IKATAN PERJODOHAN
“Iya, nanti pasti aku bayar hutangku, tapi saat ini aku belum punya uang,” jawab Anna pada penagih hutang yang memaksa dirinya.
“Alasan! Dari kemarin nanti-nanti terus jawaban kamu.” Ayo cepat bayar!” bentrok depkolektor tersebut.
“Aku belum punya uang!” jawab Anna pasrah setengah memohon.
“Alasan.Ayo ikut kami menghadap bos kami, kamu bayar dengan tubuh kamu itu” Pria tinggi besar itu meraih lengan Anna memaksa dirinya ikut.
Anna ketakutan berusaha melepaskan cengkraman tangan kedua penagih hutang tersebut dari lengannya.
“Lepasin! Tolong!”
“Mau teriak juga tidak ada yang menolong kamu, tempat ini sepi, ayo cepat bawa saja Baron”
“GAK MAU!!” teriaknya berusaha melepaskan cengkraman tangan mereka
Dengan sekuat tenaga ia melawan. Anna menginjak kaki dan menendang bagian inti salah satu pria tersebut. Anna berhasil lolos dan berlari tidak tahu arah, dan kedua penagih hutang itu pun mengejarnya.
“Jangan lari kamu!”
Anna terus berlari menghindari dua pria itu, hingga ia melihat sebuah mobil terparkir di pinggir jalan. Ia lalu mencoba membuka pintu mobil tersebut dan rupanya tidak terkunci.
“Tolong aku,” ucap Anna tanpa permisi masuk begitu saja kedalam mobil.
“Hei, kamu siapa?”
Anna justru membuka sweaternya,serta jepit rambutnya dan langsung naik ke pangkuan pria tidak dikenalnya itu. “Tolong aku,aku dikejar penagih hutang, saat ini aku belum bisa membayar utang itu.” Anna panik karena penagih hutang itu ada disekitar mobil.
Anna tanpa permisi mencium bibir pria itu karena penagih hutang itu membuka pintu mobilnya. Pria itu terkejut tetapi mengimbangi ciuman Anna yang terkesan payah, seperti pertama kali melakukannya.
“Maaf, Pak,” ucap penagih hutang.
Pria itu melepaskan ciumannya.“Siapa kamu, mengganggu saja,” ucap dingin pria tersebut dengan tatapan mematikan.
“Maaf, Pak. Saya cari wanita mengenakan sweater hitam, kira-kira Bapak melihatnya tidak,” tanyanya.
“Lari ke arah barat,” jawabnya asal sambil memegang kepala Anna agar bersembunyi di lehernya agar tidak diketahui si penagih hutang.
“Terima kasih, Pak.”
Pria itu menutup pintu mobilnya. Anna mengangkat kepalanya memastikan penagih hutang itu jauh, saat sudah tidak melihat penagih hutang, ia melihat pria tersebut dengan jarak begitu dekat.
Detak jantung pria itu berdegup kencang, melihat wanita cantik ada di pangkuannya, bahkan berani menciumnya tanpa permisi. Ia berharap wanita cantik itu tidak mendengar suara detak jantungnya.
Pria dingin itu bernama Arjuna, ia terkenal dingin dan susah jatuh cinta. Tetapi kehadiran Anna sepertinya menggetarkan hatinya.
“Sampai kapan kamu berada di pangkuanku,” ucap Juna datar melihat Anna sepertinya ingin memangsa.
“Ah, maaf.” Anna bangkit dari pangkuan Juna dan merapikan rambut serta pakainya.
“Terima kasih ya sudah menolongku. Maaf soalnya ciuman tadi, anggap saja tidak pernah terjadi. Oh iya, namaku Anna, tapi orang sering manggil aku Nana.” Anna tersenyum sambil mengambil tasnya lalu keluar dari mobilnya.
Saat itu juga Juna meraih tangannya.“ Apa bisa kita bertemu lagi nanti,” ucap Juna dengan tatapan dingin tetapi penuh harap.
Anna mengira Juna meminta imbalan tetapi ia tidak mempunyai uang untuk memberikan imbalan atas bantuannya. “Ah, eum.. mungkin, tapi hari ini aku ada wawancara kerja di gedung itu. Doain aja ya aku diterima. Nanti kalau kita ketemu lagi, aku traktir deh.”
“Kalau gak ketemu lagi?”
“Berarti belum jodoh, kalau ketemu lagi kita jodoh,” jawab Anna dengan wajah ceria dan itu pembawaannya.
“Sudah ya, aku takut telat. Bye!” Anna berlari menuju gedung tinggi yang tidak jauh dari ia masuk mobilnya Juna.
“Eh.., minta nomor ka–” Juna tersenyum tipis melihat gadis itu berlari, ia berharap bisa bertemu gadis itu lagi.
“Anna, Nana. Nama yang bagus,” batinnya tersenyum.
Tak lama suara pintu mobil dibuka sopir Juna.“ Maaf, Pak. Saya sedikit lama di toilet. Toilet pom bensin sedikit ngantri.”
Juna hanya diam dan hanya menatap seperti biasanya. Sopir yang bernama adip itu hanya kesal dalam hati karena sang bos tidak pernah bicara sepatah katapun dengan hal yang tidak penting. Hanya dengan tatapan mata saja semua orang sudah paham maksud Juna, antara setuju dan tidak setuju. Juna akan mengaktifkan pinta suaranya jika itu dianggap penting.
Juna mengambil ponselnya dan menghubungi asistennya.“Aldo, apa hari ini ada wawancara karyawan baru?” tanya Juna datar dari sambungan ponselnya.
“Iya, Bos.Menurut info dari kepala HRD ada enam orang.”
“Suruh semua calon karyawan ke ruanganku, aku sendiri yang akan mewawancarai mereka.” Juna pun menutup sambungan ponselnya.
Anna akhirnya sampai di gedung tempat ia melamar kerja. Ia masuk dengan ceria, ia juga tidak sadar jika sweaternya dan jepit rambutnya tertinggal di mobil Juna. Ia masuk dan melihat di lobby beberapa temannya yang pertama kenal saat melamar pekerjaan dan saat ini juga akan mengikuti wawancara kerja.
“Hai Tania, hai Randi, hai semua. Aku telat gak ya?” tanyanya sambil duduk di samping Tania.
“Enggak, kok. Kami juga baru sampai.”
“Syukurlah, untung aja aku tadi berangkat pagi-pagi.”
Anna kemudian mengambil air minum di dalam tasnya dan meminumnya.“Hem… segarnya…”
“Kalian semua ikut saya,” ucap staf pada pelamar kerja,
Enam orang termasuk Anna itu pun mengikuti langkah staf kantor itu menuju lantai atas. Mereka keluar dari lift dan terus mengikuti langkah staf kantor itu hingga sampai di suatu ruang tunggu.
“Kalian tunggu disini. Ingat ya, jaga sikap. Karena yang mewawancarai kalian nanti atasan langsung, bukan kepala HRD.”
“Ouh… Ok, Mbak,” jawab Anna dengan ceria sambil mengacungkan jempol. Staf itu hanya tersenyum setuju lalu meninggalkan mereka.
Tak lama Juna dan Asistennya datang, diikuti papanya Juna, pak Hamdan. Pak Hamdan adalah pimpinan direktur utama perusahaan fashion tersebut. Mereka bertiga berhenti di ruang tunggu, melihat para pelamar kerja.
Anna terkejut saat melihat Juna.“Kamu? Kamu kerja disini juga?” tanya Anna menunjuk wajah Juna.
Semua orang ketar ketir melihat aksi Anna, terlebih pak Ramdan. Karena selama ini tidak ada yang berani menunjuk wajah putranya itu.
Namun, belum sempat Juna menjawab Anna melompat seperti anak kecil ke arah Juna karena melihat kecoa di sekitar kakinya.
“Wuaahhh, kecoa!” teriaknya.
Juna sigap menopang tubuh Anna dalam gendongannya. Anna begitu ketakutan sampai memeluk erat Juna.
“Ada kecoa, tolong usir… aku takut…” Anna terus menyembunyikan wajahnya di leher Juna.
Aldo sang asisten pun berusaha menginjak kecoa tersebut. Semua orang yang melihat Juna dan Anna masih tercengang. Sadar menjadi pusat perhatian, Juna pun berkata,“ Sampai kapan minta digendong? Turun,” ucap Juna datar dengan nada rendah.
“Gak mau turun kalau masih ada kecoa.” Anna justru mempererat pelukannya membuat Juna sedikit terhuyung.
“Na, kecoanya udah mati,” ucap Tiara sedikit menepuk pundak Anna.
“Hah? Beneran?” Ana sedikit melihat ke bawah dan melihat kecoak sudah tidak bergerak.
Anna pun langsung melihat Juna dan masih dalam gendongannya.“Beneran udah mati, aku takut,” desis Anna dan diangguki Juna dengan ekspresi datar.
Pak Ramdan hanya menahan tawa melihat ada orang yang berani dengan putranya. Anna perlahan turun dari gendongan Juna.
“Terima kasih ya, kamu sudah menolongku dua kali,” ucap Anna.
Pak Ramdan berdehem membuat Anna terkejut mengira pak Ramdan sakit.“ Aduh, Bapak. Bapak sakit? Minum dulu ya pak.” Ana mengambil botol air minum yang disediakan di meja lalu membukanya dan memberikan pada pak Ramdan.
“Minum dulu, Pak.”
“Aduh, Anna. Jaga sikap kamu. Ini pak Ramdan dan pak Juna. Pimpinan perusahaan,” ucap staf yang sedari syok melihat tingkah Anna.
“Hah? Ouh.” Anna sedikit belum menyadari.
“Hah? Apa? Pimpinan?” Anna syok membulatkan matanya.
“Ma–maaf, Pak!” Anna sedikit membungkuk dan menakupkan keduanya tangannya memohon ampunan atas sikapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments