"Kamu siapa?" tanya wanita berkulit putih dengan beberapa tanda lebam biru di sekitar wajah dan perban mengeliling di kening kepala. Wanita ini berbicara dengan intonasi polos, lain dari biasanya.
"Maldava Ammar, Suamimu ..."
"Benarkah? Setampan ini suamiku.
"Benar, sayang."
Wanita itu tersenyum tanpa ragu. Ia mengelus lembut pipi lelaki yang menyebut dirinya menjadi suami. Ammar memejamkan mata, menyambut penuh cinta usapan lembut yang tidak pernah ia rasakan selama satu rabun pernikahan dengan sang istri.
Jika kebanyakan suami akan bersedih karena istrinya mengalami hilang ingatan, beda hal dengan Maldava Ammar. Lelaki itu sangat bersyukur karena dengan begitu ia bisa memiliki Putri Ganaya Hadnan seutuhnya, baik dari segi hati dan raga.
Selama setahun pernikahan, Ammar selalu mencoba menjadi suami yang sempurna untuk Ganaya, namun semua itu tidak cukup menghadirkan cinta di hati istrinya. Bukan hanya cinta yang belum bisa Ganaya berikan, namun juga kehormatannya.
Bagaimana perjuangan Ammar untuk bisa menikah dan menghempaskan masa lalu Ganaya? Memanfaatkan kehilang ingatan Ganaya untuk bisa mencintainya?
Menghempas jati diri asli sang istri agar tidak ada lagi orang yang menganggapnya ada?
Menjaga rumah tangganya dari berbagai teror bandid?
Dan disaat Ganaya sudah mencintai Ammar, ia harus menelan pil pahit? Apakah yang terjadi?
Dan inilah kisah mereka.
IG : @megadischa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megadischa putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu Tetap Yang Pertama
Pernikahan karena perjodohan, cinta yang dicari dalam kurun tujuh tahun pernikahan, tetap tidak bisa hadir diantara Adri dan istrinya, Mutiara Husen.
Mutiara, wanita berhijab, lulusan dari pesantren. Ia yatim piatu yang di adopsi sebagai anak oleh orang tua Adri. Adri di paksa menikah dengan Mutiara, hanya karena orang tuanya ingin mendapatkan menantu yang baik dari sisi agama dan budi pekertinya.
Terancam tidak akan mendapatkan hak waris, membuat Adri menyetujuinya. Di tambah lagi, setelah menikah ia di ultimatum untuk memberikan seorang cucu kepada Mama dan Papanya yang kala itu masih hidup.
Mutiara, wanita solehah berhati baik, yang begitu mencintai suaminya dan rela melakukan apa saja, agar Adri tidak meninggalkan dirinya dan anak-anak. Walau ia harus menelan siksaan di hati karena harus mengiyakan keinginan suaminya untuk menikah lagi dengan wanita yang di cintai, Ganaya Hadnan.
Ridho, walau masih sulit. Tetap Mutiara jalani. Ia mengetahui hubungan Adri dan Ganaya selama ini, namun wanita itu hanya bisa diam menanggung perih. Adri akan datang jika sedang ingin menuntaskan hasratnya saja, melakukannya dengan napsu tanpa rasa cinta. Karena Adri tidak mungkin melakukan itu kepada Ganaya, yang notabene belum menjadi istrinya.
Adri tidak bisa menceraikan Mutiara, karena perihal anak dan surat wasiat yang sudah dibuat oleh almarhum kedua orang tuanya. Lelaki itu tidak akan mendapatkan sepeserpun, jika berani menceraikan Mutiara. Terkadang, Adri sangat mengutuk Mutiara, mengapa bisa kedua orang tuanya begitu mencintai wanita itu dibandingkan dirinya sendiri.
Selama Adri berhubungan dengan Ganaya. Sikapnya kepada Mutiara sungguh mulai berbeda. Bukan menjadi tidak baik, malah menjadi amat baik. Karena Adri bahagia, Mutiara mau merelakan cintanya untuk dibagi dengan wanita lain.
Untuk jujur kepada Gana soal status aslinya, ia masih harus berfikir ulang dan membutuhkan waktu. Jika jujur sebelum menikah, Ganaya pasti akan menolak. Karena wanita itu tidak akan mau dijadikan sebagai istri kedua atau di poligami.
Demi Ganaya, Adri rela mengubah jatidirinya di kartu pengenalnya. Membuat status lelaki itu menjadi lajang dan bisa menikah dengan Ganaya. Keluarga besar Hadnan, sangat tertarik dengan Adri.
Lelaki tampan, sukses dan berbakat. Apalagi usia Ganaya sudah terbilang matang untuk berumah tangga, dengan kehadiran Adri yang begitu mencintai Gana, membuat keluarga bersorai setuju tanpa curiga sama sekali.
Dan Asyifa membantu semua sandiwara Adri selama ini. Wanita itu hanya ingin melihat Adri bisa bahagia.
"Sayang ... bangun." Adri mengusap-usap pipi Ganaya. Wanita itu pingsan setelah histeris cukup lama. Ia dibaringkan di atas sofa, dan Adri duduk di tepinya.
"Nay ..." serunya. Wajah Adri terlihat sangat pucat, pun sama dengan Ganaya. Dua sejoli yang rencana akan menikah dua hari lagi dengan status palsu.
Guncangan yang Adri berikan, mampu membuat Ganaya tersadar. Ia mengerjap beberapa kali, dan kedua kelopak mata akhirnya terbuka, lalu memicing sedikit karena cahaya lampu begitu tajam menyorot netra pekat miliknya. Mengayuhkan tangan ke atas untuk memijat pangkal dahinya. Pusing sekali rasanya.
Lalu.
DEG.
Ganaya kembali berteriak histeris. Ia meronta lagi, Ia teringat dengan perdebatan barusan. Sekuat tenaga, Adri memegangi kedua lengan Ganaya untuk tidak berontak.
"Aku minta maaf, Nay. Sumpah demi Tuhan, yang aku cinta hanya kamu."
Ganaya murka mendengarnya. "Jangan bawa-bawa Tuhan! Kamu tidak pantas menyebut namanya! Brenggsek kamu, Adri!" Ganaya mencoba melepaskan cekalan tangan Adri yang masih menempel di kedua lengannya. Adri beringsut untuk menindih Ganaya, ia kesulitan untuk mengunci tubuh wanita itu.
"Aku memang brengsek, tapi aku mencintaimu. Kamu tetap yang pertama, walau statusmu akan menjadi yang kedua."
Apa katanya tadi? Yang kedua? Enak sekali dia?
Kedua mata Ganaya terbelalak penuh. "Jangan harap kamu! TIDAK AKAN ADA PERNIKAHAN! SEMUA BATAL!!"
Adri menggeleng kasar. Matanya berubah berapi-api. Ia benci dengan kalimat yang terlontar dari bibir Ganaya.
Setelah lama memperjuangkan cintanya kepada Ganaya, dan dengan mudah wanita itu menggagalkannya. Oh tapi, Maaf, Dri. Ganaya tidak sebodoh itu.
"Aku tidak akan membiarkannya!" Adri berteriak. "Maaf sayang, aku harus melalukan cara ini, agar kamu bisa menjadi milikku selamanya." Adri mencoba membuka kancing dress yang sedang Ganaya pakai.
Saat dirinya tahu akan diperkosa. Ganaya panik dan terus berteriak. "Jahat kamu, Mas!"
"Aku terpaksa! Aku tidak mau ditinggal oleh kamu, Nay." Adri melesatkan kecupan di permukaan kulit leher Ganaya. Wanita itu seperti jijik dan muak. Ia terus berusaha untuk mendorong tubuh lelaki itu.
Tangan Adri sudah meraba-meraba untuk masuk ke bagian paha Ganaya. Ia melumatt habis bibir wanita itu tanpa ampun.
"Lepas!!" Ganaya kembali berteriak, ketika ia berhasil melepaskan perpagutan bibir mereka.
Adri tidak perduli. Ia kembali membenamkan bibirnya tepat di bibir Gana. Nafsunya semakin berkobar. Jari-jemarinya semakin nakal, namun ketika ingin meloloskan kain segitiga dibalik dress Ganaya. Tangannya berhenti. Ia kepalang kaget dengan ketukan beberapa kali yang terdengar didepan pintu ruangannya.
"Mas Adri." suara yang sangat mereka hapal.
Adri menatap tajam bola mata Ganaya. "GEMMA ... TOLONG KAKAK!!" seru Ganaya kencang. Ganaya teriak berulang-ulang membuat Adri gelagapan. Mendengar suara teriakan wanita dari dalam, membuat Gemma menyerengitkan dahi.
"Diam, Nay!" Adri membekap mulut Ganaya.
"Siapa itu?" gumam Gemma. Ia masih mematung di luar. Menempelkan telinganya di daun pintu dan kembali tidak mendengar apa-apa.
"Mas, Adri? Ini aku, Gemma." serunya lagi sambil menekan handle pintu.
***
"Bapak enggak apa-apa?" tanya Bima dan Denis bersamaan.
Ammar mengangguk. Karena kejadian tadi pagi membuat tubuhnya sakit, rapat antar Presdir batal dan tentu saja hatinya patah karena perkataan Ganaya. Di sepanjang perjalanan pun, fikiran dan hatinya tidak luput memikirkan keadaan Ganaya saat ini.
Ah, biarlah, Ganaya memang saatnya harus tahu.
Ammar meminta kepada Bima dan Denis untuk mengantarnya langsung ke rumah Kakaknya. Karena lelaki itu sudah berjanji akan membawakan beberapa pesanan yang di inginkan oleh kelima keponakannya.
Dan di sinilah sekarang ia berada. Sudah ada didalam pelataran rumah sang Kakak.
"Tidak usah menunggu saya. Kalian boleh pulang, dan jemput saya lagi besok pagi di sini. Saya akan menginap. Tolong kalian cari siapa yang melakukan kerusuhan di EG pagi tadi."
Bima yang berada disebelahnya dan Denis yang duduk didepan sebelah supir, mengangguk faham. Pak Dahlan, supir mereka kemudian turun untuk membukakan pintu penumpang belakang dan mempersilahkan Presdirnya turun.
"Jangan lupa makanannya, Pak." titah Ammar kepada Pak Dahlan.
"Baik, Pak." Pak Dahlan bergegas membuka bagasi. Untuk membawa semua yang sudah Ammar beli di pusat perbelanjaan.
Ammar melangkahkan kaki menuju pintu utama rumah Kakaknya yang sudah terbuka. Langkahnya sangat lunglai. Karena energinya cukup banyak terkuras. Kalau bukan karena cinta dengan semua keponakannya. Ammar pasti akan lebih memilih pulang kerumah.
Tapi sepertinya ia juga malas melakukan hal itu, pulang kerumah setelah membatalkan pernikahannya dengan Asyifa, pasti akan membuat dirinya di omeli habis-habisan oleh Mama dan Papanya. Hanya karena untuk membela Ganaya, Ammar harus merelakan perasaan semua orang.
Sesange sorijilleo i love you, neolsaranghandago.
Ammar hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum ketika melihat Geisha, anak perempuan berusia dua belas tahun itu sedang bernyanyi sambil menari didepan televisi. Menyerukan lagu dari SS501.
"Nyanyi lagu apa sih, enggak ngerti." gumam Ammar. Lelaki itu masih berdiri diambang pintu dengan kedua tangan terlipat di dada.
"OM AMMAR!" seru Ginka, keponakan kembarnya yang paling kecil. Anak yang bau turun dari tangga itu lalu berseru memanggil namanya. Berlari dan menerjangnya dengan pelukan. Ammar berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan anak itu.
Geisha yang masih fokus menari lalu menoleh, dan ikut berseru. Ia berlari menghampiri Om yang paling ia sayangi.
Ammar memeluk tubuh mereka berdua dan melepas kecupan hangat di pusaran rambut mereka. Rasa sedih Ammar di hari ini, sedikit terobati.
***
Like dan Komennya yaa😘