Satya. Dengan koper di satu tangannya dan tas hitam di pundaknya. Remaja itu menghela napas panjang. Membuka ponselnya, menekan satu nomor ponsel di aplikasi hijau. Dan tak butuh waktu lama, panggilan berhasil tersambung.

*kenapa*? tanya suara dari seberang telepon.

"Gua udah di depan rumah lo nih!" keluhnya. Matahari masih menyorot, belum sepenuhnya tenggelam. Keringat membasahi dahinya.

*Gua masih di toko, lo gak ngabarin dulu sih*

"Tapi gua udah sampe ini," ucapnya kemudian. Melihat-lihat lingkungan di sekitar yang cukup sepi di sore hari.

*Lo ke rumah Sekar aja, kayanya tu anak dah balik*

Ada jeda sebelum remaja itu menjawab. "Oke."

Remaja itu berjalan santai sambil menggeret kopernya. "Kak Sekar!"

Satu teriakan dari remaja itu berhasil membuat Sekar, yang tengah asyik makan snack di ruang tamu keluar. Ia menghampiri remaja itu dan membukakan pagar rumahnya.

"Rakha, lo ngapain? Gak biasanya main pas waktu sekolah," katanya kepada remaja itu. Rakha Mahardika, adik tiri Satya.

Meski baru beberapa kali bertemu, Sekar masih bisa mengingatnya dengan jelas. Terutama karena Rakha memiliki ciri khas rambut yang sedikit ikal, berbanding terbalik dengan Satya. Rakha juga datang bersama Ayahnya saat Rinjani dimakamkan. Saat itu usia Rakha masih dua belas tahun. Tepatnya, tiga tahun yang lalu.

Tahun lalu, Rakha juga berkunjung di libur semesternya, hanya satu malam. Seringnya, Satya yang berkunjung ke rumah ayahnya, Sakha Mahardika.

Selebihnya Sekar tak tahu. Yang jelas, hubungan diantara keduanya sama-sama baik. Dan hal itu yang selalu diceritakan oleh Satya kepadanya.

"Gua ikut dulu di rumah lo boleh gak Kak? Buat sementara gua tinggal sama bang Satya, tapi dia belum balik. Gua gak bisa masuk rumahnya."

Sekar memberi isyarat agar Rakha mengikutinya masuk ke dalam rumah. Sedikit terkejut karena tinggi badannya yang sudah menyusul Sekar. Memang benar, pertumbuhan pria lebih cepat dibanding perempuan. "Lo mau tinggal sama bang Satya?"

"Ayah lagi ada bisnis di luar negeri, gak tau pulangnya kapan. Jadi gua mau tinggal sama bang Satya sampe Ayah pulang," katanya menjelaskan.

"Yaudah main dulu aja di rumah gua, nanti juga balik Abang lo."

"Makasi Kak."

Rakha membiarkan kopernya berdiri begitu saja dekat sofa. Melepas tas punggungnya dan bersandar di sofa. Pandangannya tertuju pada laptop yang terbuka di atas meja.

"Lo nonton series detektif juga Kak?"

Sekar menghampirinya setelah menutup pintu. "Lo tau?"

"Tau, tentang detektif yang nyamar jadi penjual ayam kan?" tanyanya untuk memastikan.

"Iya, ternyata lo nonton juga filmnya."

"Suka banget malah."

"Gua balik duluan ya Sya," pamit Satya kepada teman, sekaligus pegawainya. Ia memakai jaket hitam dan menenteng helm di tangannya.

"Hah? Masih jam empat kurang ini," kata Rasya setelah melihat jam dinding di salah satu sisi tembok.

"Adek gua di rumah nungguin."

"Sekar maksudnya?" tanya Elmira. Kedua tangannya membawa nampan yang berisi piring dan gelas kotor.

"Adek tiri gua, Rakha," jawab Satya.

Elmira dan Rasya saling melirik, kemudian mengangguk bersamaan. Sedangkan Aluna, wanita itu sibuk melayani pengunjung di lantai dua.

"Oi pendek!" teriak Satya dari luar rumah Sekar. Menunggu beberapa saat, tapi tak ada jawaban yang didapat.

"Sekar! Rakha!" panggilnya lagi. Hening. Entah apa yang dilakukan keduanya di dalam rumah. Membuat Satya kesal saja.

Satya berdecak sebal. "Kemana sih mereka!?"

Satya menggenggam kenop pintu dan membukanya sedikit, memastikan jika keduanya benar-benar di dalam rumah, atau mungkin keduanya sedang bermain keluar tanpa pamit.

"Gua izin masuk ya!"

Satya masuk ke dalam dengan langkah pelan, tapi tak ada suara yang bahkan terdengar di kedua telinganya. *Di lantai atas mungkin* pikirnya. Kedua kakinya terus berjalan hingga membawanya ke arah dapur.

"Astaga Sekar... Rakha... kalian berdua punya telinga gak sih!?"

Sekar menoleh, melempar kulit kacang ke arah Satya. "Baru dateng udah marah-marah aja!"

"Kalian berdua tuh ya kalo dipanggil nyaut makanya!"

"Emangnya lo manggil?" tanya Sekar dengan tatapan polosnya. Tangannya sibuk mengupas kacang kulit dan menaruhnya di piring kecil.

"Nah kan gak denger kan! Untung aja gua yang masuk, kalo orang jahat yang masuk gimana!?"

"Yaudah sih, kan gak ada orang jahat yang masuk juga. Paling juga lo orang jahatnya," balas Sekar.

"Ya lagian lo manggilnya pake suara hati kali!" kata Rakha ikut-ikutan. Ia juga sedang menikmati cookies dalam toples bening.

"Lain kali jangan ceroboh gitu!" peringat Satya.

"Iya bawel!"

"Mending ikut nonton sama kita!" ajak Rakha.

"Gak dulu. Ayok balik! Rapihin dulu barang-barang lo!"

"Buru-buru banget sih, Rakha juga masih nonton sama gua."

"Kalian itu besok masih sekolah ya bocil-bocil!"

Rakha berdiri, menatap Sekar. "Yaudah Kak, gua balik dulu aja. Kita lanjut nanti."

"Gak asik lo!"

"Mending lo kerjain tugas lo ya Sekar!"

"Gua gak punya tugas bang Sat!"

"Kebanyakan nonton drakor gak baik, nanti otak lo makin susah buat belajar."

Setelah perdebatan panjang di rumah Sekar, kedua pria beda usia itu, kini pulang ke rumah Satya.

Rakha yang paling pertama masuk setelah pintu rumah dibuka. Remaja itu duduk di sofa, menyandarkan punggungnya dan menarik napas lega. Kedua matanya terpejam. Rasa lelah menghampirinya setelah perjalanan yang cukup jauh.

"Capek banget badan gua," keluh Rakha.

"Istirahat langsung!" suruh Satya.

"Iya, gua mau rebahan di sini sebentar," katanya tanpa membuka mata.

"Oh iya, soal sekolah lo...." ucapan Satya menggantung. Rakha menyahut lebih dulu, masih dengan mata terpejam. "Gua naik ojol aja Bang."

"Gua juga sanggup kalo harus anter—jemput lo," balas Satya dengan yakin.

"Jarak sekolah gua dari sini aja tiga puluh menit, lagian kalo sama lo yang ada gua telat mulu!"

"Gua juga bisa memaksimalkan waktu anjir!"

"Kasar, gua laporin sama Ayah ah." Rakha membuka ponselnya, mencari nomor ponsel sang Ayah.

"Gua gak masalah harus jemput lo bolak-balik, justru gua khawatir sama lo kalo jaraknya kejauhan."

Rakha mengangkat kedua pundaknya. "Aman aja bang, udah sebulanan ini kondisi gua baik aja tuh."

"Tapi lo masih bawa obatnya." Satya mengeluarkan beberapa suplemen dari koper. Ada beberapa vitamin dan tablet penambah darah.

Untuk Rakha yang cukup rentan dengan anemia yang dideritanya, vitamin dan beberapa obat-obatan lain harus selalu tersedia. Meski pun kondisinya tak selalu memburuk. Ia tahu tubuhnya tak seperti remaja normal lainnya, bisa terlihat sehat di pagi hari, namun juga melemah saat malam hari setelah seharian penuh dengan kegiatan.

"Buat jaga-jaga aja Bang," balas Rakha tak peduli. Ia memilih untuk bermain game di ponselnya.

"Pokonya selama di sini, lo harus selalu kabarin gua kalo ada apa-apa!"

"Lebay lo bang, lagian gua gak bakal macem-macem."

"Bukan lebay, selama di sini lo jadi tanggung jawab gua!"

"Santai aja, gua gak bandel."

"Lo serius gak mau sendiri aja tidurnya?" tanya Satya dengan wajah serius. Ia berdiri di ambang pintu kamar.

Netranya tak lepas dari sang adik yang tengah sibuk merapikan bantal di atas kasur. Menyusunnya dan menepuk-nepuk kasur pelan. Kemudian, menyingkirkan sisa-sisa debu yang menempel di telapak tangannya.

"Enggak, biasanya juga gua tidur sama Ayah," balas Rakha tanpa menoleh.

"Manja banget lo!"

"Sesekali Bang."

"Kalo tidur lo berantakan, gua usir langsung!"

"Gak akan, gua bukan lo, yang kalo tidur dengkur," katanya sambil mengambil boneka katak hijau dari dalam koper. Lalu ia sedikit melompat ke kasur dan memeluk bonekanya. Mencari posisi terbaik untuk tidur.

"Dih mana pernah gua begitu ya!?"

"Gak sadar aja itu," balasnya sambil mulai memejamkan mata.

1
Eli sulastri
apa nantinya mereka jadi pasangan kekasih?
Alfaira: Boleh ditebak2 sendiri 🫰🏻 tapi keknya udah ketebak sii 😅
total 1 replies
Eli sulastri
bahagianya liat adik kakak akur
Alfaira: Haruss dong kakakk, kan tetap keluarga 🫰🏻
total 1 replies
Roxanne MA
haii ka aku mampir nih, yuk mampir juga di novel ku yang berjudul "dokterku berprofesi menjadi banci" kita bisa saling support ya kak salken
Alfaira: boleh bangett kakkk
total 1 replies
Roxanne MA
haha lucu bngt nih couple
Roxanne MA
haha maksa banget
Roxanne MA
bisa bisanya dia ngomong kaya gitu
elica
wihh kerenya✨❤️
ditunggu next chapter ya kak😁
jangan lupa mampir dan ninggalin like dan komen sesuai apa yang di kasih ya biar kita sama-sama support✨🥺🙏
elica: jangan lupa like nya juga ya kak❤️
Alfaira: Seneng bangettt. bolehh ko. aku baca karyamu juga yaaa walaupun gak langsung semua 😚
total 2 replies
Reaz
tetap semangat thor.../Ok//Good/
sekalian mampir juga.../Coffee//Coffee//Coffee/
Alfaira: wahhh bolehhh bangettt, ditunggu ya kedatanganku pas lagi senggang
total 1 replies
Bulanbintang
Sedikit masukan, Kak. Di kalimat ... dari makam Rinjani, Satya berhenti.
Dikasih koma ya, Kak. Biar lebih enak bacanya. Semangat terus nulisnya!😉
Bulanbintang: gk papa, emang suka kelewat aja biasanya. 😄
Alfaira: makasiii, akuu revisi 🫡 masih suka gak fokus kadang
total 2 replies
Bulanbintang
Greget sama nama kontaknya. Mana bacanya sambil ngegas pula. 😂😂🤣
Alfaira: hihiii , gak ngegas gak asik kak di hidupku
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!