NovelToon NovelToon
IKATAN PERJODOHAN

IKATAN PERJODOHAN

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ivan witami

Arjuna dikenal sebagai sosok yang dingin dan datar, hampir seperti seseorang yang alergi terhadap wanita. la jarang tersenyum, jarang berbicara, dan selalu menjaga jarak dengan gadis-gadis di sekitarnya. Namun, saat bertemu dengan Anna, gadis periang yang penuh canda tawa, sikap Arjuna berubah secara drastis.

Kehangatan dan keceriaan Anna seolah mencairkan es dalam hatinya yang selama ini tertutup rapat. Tak disangka, di balik pertemuan mereka yang tampak kebetulan itu, ternyata kedua orangtua mereka telah mengatur perjodohan sejak lama. Perjalanan mereka pun dimulai, dipenuhi oleh kejutan, tawa, dan konflik yang menguji ikatan yang baru saja mulai tumbuh itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ivan witami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 Penagih Hutang

Pak Hamdan berdiri tegap di depan ruang rapat dengan layar proyektor yang menampilkan sketsa-sketsa desain busana terbaru. Ia menggerakkan jarinya menunjuk pada sebuah rancangan fashion untuk musim tahun depan.

“Inilah koleksi untuk tahun depan yang akan kita luncurkan setelah kampanye ini. Saya yakin, dengan sentuhan inovasi dan kualitas bahan premium, kita bisa menembus pasaran nasional.” suara Pak Hamdan lantang dan penuh semangat.

Anna duduk tak jauh dari Pak Hamdan, di baris kedua, tepat di sebelah Juna. Ia berusaha membuka matanya lebar-lebar, tapi berat sekali merasa kantuknya menyusup pelan. Sesekali kepala Anna terantuk pelan ke bahu Juna, dan dia segera mencoba mengangkatnya kembali agar terlihat fokus.

Juna menghela napas. Ia tahu, semalaman Anna berjaganya di kantor sambil menyelesaikan desain. Juna tahu betapa kerasnya kerja Anna tanpa memperdulikan rasa kantuk.

Ketika kepala Anna kembali menunduk berat, kali ini Juna menarik kepala Anna perlahan agar bisa bersandar di bahunya dengan lembut.

Pak Hamdan melihat ke arah mereka dengan pandangan yang sulit diartikan. Lalu Juna menatap ke arah Pak Hamdan, menggunakan tatapan khas mereka, sebuah isyarat tak bersuara agar memberi kesempatan Anna untuk beristirahat sejenak.

Pak Hamdan menghela napas panjang, lalu mengangguk perlahan. Ia berkata pada semua yang hadir, “Kalau begitu, kita beri Anna waktu sebentar supaya bisa kembali segar, lalu kita lanjutkan presentasi setelah istirahat sejenak.”

Beberapa orang di ruangan saling berbisik. “Kok bisa ya… tiba-tiba ngantuk si Anna?”

“Ya wajar. Mungkin, semalam dia memang kelihatan paling sibuk.”

Juna menatap mereka singkat, lalu mengalihkan perhatian ke Anna yang sudah mulai menikmati beberapa menit ketenangan di bahunya.

“Tidurlah sebentar, Na,” bisik Juna. “Aku akan jagain kamu.”

Setelah beberapa menit, Anna mulai bernapas lebih dalam, tidurnya semakin nyenyak. Busana yang dia kenakan berwarna krem lembut dengan pola kecil bercampur warna natural, membuat pemandangan di ruangan tersebut seperti hiasan yang menenangkan.

Melihat Anna memang seperti sangat lelah, pak Hamdan memutuskan untuk jeda dari rapatnya dan dilanjutkan jika Anna sudah bangun dari tidurnya.

“Maaf, mungkin rapat kita tunda dulu. Karena yang bisa menjelaskan arti disain ini adalah Anna, sepertinya Anna kelelahan setelah lembur tadi malam,” ucap pak Hamdan menjeda sejenak rapatnya.

Ada yang menggebrak meja pelan, tanda tidak suka pada Anna, anak baru tetapi seperti anak emas. Mereka keluar dari ruang rapat diikuti pak Hamdan menuju ruangan masing-masing.

Sementara Juna membopong Anna menuju ruangannya. Saat berjalan di koridor, Juna berpapasan dengan Pak Hamdan.

“Juna bawa Anna ke ruangan kamu, pastiin dia istirahat dulu.”

Tatapan Juna seperti biasa, ia cukup diam dan tidak perlu menjelaskan apa yang sudah ia lakukan. Sudah jelas Anna ia bopong menuju ruangannya, mengapa sang papa memerintahnya.

Aldo yang juga melihatnya pun segera berlari menuju pintu dan membantu membukanya, Juna masuk dengan santai dan menidurkan Anna disofa.

“Tidurlah,” ucapnya pelan sambil mengusap lembut rambutnya.

Wajah Anna dan tingkahnya mengingatkan almarhum kekasihnya yang telah pergi dan tak pernah kembali. Kekasihnya itu sakit dan tidak tertolong.

Juna tersenyum lalu ia bangkit keluar dari ruangannya. Di luar ruangan ia melihat Aldo berdiri di depan pintunya.

“Aldo, panggil semua staff, kita lanjutkan rapat tadi,” ucap Juna lalu berjalan menuju ruang rapat.

Aldo sejenak melongo mendengar kalimat Juna yang sedikit menghangat.“Tumben, nada bicaranya enak didengar. Ternyata Anna membawa perubahan besar.”

Aldo segera mengirim pesan grup chat para staf penting agar segera ke ruang rapat. Walau banyak yang protes tetapi tidak ada yang berani melanggar titah Juna.

Rapat kembali dipimpin pak Hamdan dilanjutkan dengan Juna hingga selesai. Namun, tiba-tiba saat Juna hendak menutup sesi rapat, pintu ruang rapat terbuka.

“Pak Juna, Anna di pukul orang di lobby.”

“Apa?” Juna bergegas keluar dari pergi ke lantai bawah.

Aldo dan Pak Hamdan saling pandang, siapa gerangan yang berani memukul calon menantunya itu. Jika keluarga Sanjaya tahu di kantornya ada insiden yang membuat cucunya dipukul orang terlebih karyawannya. Bisa-bisa ia dalam masalah.

“Do, gawat. Jangan sampai pak Reza sama Bu Bianca tahu, apalagi pak Bram Sanjaya,” ucap pak Hamdan, ia dan Aldo serta beberapa staf lalu turun ke lantai bawah.

Juna begitu gelisah lift, rasanya lama sekali lift turun kebawah.“Ayo…, brengsek! Lama sekali lift ini.”

’Ting’ pintu lift terbuka.

Juna keluar dan melihat Anna tersungkur dibawah. “Anna!” teriak Juna, suaranya menggema di lobby mengagetkan semuanya.

Juna berlari merengkuh Anna.“Anna,” lirih Juna dengan khawatir.

“Hai, Pak Juna. Aku gak apa-apa. Tapi, sakit...” Anna menangis seperti anak kecil, ia menggunakan kesempatan itu agar Juna mengusir debtcollector tersebut.

Juna melihat dua pria itu dengan tatapan tajam lalu bangkit dan menarik kerah baju pria itu. “Kau berani memukul wanitaku!” Tanpa permisi Juna memberi bogem mentah pada dua pria itu satu persatu.

“Bos, dia punya hutang lima ratus juta. Wajar kami kejar terus.”

“Tapi aku udah bilang sama kalian, aku belum punya uang. Baru dua hari kerja mana ada uang,” saut Anna masih posisi duduk sambil menunjuk pria sangar itu.

“Ini sudah tiga bulan dan kamu janji-janji terus.”

“Nanti kalau gajian pasti aku cicil, kok,” saut Anna lagi.

Pak Hamdan dan Aldo mengerutkan keningnya, bisa-bisanya seorang Anna bisa memiliki hutang. Padahal orang tuanya dan opanya keluarga pengusaha terkenal.

“Om, bukannya Anna anak orang kaya ya. Kok gak bisa melunasi hutang?” bisik Aldo.

“Aku juga gak percaya sih. Tapi mungkin ada alasan lain sampai keluarganya gak tahu,” bisik pak Hamdan menimpali.

Juna mengeluarkan ponselnya tanpa bertanya pada Anna, hutang apa sampai lima ratus juta.“Biar aku bayar.”

Debtcollector itu mengambil ponselnya dan menunjukkan ponselnya. Juna pun bertransaksi lewat ponselnya.

“Sudah aku lunasi beserta bunganya. Setelah ini jangan pernah ganggu pacarku lagi,” tegas Juna sambil menatap tajam dua pria bertubuh kekar yang sedang berdiri dengan sikap tak acuh di hadapannya.

Salah satu pria itu mengangguk, kemudian berkata, “Ok, terima kasih, Bos. Kami pergi dulu.”

Juna merasa suasana di lobi kantor itu mulai mencair ketika mereka berdua mulai melangkah pergi. Namun tiba-tiba, suara nyaring menyela, “Heh… tunggu!”

Anna, dengan raut wajah marah yang tak bisa disembunyikan, tiba-tiba berjalan cepat menuju dua pria tadi.

“Enak aja main pergi, rasakan ini dulu!” teriak Anna sambil melayangkan pukulan keras tepat ke wajah pria yang berada paling dekat dengannya.

Pria itu terhuyung dan akhirnya tersungkur ke lantai, memegangi hidungnya yang berdarah. Suasana menjadi agak tegang, tetapi juga aneh karena beberapa orang di lobi menahan tawa, melihat tingkah Anna yang konyol tapi berani.

“Aduh… sakit, cewek sialan,” gerutu pria itu sambil mengusap bagian yang dipukul.

Anna berbalik menghadap mereka, mengangkat satu jarinya dengan tegas, “Ets... gak boleh balas. Kan hutangnya sudah dibayar. Itu tadi balasan kamu karena udah mukul aku. Dan perjanjian hutang tidak ada hukum baku hantam, tapi kamu pukul aku, aku pukul kamu. Impas, kan?”

Juna menatap Anna dengan ekspresi tercampur antara kagum dan khawatir.

“Sekarang kalian pergi atau–” Juna menambahkan ancaman sebelum Anna menyela.

“Baik, Bos. Kami pergi.” Dua pria itu langsung berlari keluar dari lobi dengan wajah penuh kekalahan.

Setelah mereka pergi, Juna merangkul Anna, “Kamu gak apa-apa?”

Anna mengelus rahangnya yang masih terasa sakit sambil mengerutkan dahi, “Rahangku sakit.”

Juna tampak khawatir, “Kita ke dokter ya?”

Anna menggeleng pelan, “Gak usah, aku udah biasa.”

“Biasa?” Juna mengernyit heran.

“Iya, waktu sering latihan bela diri,” jawab Anna dengan suara santai namun penuh semangat.

Ekspresi Juna berubah menjadi datar dan dingin. Dalam hati, ia merasa kecewa dan sedikit marah. Bisa-bisanya Anna, wanita yang ia kagumi dan lindungi, memiliki kemampuan bela diri tinggi tapi tak bisa mempertahankan dirinya saat keadaan genting, atau mungkin memang ia yang terlalu lemah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!