Pernikahan Briela dan Hadwin bukanlah hubungan yang didasari oleh perasaan cinta—
Sebuah kontrak perjanjian pernikahan terpaksa Briela tanda tangani demi kelangsungan nasib perusahaannya. Briela yang dingin dan ambisius hanya memikirkan keuntungan dari balik pernikahannya. Sedangkan Hadwin berpikir, mungkin saja ini kesempatan baginya untuk bisa bersanding dengan wanita yang sejak dulu menggetarkan hatinya.
Pernikahan yang disangka akan semulus isi kontraknya, ternyata tidak semulus itu. Banyak hal terjadi di dalamnya, mulai dari ketulusan Hadwin yang lambat laun menyentil hati Briela sampai rintangan-rintangan kecil dan besar terjadi silih berganti.
Akankah benar-benar ada cinta dari pernikahan yang dipaksakan? Ataukah semuanya hanya akan tetap menjadi sebuah kontrak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cha Aiyyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMONG KOSONG YANG DISEMPURNAKAN
Briela mematung, ia kebingungan menjawab pertanyaan ayahnya. Kali ini ucapnya dengan Hadwin harus sama. Jadi, ia butuh waktu untuk menjelaskan semua ucapan ngawurnya pada Hadwin. Briela bahkan tidak yakin mampu menyeret Hadwin dalam sandiwara cinta seperti apa yang Briela katakan pada ayahnya.
"Briela? Mengapa hanya diam saja? Ayah butuh jawaban pasti agar bisa mempersiapkan sambutan untuknya di mansion."
"Tidak perlu sampai seperti itu, Ayah. Kita bisa memesan restoran untuk pertemuannya." Briela mencoba mencegah ayahnya membuat kehebohan.
"Jangan mendebat Ayah soal ini, Briela! Tentukan kapan harinya, dan biarkan Ayah mengatur sisanya."
Briela semakin berkeringat dingin, ia tidak akan pernah menang melawan ayahnya jika sudah memiliki keinginan. Pria berumur itu sungguh keras kepala.
"Biarkan aku meneleponnya! Aku butuh menyamakan jadwal dengannya."
Briela masih diam di tempatnya dan Tuan Turner menatap putrinya dengan penuh harap.
"Ayolah Ayah! Tidak saat ini juga, aku bisa menghubunginya nanti."
"Ayah butuh jawabannya saat ini juga, Briela. Siapa yang akan tahu kebenarannya? Jika tidak memastikan langsung."
Briela mengangkat sebelah alisnya, lalu tertawa sumbang. "Ayolah, Ayah. Kau pikir aku akan mengelabuhimu?" Briela mendengus.
"Ya, seperti empat tahun lalu. Kau menyewa aktor pria untuk berpura-pura menjadi kekasihmu." Tuan Turner menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan kedua matanya yang memicing, curiga pada putri semata wayangnya.
Briela mendecih. "Dasar pria tua, selalu saja mengungkit kesalahanku," gumam Briela lirih.
Tuan Turner mendengarnya, lalu dengan nadanya yang mengejek pria berumur itu kembali berucap. "Tentu saja, jadi jika kau ingin membuatku percaya maka telepon kekasihmu itu, sekarang!"
Merasa tertantang akan ucapan ayahnya, Briela sekali lagi melakukan tindakan impulsif. Briela pergi ke kamarnya mengambil ponsel yang tergeletak di nakas. Membawa ponselnya ke hadapan ayahnya. Menekan panggilan telepon pada nomer yang ia beri nama Hadwin.
Bunyi tut berulang terdengar di telinga Briela. Dan satu putaran panggilan telepon menjadi sia-sia, tanpa adanya respon.
Briela ingat jika Hadwin tengah melakukan janji temu dengan klien penting. Namun, dirinya sudah kepalang basah. Ia perlu membuat ayahnya yakin agar berhenti mengganggunya.
Briela kembali menekan panggilan telepon pada nomer Hadwin. Menunggu hingga bunyi tut yang berulang itu hampir habis. Di saat Briela ingin menyerah, terdengar suara Hadwin yang mengucap halo sebagai sapaan.
Briela senang, seperti orang yang sedang menang lotre. Jika ia bisa, pasti saat itu sudah melompat kegirangan. Namun, ia menahan keinginannya— Briela tidak ingin memberikan celah pada ayahnya. Celah untuk mencurigainya lagi.
Briela mendehem pelan, menata suaranya sebelum memulai obrolan. "Ayahku memintamu datang ke mansion keluarga kami. Bisakah kau menentukan harinya."
Di dalam hatinya, Briela berdoa tanpa henti. Berharap Hadwin paham dengan sandiwara yang dibuatnya.
Aku mohon bekerja samalah.
Hadwin tersenyum kecil, tidak peduli jika peserta rapat saat itu merasa keheranan dengan perubahan ekspresi dari CEO yang biasanya selalu serius itu.
"Katakan pada ayahmu! Sabtu depan aku akan datang ke mansion kalian."
Briela bernapas lega saat mendengar Hadwin menyambut ucapannya tanpa protes.
"Aku akan menjelaskannya nanti, terimakasih," bisik Briela sesaat sebelum ia menutup panggilan teleponnya.
Hari Sabtu yang dijanjikan, mansion keluarga Turner terlihat sibuk sejak siang. Para asisten rumah tangga, sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Sebagian dari mereka bertugas membersihkan ruangan yang sebenarnya sudah sangat bersih. Dan sebagian lagi mengatur urusan dapur. Tuan Turner memberikan perintah agar acara malam nanti berlangsung sempurna.
Pukul empat sore Briela sudah sampai di mansion keluarganya. Wanita yang baru saja pulang dari kantornya masih mengenakan setelan rok span dan jas kerja miliknya. Briela tidak sempat mengganti pakaiannya, karena sudah diributkan oleh panggilan telepon dari ayahnya.
Tuan Turner yang sedang mengawasi persiapan dari para pegawainya, menggelengkan pelan ke arah putrinya.
"Sudah Ayah duga, kau pasti akan datang dengan penampilan seperti itu. Sekarang masih pukul empat sore. Bersihkan dirimu!" Tuan Turner memberi kode Bibi Marie yang kebetulan berjalan di dekat Briela.
Bibi Marie menyambut tas kerja Briela, kemudian mengantar wanita itu ke lantai dua menuju kamarnya. Kamar yang sudah cukup lama tidak ia tempati lagi.
Begitu Briela keluar dari kamar mandi yang bahkan ia masih memakai handuk piyama miliknya, wanita itu sudah di sambut oleh deretan gaun yang berjajar rapi pada standing hanger. Juga tampak beberapa stylish dan make up artist yang menunggunya. Briela mengesah pelan. Ayahnya benar-benar berlebihan.
Tepat pukul enam lewat empat puluh menit. Briela turun ke lantai satu, di ruang tamu ayahnya menunggu dengan gugup. Ayahnya berpakaian rapi dengan jas dan dasi kupu-kupu andalannya, beliau tampak menawan.
Bunyi yang berasal dari pertemuan antara lantai marmer dan high heels yang dipakai Briela membuat Tuan Turner menatap ke arah putrinya. Tuan Turner tersenyum hangat. Di dalam hatinya ia merasa bangga akan kecantikan dan penampilan dari putrinya.
Briela yang mengenakan gaun soft pink dan aksesoris kecil yang di padukan oleh stylish profesional semakin menonjolkan paras ayunya.
"Tidak perlu gugup Ayah. Dia pasti akan datang sebentar lagi." Briela menyodorkan segelas air mineral pada ayahnya.
Dan benar saja lima menit setelah Briela mengatakan kalimatnya, Paman Sam memberitahukan perihal kedatangan tamu yang Tuan Turner tunggu sejak tadi.
Begitu Hadwin masuk ke dalam mansion keluarga Turner, ia disambut dengan keterkejutan Tuan Turner. Tuan Turner mengedipkan matanya beberapa kali.
"Briela, kau sedang tidak mencoba menipu Ayah, bukan?" Tuan Turner berkali-kali menukar pandangannya ke arah Briela dan Hadwin secara bergantian.
"Tidak, Ayah. Ayah bisa menanyakan langsung pada orangnya jika sangat tidak percaya padaku." Briela mendengus ia kembali duduk di sofa, tanpa peduli dengan wajah penasaran ayahnya.
Hadwin duduk di samping Briela sejak Tuan Turner mengarahkan posisi duduk untuknya. Briela tampak gugup, pasalnya ia belum menjelaskan secara keseluruhan perihal omong kosongnya pada Hadwin. Sedangkan Hadwin terlihat setenang air.
"Jadi, sejak kapan kalian saling kenal? Tidak— tidak, sejak kapan kalian menjalin hubungan?"
Briela tidak menyangka ayahnya akan menanyakan hal itu, ia hanya memberitahukan garis besarnya saja pada Hadwin. Tanpa membahas detailnya.
Hadwin menatap Briela. Pria itu, menunjukkan isyarat yang mempertanyakan hal itu. Briela hanya mampu merasa bersalah. Namun pertanyaan ayahnya ia sadar dengan sepenuhnya. "Kami sudah saling kenal sejak kuliah, Ayah. Jadi berhenti mengganggunya!"
"Aku bertanya padanya Briela, bukan denganmu. Jadi berhentilah mengomentari Ayah!"
"Pertanyaanku belum kau jawab, Hadwin."
Briela terlonjak. "Bagaimana Ayah tahu namanya? Aku bahkan belum mengenalkan Hadwin pada Ayah."
"Siapa yang tidak mengenal Hadwin Lewis dari Infinity Solution? Jika ada yang tidak mengenalnya, dia benar-benar orang yang bodoh." Tuan Turner membusungkan dadanya.
Dan aku adalah orang bodoh itu, Ayah.
"Jawablah Hadwin! Aku masih menunggu jawabanmu."
Meski kebingungan Hadwin tetap mencoba mendalami peran. Peran yang baru saja ia terima skripnya.
"Seperti kata Briela, Paman. Kami sudah saling mengenal sejak kuliah.Perihal hubungan kami, itu belum terlalu lama. Mungkin sekitar akhir tahun kemarin. Iya kan, Brie?" Hadwin menatap Briela dengan hangat.
Briela merasa senang dan lega sekaligus. Ia berutang maaf pada Hadwin. "Hm, tentu saja. Kami bertemu lagi saat sama-sama sedang melakukan perjalanan bisnis di Swiss. Dan, Ayah tahu kan akhirnya bagaimana."
"Pantas saja putriku menolak perjodohan. Aku tahu alasannya sekarang. Kalian berdua saling mencintai." Tuan Turner tampak mengangguk-anggukkan kepala.
"Jadi, sedalam apa cintamu pada putriku?" lanjutnya.
Hadwin menatap Briela yang semakin gugup, Hadwin akan senang jika saat itu bisa menggoda Briela— Kelinci kecil yang merepotkan itu. Ia tersenyum kecil.
"Meski menukar apapun yang ku miliki bahkan nyawaku pun, sepertinya tidak akan mampu untuk menggambarkan sedalam apa cintaku padanya, Paman." Hadwin mengedipkan matanya pada Briela. Pipi Briela memerah.
Entah harus bersyukur atau bagaimana soal Hadwin yang dengan tenang mengikuti alurnya. Seolah ada beban yang begitu berat dalam pernyataan yang Hadwin ucapkan, dan— ya Briela merasakan itu. Namun selebihnya Briela merasa senang sebab Hadwin mampu mengimbangi omong kosong yang Briela mulai.
"Syukurlah, aku akan tenang melepaskan putri pembuat onar itu padamu." Tuan Turner tersenyum lebar.
"Tenang saja, Paman. Aku akan memperlakukan putrimu dengan baik. Iya kan, Brie?"
"Yy— ya tentu saja, Ayah." Briela tergagap.
Kepalang basah dengan segala skenario yang dibuat Briela, Hadwin memilih untuk semakin tenggelam dalam peran. "Paman juga tidak perlu khawatir perihal Zoya & co. Selain hutang dan modal bangkit, aku juga akan membantu memulihkan Zoya & co melalui berbagai sumber daya dari media yang ku miliki. Setelah kami menikah, itu semua akan menjadi mungkin Paman."
"Kalian bahkan sudah sejauh itu. Aku minta maaf padamu Hadwin, karena sempat berniat menjodohkan Briela dengan Arthur Davis."
"Tidak masalah Paman. Itu sudah berlalu, dan ke depannya kami akan tetap baik-baik saja."
Obrolan berhenti di sana saat Bibi Marie memberitahukan perihal makan malam yang sudah siap di meja makan. Tuan Turner beranjak lebih dahulu disusul Briela si belakangnya. Namun, tangan Briela di cekal Hadwin yang langsung berisik di telinga Briela.
"Kau berhutang banyak Brie, dengan apa kau akan membayarnya?" Hadwin tersenyum smirk.
"Satu lagi, aku baru tahu jika kita berdua saling mencintai," imbuhnya.
Hadwin berlalu menyusul Tuan Turner, meninggalkan Briela dengan bulu kuduknya yang meremang.
Dengan apa aku membayarnya?
Penasaran nggak sama kelanjutannya?
Like komen yuk, biar makin semangat up nya.
sekertaris keknya beb. ada typo.