Di Chicago modern, kekuasaan bukan lagi soal siapa yang paling banyak menembak. Tapi siapa yang paling bersih menutupinya.
Kenalan dengan Luca Rossi, si Cleaner. Dia bukan tukang bersih-bersih biasa, tapi Consigliere dingin yang jadi otak di balik organisasi mafia Moretti. Dinding kantornya rapi, suit-nya mahal, tapi tangannya berlumur semua dirty work Keluarga—dari pembukuan yang dimanipulasi sampai menghilangkan jejak kejahatan.
Masalahnya, kini Keluarga Moretti di ambang collapse. Bos lama sekarat. Kekuasaan jatuh ke tangan Marco, si pewaris baru yang psikopat, ceroboh, dan hobi bikin drama. Marco melanggar semua aturan, dan Luca tahu: kalau dia diam, seluruh empire mereka hancur. Dengan bantuan Sofia, istri Bos yang terlihat polos tapi menyimpan banyak kartu, Luca memutuskan satu hal brutal: Ia harus mengkhianati bos barunya sendiri.
Di tengah rencana kotornya, Luca bertemu Isabella. Dia cantik, pintar, dan vibe-nya langsung nyambung sama Luca yang kaku. Luca akhirnya merasakan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20: THE VIPER'S NEST
Luca dan Isabella bersembunyi di sebuah apartemen tua yang disewa Isabella—tempat yang memiliki jendela yang menghadap ke Teluk Napoli yang indah, ironisnya, pemandangan yang sama yang Luca tinggalkan sepuluh tahun lalu.
Di atas meja, bukan makanan, melainkan peta, skema arsitektur tua Gudang Castellammare milik Bianchi. Luca dan Isabella, Cleaner dan Auditor, kembali menjadi duet yang mematikan.
"Gudang ini sangat tua," jelas Isabella, menunjuk ke titik-titik lemah di dinding bata. "Ayahku suka tempat yang sederhana, yang tidak bergantung pada teknologi. Perlindungan utamanya adalah isolasi dan brute force."
"Ideal untuk The Ghost," balas Luca, senyum sinis tersungging di bibirnya. "Aku masuk melalui saluran ventilasi utama. Tidak ada sensor. Tapi itu jebakan. Jika Scarlatti ada di sana, Falcone pasti sudah ada di sana juga. Mereka akan mengantisipasi bahwa kita akan datang untuk menutup sumber informasi itu."
"Kita tidak bisa menyerang frontal," kata Isabella, matanya menganalisis. "Kita tidak punya pasukan. Tapi kita punya strategi."
Isabella menunjuk ke area pelabuhan di dekat gudang. "Gudang itu bersebelahan dengan jalur kapal kargo menuju Afrika Utara—rute penyelundupan Falcone. Setiap malam, ada pergerakan kontainer. Kita akan menggunakan kekacauan itu."
"Pengalihan," kata Luca, mengangguk. "Kau akan memulai pengalihan finansial dan logistik. Target Falcone di pelabuhan. Buat kerugian besar yang tidak bisa mereka abaikan, tepat lima menit sebelum aku masuk."
Isabella menatap Luca, matanya tajam. "Jika aku membuat kerugian sebesar itu, mereka akan mengirim seluruh kekuatan mereka ke pelabuhan. Kau akan sendirian melawan Scarlatti dan penjaganya."
"Aku tidak sendirian," kata Luca, tatapannya dingin. "Aku punya kamu untuk mengamankan jalanku. Dan aku punya Vito di Chicago yang siap mengaktifkan serangan politik terhadap aset mereka di AS."
Saat mereka berbicara, ketegangan emosional membebani udara. Mereka bekerja dalam sinkronisasi yang sempurna, sebuah pengingat abadi akan betapa berbahayanya potensi mereka jika mereka berada di pihak yang sama.
"Mengapa kau tidak tinggal di Chicago?" tanya Luca tiba-tiba, jeda itu menghancurkan profesionalisme. "Kau bisa menghancurkan Falcone dari sana. Kau aman."
Isabella menatapnya. "Aku yang membiarkan masa lalumu kembali menghantuimu, Luca. Aku yang harus memastikan masa lalu itu mati di sini."
Luca tidak membalas. Dia hanya mengangguk, menerima keputusannya yang keras kepala dan didorong oleh rasa bersalah. Mereka adalah cerminan satu sama lain.
Pukul 02:00 pagi. Langit Castellammare gelap, tertutup oleh awan asap dan bau laut yang menyengat. Luca mendekati Gudang Bianchi.
Pada saat yang sama, Isabella duduk di sebuah kafe tersembunyi, laptop di depannya, tangannya bergerak cepat di atas keyboard.
02:05 AM: Isabella melancarkan serangan. Menggunakan data yang dicuri dari Rocco, ia menargetkan manifest pelabuhan Falcone, mengubah data pengiriman kontainer kunci yang membawa aset bernilai puluhan juta dolar. Lima menit kemudian, alarm mulai berbunyi di sepanjang dermaga. Kepanikan logistik meletus.
Falcone, seperti yang diprediksi, mengalihkan hampir semua perhatiannya ke pelabuhan. Cleaner telah menciptakan kekacauan sempurna.
Luca, memanfaatkan kebingungan itu, meluncur dari atap ke atap di area gudang. Dia menemukan ventilasi yang ditunjukkan Isabella, memotong kabel sensor termal dengan pisau belati kecilnya, dan turun ke dalam kegelapan.
Di dalam gudang, bau debu dan kotoran tua. Hanya ada dua pria yang berjaga di dekat sebuah kantor portabel yang terisolasi—Scarlatti dan seorang bodyguard Falcone.
Luca bergerak cepat. Dia tidak lagi ragu untuk membunuh jika perlu, tetapi malam ini, dia butuh informasi. The Ghost adalah tentang menghilang dan menciptakan ketakutan, bukan pembantaian.
Luca menyelinap di belakang bodyguard Falcone, memukulnya tepat di tempat yang mematikan, menjatuhkannya tanpa suara.
Massimo Scarlatti, pria tua bertubuh kecil dengan mata yang gelisah, duduk di dalam kantor portabel, menghitung uang kotor di bawah lampu meja. Dia tidak menyadari kedatangan Luca.
Luca mendorong pintu. Scarlatti mendongak, matanya melebar karena ngeri. Dia mengenali Luca, bukan Cleaner, melainkan The Ghost.
"Luca! Non è possibile—Tidak mungkin!" teriak Scarlatti, menjatuhkan uangnya.
"Aku sudah lama tidak mendengar namaku diucapkan di sini," kata Luca, suaranya rendah dan mengancam. "Kau tahu kenapa aku di sini, Massimo. Kau menjual masa laluku. Kau menjual Elena. Kau menjual kelemahan terbesarku."
"Aku butuh uang! Rocco Bianchi memaksaku! Dia mengancam akan mengeksposku!" Scarlatti memohon.
"Rocco membayar untuk masa laluku. Tapi aku butuh tahu: siapa yang kau jual kepada Falcone?" tuntut Luca. "Mengapa Falcone tahu tentang The Ghost?"
Scarlatti gemetar. "Falcone... mereka tidak tertarik pada Chicago. Mereka tertarik pada Naples. Mereka ingin menguasai operasi di sini. Mereka membayar mahal untuk informasi tentang orang yang bisa mengganggu mereka."
"Dan kau memberi mereka namaku," desis Luca.
"Aku memberi mereka informasi bahwa The Ghost adalah kelemahan, bukan kekuatan," Scarlatti tergagap. "Aku bilang padanya, bahwa The Ghost tidak pernah membunuh di Naples. Bahwa The Ghost akan kembali untuk Elena. Itu semua yang mereka butuhkan. Mereka tahu kau akan datang, Luca!"
Tepat saat Scarlatti berbicara, pintu utama gudang terbuka dengan dentuman keras.
Lampu sorot mobil menyinari gudang. Itu bukan polisi. Itu adalah Marco Falcone, keponakan Capo Falcone, yang telah dikirim dari Los Angeles untuk memimpin serangan di Naples. Dia adalah pria muda yang arogan, dikelilingi oleh delapan pria bersenjata berat.
"Aku tahu The Ghost akan datang ke sini," teriak Marco Falcone, suaranya dipenuhi kemenangan. "Ini adalah kelemahanmu, Cleaner. Kau tidak bisa menolak pembersihan pribadi."
Scarlatti berteriak, menyadari dia telah menjadi umpan ganda.
Luca menendang Scarlatti ke belakang meja kantor. "Kau memberiku waktu, Massimo," desis Luca, mencengkeram pistolnya.
Luca tahu ini bukan pertarungan yang bisa ia menangkan sendirian.
Tiba-tiba, dari kegelapan di atas, suara walkie-talkie berbunyi, dan sinyal radio di area itu mati.
"Falcone," suara Isabella terdengar, terdistorsi, bergema dari speaker gudang yang tua. "Aku punya semua ledger dan rute pengirimanmu. Jika kalian menembak satu pun peluru ke Luca Rossi, seluruh aset Falcone akan runtuh dalam satu jam. Ini adalah pembersihan total."
Marco Falcone membeku. Dia menatap langit-langit gudang, tidak mengerti bagaimana seorang wanita bisa melumpuhkan organisasinya dari jarak jauh.
"Isabella," desis Luca di balik meja.
"Aku tidak sendirian, Marco," lanjut Isabella, suaranya kini dingin dan tanpa emosi. "Luca adalah The Ghost. Aku adalah The Auditor. Kami akan menghancurkanmu dengan data, kemudian dengan peluru."
Marco Falcone menatap Luca. Dia melihat ke gudang, di mana kerugian jutaan dolar di pelabuhan sedang berlangsung. Dia adalah pria bisnis yang kejam, bukan prajurit.
"Mundur!" teriak Falcone kepada anak buahnya, dengan marah. "Dia tidak layak dipertaruhkan!"
Luca mengamati mereka mundur. The Cleaner dan The Auditor telah menang.
Pagi harinya, Scarlatti diikat di ruang bawah tanah rahasia Isabella. Dia telah memberikan semua informasi yang Luca butuhkan: detail rencana Falcone, dan pengakuan terakhir tentang siapa yang menjualnya kepada Rocco Bianchi.
Luca menatap Isabella. "Kau mempertaruhkan nyawamu lagi. Kau menggunakan data itu seperti senjata yang sesungguhnya."
"Aku belajar dari yang terbaik," balas Isabella. "Kau aman sekarang, Luca. Falcone akan sibuk memperbaiki kerugian mereka. Scarlatti adalah bom waktu yang sudah dijinakkan."
Luca duduk di sebelahnya. "Sekarang, ini adalah pembersihan terakhir."
Luca mengeluarkan paspor dan tiket ke Athena yang ia berikan pada Isabella, kini kusut. "Kau harus pergi. Sekarang. Falcone tahu kau terlibat. Dan Rocco akan keluar dari penjara suatu hari nanti."
Isabella mengambil paspor itu. "Dan kau?"
"Aku kembali ke Chicago," jawab Luca. "Aku punya Elena, dan aku punya takhta yang harus aku lindungi. Aku tidak bisa mencintaimu, Isabella. Kau terlalu kacau. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu mati."
Isabella mengangguk. Dia mengerti. Cinta mereka adalah kecerobohan yang mematikan.
"Sampai jumpa, Luca," bisik Isabella.
Luca tidak membalas. Dia hanya menatap matanya, mencium keningnya dengan cepat, sentuhan yang merupakan pengakuan dan perpisahan.
Luca kembali ke Roma saat matahari terbit. Ia adalah The Ghost yang menang, tetapi dia adalah Luca yang berdarah. Dia telah membersihkan masa lalunya, tetapi dia meninggalkan bagian dari jiwanya di Napoli, bersama wanita yang kini akan menghilang di Eropa.