Ini cerita tentang gadis yang periang, cantik dan pintar. Nina namanya, sekarang berusia 17 tahun dan telah masuk Sekolah Menengah Atas, dia tinggal bersama 2 saudarinya dan kedua orangtuanya. Mereka tinggal di sebuah desa kecil dengan pemandangan alam yang indah. Tinggal di sana bagaikan tinggal di surga, penuh dengan kebahagiaan. Namun, ada satu masalahnya. Dia diam-diam suka sama seseorang,....Ayo tebak siapa yang dia sukai yah??...
lanjut baca part-nya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hijab Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 7
'Deg!,' sontak membuatku kaget, Jangan-jangan Roni juga suka sama Dila.
"Dia udah punya pacar nggk?"
Tanya Roni lagi, membuatku makin tertusuk,
"Nggk ada"
Aku berusaha tenang,
"Kenapa?, kamu naksir yah?" Ucapku bercanda pada Roni.
'Please!, bilang nggk!' batinku tidak siap harus mendengar kata yang akan membuatku down.
Roni malah tidak merespon dan hanya tersenyum menatap pemandangan alam yang tersaji didepan. Itu malah membuatku makin down.
"Ahh..aku pergi dulu yah!, maaf mengganggumu belajar!"
Ucap Roni yang akhirnya pergi meninggalkanku,
Setelah Roni tak terlihat lagi,
Tanpa terasa, butiran air keluar memenuhi pipiku. Rasanya aneh melihat laki-laki yang dicintai ternyata suka sama orang lain. Roni tidak berkata apapun, tapi sikapnya sudah jelas bahwa dia suka sama Dila. Sakit, sekaligus menyakitkan, dadaku terasa sesak.
"Haaaa......hiks..hikss"
Aku menangis dan menenggelamkan kepalaku pada kedua lututku yang kutekuk kedepan.
"Hhaaaa..hiks..hiks"
Aku tak henti-hentinya menangis, hingga hari menjelang sore aku belum menghentikan tangisanku.
Tiba-tiba,
"Nak!"
Seseorang memegang pundakku, sontak aku mengangkat kepalaku dan melihat seorang pria paruh baya menatapku heran,
"Udah sore!, pulang! jangan nangis di sini. Nanti dikira hantu."
"Haaaaa...hiks..hiks!"
Tangisku malah semakin pecah, membuat pria itu malah heran dan ia langsung pergi setelah menyuruhku pulang. Aku menatapanya kosong, hingga dia pun tak terlihat.
"Aku bukan hantu.."
Ucapku sedikit meredakan tangisanku
___
"Nin!, kamu kenapa?" Tanya Rifki terlihat heran melihatku,
Hari ini adalah hari kami pergi lomba, sekarang kami sudah berada di tempat diadakannya lomba. Tapi, entah kenapa, aku sedikit tidak bersemangat, mungkin karena kemarin.
"Nin!", panggil Rifki sekali lagi
" Eh, iya?", aku yang tak fokus dan tidak mendengarkan pertanyaan Rifki tadi, mencoba menatap Rifki.
"Kamu kenapa?, " Tanya Rifki sekali lagi,
"Nggk, nggk kenapa-napa kok", bohong ku mencoba tidak membuat khawatir mereka.
" Mata kamu kelihatan sembab, kamu habis nangis yah?", tanya Rifki lagi,
"Hah?, apa iya?", sontak membuatku langsung mencari kaca spion terdekat untuk bercermin.
" Heemmm...!", ucapku seraya menoleh kekanan dan kekiri melihat mataku di kaca spion motor. Terlihat memang sedikit sembab, bagaimana tidak, kemarin aku habiskan hanya untuk menangis.
" Kamu nggk dipaksakan sama Iyan?", selidik Rifki.
Akupun menatap tajam Iyan, dan Iyan malah balik menatapku lebih tajam, membuatku bergidik ngeri melihat tatapannya.
"Ah!, nggk kok. Iyan sangat baik, dia tidak memaksaku untuk ikut lomba kok, aku yang dengan senang hati ingin ikut...hhhmm", ucapku sembari memaksakan tersenyum,
Walaupun dalam hati, aku masih kepikiran Dila sama Roni.
" Kalau gitu semangat dong!, sekarang kita kan mau lomba, mewakili sekolah kita. Jangan membuat sekolah kita kecewa dan malu.", jelas Rifki memberi sedikit dorongan padaku dan teman-teman yang lain.
"Hmm...iya"
"Silahkan bagi peserta yang mengikuti cerdas cermat agar kiranya merapat ke ruangan 023 dengan segera, karena tahap 1 akan segera dimulai!", terdengar pengumuman yang tak jauh dari tempat kami berada.
" Ya udah!, aku, Nina dan Wilda pergi dulu yah!" Pamit Rifki pada Iyan, Sinta, dan lilis.
"Iya, semangat yah!", ucap Lilis seraya tersenyum. Sedangkan Iyan hanya menganggukkan kepalanya sembari menatap kami berlalu pergi.
Kami bertiga pun melangkah pergi menuju ruangan tersebut. Selama berjalan, aku merasakan Rifki dan Wilda selalu melirik ku, aku pun berusaha untuk terlihat baik-baik saja, agar mereka tidak curiga.
" Hmm..", senyumku pada Rifki dan Wilda agar mereka tidak selalu melirik ku saat wajahku ditekuk.
Tak terasa langkah kamipun berhenti di depan ruangan penuh dengan misteri dan juga tantangan serta degupan jantung yang beralun didalam dada. Banyak pasang muka yang menampilkan wajah penuh kebingungan sekaligus gugup dan juga senang, ada juga yang terlihat begitu santai dan tenang.
Akhirnya kami masuk dan duduk dikursi yang telah disediakan di ruangan tersebut. Terlihat banyak sekali siswa-siswi dari berbagai sekolah ikut dalam kompetisi tersebut.
"Dalam tahap pertama ini, kami akan mengadakan seleksi yang dilakukan secara tertulis. Jika nantinya peserta lolos seleksi ini, akan dapat ikut serta dalam babak selanjutnya. Tapi, kerjasama tim dalam hal ini sangat dilarang. Jadi, kalian akan hanya boleh mengerjakan sendiri-sendiri tanpa bekerjasama. Oleh sebab itu, kalian akan mengandalkan diri kalian sendiri. ", jelas panjang lebar panitia yang berada dalam ruangan tersebut.
Penjelasan yang sangat mendadak itu sontak membuat semua orang dalam ruangan menjadi bingung dan kaget. Terlebih lagi aku yang belum mempersiapkan apapun dengan matang. 'Apalagi, kemarin belajar ku terhambat karena Roni', batinku seraya memandangi orang disekelilingku.
Sekarang, aku yang duduk jauh dari tim sekolahku akhirnya harus benar-benar mengandalkan diriku sendiri.
'Ahh!', ucapku yang sulit fokus pada soal-soal dihadapanku. Pikiranku melayang pada Roni dan Dila.
'Bagaimana kalau mereka bertemu saat aku tidak ada di sekolah?', batinku yang terus khawatir pada mereka.
Beberapa menit kemudian, akhirnya kamipun keluar dari ruangan itu setelah mengerjakan seleksi tahap pertama. Kami hanya tinggal menunggu hasil.
Orang-orang keluar dengan rasa lega, tapi aku keluar dengan rasa khawatir dan cemas. Bukan tentang soal atau seleksi, tapi tentang Roni dan Dila.
Sembari kami menunggu pengumuman hasil seleksi, Wilda dan Rifki mengajakku untuk menonton lomba debat yang diikuti Iyan dan yang lainnya.
"...Teknologi membantu kita dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saja ponsel yang terus kita pakai sehari-hari dalam berkomunikasi. Ia membantu kita berkomunikasi walaupun kita tidak secara langsung bertemu dengan orang.
Dan tentu saja akan membantu guru dan murid dalam proses belajar mengajar juga. Sekarang, kita sudah berada di zaman yang modern, zaman penuh dengan teknologi. Jadi, tentunya kita pun harus mengubah gaya hidup kita menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Apalagi dalam hal proses pendidikan. Jadi, menurut kami teknologi itu penting digunakan dalam proses belajar mengajar.", terdengar suara degan menggunakan microfon,
Sesampainya kami di depan panggung debat, terlihat Iyan dan lainnya sudah naik ke panggung. Dan juga, ternyata Iyanlah yang memberikan opini panjang lebarnya tadi.
"Instruksi!",
" Saya kurang setuju dengan pendapat kalian, karena di mana teknologi ini banyak memberikan dampak yang negatif dalam pendidikan. Kita lihat saja bagaimana sekarang para murid lebih mengandalkan google dibandingkan dengan pemikiran mereka sendiri.
Selain itu, teknologi juga dapat mempengaruhi karakter para murid. Yang di mana ketika mereka menonton sesuatu diponsel mereka, itu akan mempengaruhi sikap mereka juga. Apa yang mereka tonton itu juga yang kemungkinan akan mereka lakukan. Banyak menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari akan membuat mereka memiliki sikap yang menyimpang. Apalagi kalau digunakan dalam pendidikan, itu akan membuat para murid jadi malas, dan hanya ingin yang instan saja." Jelas dari tim lawan.
"Instruksi! Moderator!", ucap Iyan seraya mengangkat tangannya memberikan kode pada moderator yang memandu jalannya diskusi.
" Ya, silahkan!",
___