Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5: PERTARUNGAN MAUT PERTAMA
Gua kecil yang dimaksud Sistem ternyata bukanlah gua biasa. Ini lebih mirip celah menganga di dinding jurang—sebuah mulut raksasa yang gelap gulita, menelan cahaya apa pun yang mencoba masuk.
Dari dalam celah itu, Baskara merasakan sesuatu yang menyesakkan dada.
Aura pembunuh.
Tidak seperti Binatang Roh kacangan yang ia bantai sebelumnya. Aura ini jauh lebih berat. Lebih padat. Rasanya seolah ada batu besar yang menindih paru-parunya, bahkan dari jarak dua puluh meter.
[Itu dia. Beruang Taring Besi (Iron Fang Bear). Tingkat: Penempaan Tubuh Bintang 7.]
[Dia adalah predator alpha di wilayah ini—alasan kenapa makhluk lain tidak berani mendekat. Kulitnya sekeras baja tempaan, cakarnya bisa merobek batu granit seperti tahu, dan regenerasinya sangat cepat. Untuk Anda yang masih Bintang 6... ini sama saja bunuh diri.]
"Kau sudah mengatakannya berulang kali," sahut Baskara pelan, langkah kakinya tak melambat sedikit pun. "Tapi aku tetap di sini."
[Kenapa? Kenapa Anda begitu keras kepala? Anda sudah naik 5 tingkat dalam semalam. Itu pencapaian gila. Kenapa mempertaruhkan nyawa sekarang?]
Baskara berhenti tepat di mulut gua. Mata barunya yang tajam menangkap pergerakan di dalam kegelapan—sesuatu yang besar, bernapas berat dan lambat.
"Karena," jawabnya dingin, "aku sudah menghabiskan tiga tahun hidup dalam ketakutan. Tiga tahun menjadi mangsa. Dan aku bersumpah demi darahku sendiri—tidak akan pernah lagi. Aku… pemangsa!"
Ia mengepalkan tangannya, merasakan Prana bergejolak di sana.
"Jika aku harus lari dari sesuatu yang hanya satu tingkat di atasku, maka selamanya aku akan tetap lemah. Jadi aku akan melawan. Aku akan menang. Atau aku akan mati saat mencoba."
Hening sejenak. Sistem seolah sedang memproses tekad gila tuan barunya.
[...Anda benar-benar sinting, Tuan. Tapi baiklah. Jika itu mau Anda, aku akan membantu. Dengarkan baik-baik. Satu kesalahan kecil, kepala Anda putus.]
"Katakan."
[Pertama: Anda TIDAK BISA mengalahkannya dengan adu kekuatan murni. Fisiknya jauh di atas Anda. Kedua: Kulitnya adalah armor alami. Serangan biasa tidak akan tembus. Ketiga: Jangan beri dia waktu bernapas untuk regenerasi.]
[Satu-satunya peluang adalah lingkungan. Lihat langit-langit gua. Ada stalaktit runcing di sana. Jika Anda bisa memancingnya ke posisi yang tepat dan menjatuhkan paku batu itu...]
Baskara mendongak. Benar saja, puluhan stalaktit raksasa menggantung laksana tombak dewa yang siap menghukum pendosa.
"Rencana bagus," seringai Baskara. "Tapi bagaimana memastikannya berdiri tepat di bawah sana?"
[Jadilah umpan. Buat dia marah besar. Buat dia kehilangan akal sehat dan hanya fokus mengejar Anda.]
"Memancing maut, ya? Keahlianku."
Baskara menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian, lalu berteriak sekeras-kerasnya ke dalam lubang hitam itu.
"HEI! BERUANG SAMPAH! KELUAR KAU! AKU DI SINI UNTUK MENJADIKANMU KARPET!"
Suaranya menggema, memantul di dinding batu.
Hening sesaat.
Lalu—
"GROAAAAAAAARRRR!"
Auman dahsyat meledak, mengguncang tanah pijakan Baskara. Debu berjatuhan dari langit-langit.
Sesuatu merangkak keluar dari kegelapan. Dan kata "beruang" adalah penghinaan bagi monster ini.
Tingginya hampir tiga meter saat berdiri dengan empat kaki. Tubuhnya dibungkus otot yang membusung seperti beton. Bulu hitamnya berkilau metalik—seolah terbuat dari kawat baja. Keempat kakinya dipersenjatai cakar setajam pisau daging.
Namun yang paling mengerikan adalah giginya. Dua taring panjang mencuat dari rahang bawah, putih berkilau layaknya logam yang dipoles. Taring besi.
Mata kecilnya menatap Baskara dengan kebencian murni.
[Beruang Taring Besi - Bintang 7 (MARAH)]
[Peluang Menang: 15% | Peluang Mati: 85%]
[LARI!]
Baskara tidak lari. Ia justru merentangkan tangan, menantang.
"Ayo, Jelek. Aku lapar."
Beruang itu meraung lagi, kali ini lebih keras, lalu menerjang.
BOOM! BOOM! BOOM!
Tanah bergetar hebat setiap kali kakinya menghantam bumi. Kecepatannya tidak masuk akal untuk makhluk sebesar itu. Dalam sekejap, jarak dua puluh meter lenyap.
Cakar raksasa menyabet udara, mengincar kepala Baskara.
WUUSH!
Baskara berguling ke samping di detik terakhir. Angin dari sabetan itu begitu kuat hingga hampir melempar tubuhnya.
‘Cepat!’ batinnya kaget. ‘Dia terlalu cepat!’
Baskara bangkit dan berlari—bukan menjauh, tapi masuk ke dalam gua. Menuju jebakan stalaktit.
Beruang Taring Besi mengejar dengan membabi buta. Napasnya yang bau busuk terasa panas di tengkuk Baskara.
20 meter.
10 meter.
5 meter menuju titik target.
SRET!
Cakar beruang itu berhasil menyerempet punggung Baskara. Jubahnya robek, kulit punggungnya tergores dalam. Darah muncrat.
Rasa perih menyengat, tapi Baskara mengabaikannya. Adrenalin membanjiri otaknya.
SEKARANG!
Baskara mengerem mendadak tepat di bawah stalaktit raksasa. Ia berbalik, menghadap monster yang sedang berlari dengan momentum penuh itu.
"HEI! KAU LAMBAT SEKALI! NENEKKU LEBIH CEPAT DARIMU!"
Provokasi itu berhasil sempurna. Beruang itu mengaum murka, melupakan kewaspadaan, dan melompat untuk menerkam.
"MATI KAU!"
Baskara menyalurkan seluruh sisa Prana-nya ke tangan kanan. Tinjunya bersinar merah menyala. Ia tidak memukul beruang itu, melainkan memukul udara ke arah atas—menembakkan gelombang kejut Prana ke pangkal stalaktit.
BOOOM!
Ledakan energi menghantam dasar batu stalaktit.
KRAK!
Paku batu raksasa seberat satu ton itu patah.
Beruang itu baru menyadari bahaya saat bayangan besar menutupi wajahnya. Tapi sudah terlambat. Momentum larinya membuatnya mustahil berhenti.
JLEB!
Stalaktit itu jatuh lurus ke bawah, menghantam kepala monster itu dengan bantuan gravitasi.
CRACK!
Bunyi tulang tengkorak retak terdengar mengerikan. Ujung stalaktit tidak menembus sepenuhnya karena kerasnya tengkorak si beruang, tapi hantamannya cukup untuk meremukkan tulang dan menekan kepala monster itu rata dengan tanah.
BRUKKK!
Beruang Taring Besi ambruk, kepalanya tertindih batu raksasa. Debu mengepul tebal.
Hening.
Baskara berdiri terengah-engah, dadanya naik turun, Prana-nya nyaris habis. Ia menatap tumpukan batu dan bulu itu.
‘Sudah?’
Tiba-tiba—
GRR...
Kaki beruang itu bergerak. Cakarnya mencakar tanah. Tubuh raksasanya mulai menggeliat, mencoba mengangkat stalaktit yang menindihnya.
[Gila! Dia masih hidup?! Regenerasinya bekerja! Dia sedang menyembuhkan diri!]
"Sialan!" umpat Baskara.
Ia tidak punya Prana lagi untuk serangan jarak jauh. Ia tidak punya senjata.
Hanya ada satu cara.
Baskara berlari, melompat ke atas punggung beruang yang sedang meronta itu.
Monster itu mengaum tertahan, mencoba mengibaskan tubuhnya. Tapi Baskara mencengkeram bulu bajanya erat-erat. Ia melihat retakan di tengkorak kepala beruang itu—celah sempit di mana darah segar mengucur.
Itu titik lemahnya!
Baskara mengangkat tinjunya tinggi-tinggi. Tanpa Prana. Hanya kekuatan otot murni dan kebencian.
BUAGH!
Ia meninju luka yang terbuka itu.
Beruang itu meraung kesakitan.
BUAGH! BUAGH! BUAGH!
Tangan Baskara lecet, kulit buku jarinya terkelupas karena menghantam tulang sekeras besi. Tapi ia tidak berhenti.
"MATI! MATI! MATI KAU BAJINGAN!"
Setiap pukulan adalah pelampiasan dendamnya pada Wibawa. Pada Patriark. Pada dunia yang membuangnya.
KRAAAK!
Tengkorak itu akhirnya menyerah. Lubang retakan melebar.
Didorong insting purba yang brutal, Baskara tidak memukul lagi. Ia menusukkan jari-jarinya ke dalam lubang retakan itu, merobek daging, dan mencengkeram sesuatu yang lunak dan berdenyut di dalamnya.
Otak.
Ia mencengkeram dan menarik sekuat tenaga.
SPLAT!
Tubuh Beruang Taring Besi mengejang hebat—sebuah kejang kematian yang mengerikan—lalu diam. Kaku.
Mati.
Baskara merosot jatuh dari tubuh monster itu. Ia terbaring di tanah dingin, napasnya tersengal parah. Tangannya berlumuran darah dan materi otak.
Ia menang.
[...Itu... itu adalah hal paling brutal yang pernah kusaksikan, Tuan. Bahkan untuk ukuran naga.]
Baskara tertawa lemah, lebih mirip batuk berdarah. "Apa aku... lulus ujian?"
[Lulus dengan nilai sempurna.]
DING!
[KILL CONFIRMED: IRON FANG BEAR (BINTANG 7)]
[Pencapaian: "Giant Slayer" - Membunuh musuh yang lebih kuat]
[Bonus EXP Masif!]
-------------------------------------------
[Apakah Anda ingin menggunakan Devouring?]
Baskara memaksakan tubuhnya yang remuk redam untuk merangkak mendekat. Ia meletakkan tangan berdarahnya di dada monster itu.
"Serap," bisiknya serak.
WUUUSHHH!
Ini bukan aliran sungai kecil seperti sebelumnya. Ini adalah air bah.
Energi vital dari predator Bintang 7 meledak masuk ke tubuh Baskara. Panas. Meluap-luap.
Mayat raksasa itu mengering dengan kecepatan mata memandang.
DING! DING! DING!
[LEVEL UP!]
[Penempaan Tubuh Bintang 6 -> Bintang 7!]
[LEVEL UP!]
[Penempaan Tubuh Bintang 7 -> Bintang 8!]
-------------------------------------------
[HP & Prana Pulih Sepenuhnya]
[Luka Fisik Disembuhkan]
-------------------------------------------
[Fragmen Memori Diperoleh:]
> Teknik Pasif: KULIT BESI (Iron Skin) - Meningkatkan pertahanan fisik.
> Teknik Serangan: CAKAR BESI (Iron Claw) - Memadatkan Prana di jari setajam baja.
Cahaya merah menyelimuti Baskara. Luka di punggungnya menutup tanpa bekas. Tangan yang hancur kembali mulus. Otot-ototnya memadat, kulitnya kini memiliki kilau samar seperti logam.
Baskara bangkit berdiri. Ia merasa... tak terkalahkan.
"Dua tingkat sekaligus," gumamnya takjub. "Bintang 8. Hanya selangkah lagi menuju puncak Penempaan Tubuh."
[Itu imbalan yang pantas untuk keberanian gila Anda. Tapi jangan lupa hadiah utamanya.]
"Hadiah utama?"
[Inti Roh (Spirit Core). Beruang ini pasti memilikinya. Itu sumber tenaga murni.]
"Di mana?"
[Di dadanya. Kau harus... menggali sedikit.]
Baskara tidak ragu. Ia merobek dada mumi beruang itu dengan tangan kosong—yang kini setajam pisau berkat Cakar Besi.
Ia menarik keluar sebuah kristal merah sebesar kepalan tangan yang berpendar hangat.
[Inti Roh Tingkat Tinggi. Nilainya setara 1000 Batu Roh. Atau... serap sekarang untuk menyempurnakan fondasimu.]
Baskara menggenggam kristal itu. Uang tidak penting sekarang. Kekuatan adalah segalanya.
"Serap."
Kristal itu meleleh menjadi cahaya, meresap ke dalam pori-porinya.
[Kultivasi +500]
[Fondasi Tubuh Diperkuat]
Baskara merasakan tubuhnya sekeras batu karang. Ia menatap ke bagian dalam gua yang lebih gelap.
"Ayo pergi," katanya. "Aku ingin keluar dari jurang ini sebelum matahari terbit."
[Jalan keluar ada di ujung sistem gua ini. Tapi hati-hati, Tuan... aroma di dalam sana semakin amis.]
"Bagus," Baskara menyeringai, matanya menyala merah dalam gelap. "Artinya makin banyak mangsa."
Dan sosok berjubah lusuh itu pun menghilang ke dalam kegelapan gua, meninggalkan bangkai raja hutan yang telah mengering di belakangnya.
[BERSAMBUNG KE BAB 6]
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe