NovelToon NovelToon
Nikah Paksa Tapi Mau

Nikah Paksa Tapi Mau

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Alda Putri Anggara kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil dan tumbuh di bawah asuhan paman dan bibi yang serakah, menguasai seluruh harta warisan orang tuanya. Di rumah sendiri, Alda diperlakukan seperti pembantu, ditindas oleh sepupunya, Sinta, yang selalu iri karena kecantikan dan kepintaran Alda. Hidupnya hanya dipenuhi hinaan, kerja keras, dan kesepian hingga suatu hari kecelakaan tragis merenggut nyawanya untuk beberapa menit. Alda mati suri, namun jiwa seorang konglomerat wanita cerdas dan tangguh bernama Aurora masuk ke tubuhnya. Sejak saat itu, Alda bukan lagi gadis lemah. Ia menjadi berani, tajam, dan tak mudah diinjak.

Ketika pamannya menjodohkannya dengan Arsen pewaris perusahaan besar yang lumpuh dan berhati dingin hidup Alda berubah drastis. Bukannya tunduk, ia justru menaklukkan hati sang suami, membongkar kebusukan keluarganya, dan membalas semua ketidakadilan dengan cerdas, lucu, dan penuh kejutan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 – “Pernikahan Tanpa Cinta, Janji Tanpa Rasa”

Hari itu langit tampak pucat, bukan mendung, tapi juga bukan cerah seperti menahan hujan yang tak jadi turun.

Begitulah suasana hati Alda saat berdiri di depan cermin, mengenakan gaun pengantin putih sederhana yang disediakan keluarga Bibi Ratna.

Gaun itu indah, tapi kosong seperti pernikahan yang akan ia jalani.

Ia memandangi bayangannya lama.

Gadis di cermin itu terlihat seperti Alda, tapi bukan Alda lagi.

Di balik mata tenangnya, ada badai yang belum reda.

“Selamat ya, Alda.” Sinta berdiri di ambang pintu, dengan senyum yang terlalu manis untuk jadi tulus. “Siapa sangka, kamu yang dulu cuma kerja di kafe bisa jadi istri konglomerat. Dunia memang lucu, ya?”

Aurora menatap pantulan wajah Sinta di cermin.“Lucu? Mungkin. Tapi kadang yang paling lucu justru orang yang gak sadar kalau dirinya sedang main di panggung yang salah.”

Sinta berkerut. “Apa maksudmu?” Alda berbalik pelan, mendekat. “Maksudku… semoga kamu gak menyesal udah kasih peran ini ke aku.”

Sinta ingin menjawab, tapi bibirnya kelu. Ada sesuatu di tatapan Alda tajam, seperti singa yang menunggu waktu menerkam.

---

Upacara pernikahan dilangsungkan sederhana, tapi penuh tamu penting.

Keluarga besar Varmond hadir, juga beberapa rekan bisnis.

Wartawan diundang, tapi dengan batasan ketat agar citra keluarga Varmond tetap “terkendali”.

Arsen Varmond tampak memukau dalam jas hitamnya.

Duduk di kursi roda, dengan ekspresi sedingin batu.

Ia tidak menatap pengantinnya hanya menatap kosong ke depan, seolah semuanya tak lebih dari kewajiban.

Aurora berjalan pelan di lorong menuju tempat akad.

Gaunnya berdesir lembut, langkahnya tenang.

Semua mata menatapnya, menilai, menghakimi.

Tapi hanya satu tatapan yang ia pedulikan tatapan Arsen.

Namun, pria itu sama sekali tidak menoleh.

tidak lama terdengar suara "sah " Semua mengucapkan syukur

Tepuk tangan menggema, kilatan kamera menyala.

Aurora dan Arsen hanya saling menatap sekilas.

Tanpa senyum.

Tanpa cinta.

Hanya kesepakatan dingin dua jiwa yang sama-sama terluka.

---

Malamnya, suasana di kamar pengantin sangat sunyi.

Arsen duduk di dekat jendela, kursi rodanya menghadap ke luar, menatap bulan.

Alda berdiri di dekat ranjang, masih mengenakan gaunnya, menatap punggung pria itu.

“Kalau kamu mau aku tidur di sofa, gak apa-apa,” kata Alda datar.

Arsen menoleh sedikit. “Kamu pikir aku peduli di mana kamu tidur?”

Aurora mengangkat alis. “Berarti kamu peduli cukup untuk menjawab.”

Hening.

Arsen memejamkan mata sebentar. “Kamu benar-benar berbeda dari bayanganku.”

Aurora mendekat, melangkah ringan. “Oh? Kamu bayangin aku bakal nangis, atau tunduk patuh kayak boneka?”

“Sedikitnya… iya.”

Alda tertawa kecil. “Sayang sekali, Tuan Varmond. Aku bukan boneka. Dan aku gak menikah buat tunduk. Aku menikah buat hidup.”

Arsen menatapnya lama.

Ada sesuatu di sana kekaguman, tapi juga rasa ingin tahu yang dalam.

Ia lalu berkata pelan, “Aku gak tahu siapa kamu sebenarnya, Alda.”

Alda tersenyum samar. “Dan aku juga gak tahu kamu yang mana. Arsen si dingin… atau Arsen yang dulu pernah tertawa waktu minum kopi buatanku?”

Ucapan itu membuat Arsen terdiam.

Seketika kenangan beberapa hari lalu berkelebat di kepalanya.

Kafe Dandelion. Senyum Alda. Aroma kopi hangat.

Dan sekarang, gadis itu berdiri di hadapannya sebagai istrinya.

---

Hari-hari setelah pernikahan berjalan sunyi, tapi anehnya… damai.

Alda tak banyak bicara, tapi setiap gerak-geriknya punya makna.

Ia tak memperlakukan Arsen sebagai orang lumpuh ia memperlakukannya sebagai pria utuh.

Setiap pagi, ia membantunya berpindah dari tempat tidur ke kursi roda tanpa ragu, seolah itu hal biasa.

Setiap malam, ia menyiapkan teh hangat tanpa ditanya.

Dan setiap kali Arsen marah, Aurora hanya berkata lembut,

“Kalau kamu mau balas dendam sama nasib, jangan lewat aku.”

Suatu sore, Arsen memecah keheningan.

“Kenapa kamu mau menikah denganku?” tanyanya. “Kamu bisa menolak, kan?”

Aurora menatapnya lama. “Mungkin karena aku pernah kehilangan segalanya. Dan kali ini… aku cuma pengen lihat apa yang bisa tumbuh dari reruntuhan.”

“Jawaban yang aneh.”

Aurora tersenyum. “Kamu akan terbiasa.”

---

Perlahan, hubungan mereka berubah.

Arsen mulai terbiasa melihat Aurora di rumahnya menata ruang kerja, mengatur jadwal obatnya, bahkan memarahi dokter yang datang terlambat.

Ia seperti badai yang datang diam-diam, tapi meninggalkan cahaya setelahnya.

Suatu malam, Arsen terbangun. Ia mendengar suara isak pelan dari balkon.

Alda duduk di sana, mengenakan piyama, memandangi langit.

Air matanya jatuh tanpa suara.

Arsen mendekat pelan dengan kursinya. “Kenapa menangis?”

Alda menghapus air mata cepat-cepat. “Cuma kangen seseorang.”

“Siapa?”

“Hidupku yang dulu.”

Arsen menatapnya lama. “Kamu kehilangan banyak, ya?”

Alda menatapnya balik, matanya redup tapi kuat. “Kita berdua sama. Bedanya, kamu masih bisa lihat masa depanmu. Aku cuma numpang waktu di masa lalu orang lain.”

Ucapan itu menusuk.

Arsen merasa dadanya sesak tanpa tahu kenapa.

Ia ingin menyentuh tangan Alda, tapi ragu.

Namun Aurora sendiri yang menggenggam tangannya lebih dulu.

“Arsen,” bisiknya, “kamu mungkin pikir pernikahan ini palsu. Tapi aku gak mau hidup kita palsu juga. Kalau kita udah sama-sama luka, kenapa gak saling jadi obat?”

Arsen tak menjawab. Tapi genggamannya membalas erat.

---

Hari berganti minggu.

Aurora mulai dikenal oleh para pelayan dan karyawan rumah Varmond sebagai nyonya muda yang tegas tapi adil.

Ia mengatur ulang sistem keuangan rumah, mengganti pemasok bahan, dan bahkan memarahi pengacara keluarga yang menipu ayah Arsen.

Dalam waktu singkat, reputasinya naik tapi juga menimbulkan rasa curiga.

Di kantor pusat Varmond Group, rumor mulai menyebar:

“Si istri baru itu aneh.”

“Katanya dia bukan dari keluarga Joko Ratna yang asli.”

“Bisa jadi dia cuma gadis biasa yang menyamar.”

Raymond Varmond, ayah Arsen, mulai mencium sesuatu yang janggal.

Dan di sisi lain, Sinta yang seharusnya menjadi pengantin itu mulai gelisah.

Ia datang ke rumah Arsen diam-diam, membawa Bibi Ratna.

“Arsen, kamu harus tahu sesuatu,” kata Sinta manja. “Alda itu bukan orang yang kamu kira.”

Aurora muncul dari tangga atas, suaranya tenang tapi tajam.

“Oh, jadi sekarang kamu mau kasih tahu suamiku sesuatu tentang aku? Silakan. Aku juga pengen dengar versi dongengmu.”

Sinta menelan ludah. “Kamu bukan Alda yang dulu! Kamu berubah! Kamu… kamu bukan orang yang sama!”

Aurora menatapnya tajam. “Mungkin karena yang dulu udah mati.”

Semua terdiam.

Kalimat itu membuat udara di ruangan seperti berhenti.

Arsen menatap Aurora, mencoba membaca matanya.

Tapi gadis itu hanya tersenyum samar, lalu menatapnya dengan tatapan yang seolah berkata:

“Percayalah padaku, meski kamu belum tahu siapa aku.”

---

Malamnya, Arsen memanggil Aurora ke ruang kerja.

Ia menatapnya tanpa kata.

“Aku gak tahu kamu siapa,” katanya pelan. “Tapi sejak kamu datang, aku mulai bisa merasa lagi. Jadi… siapa pun kamu, jangan pergi dulu.”

Alda menatapnya lembut. “Aku gak akan pergi. Bukan sampai semuanya selesai.”

“Semua?”

Alda mengangguk. “Sampai aku tahu siapa yang bikin kita berdua jadi begini kamu kehilangan kaki, dan aku kehilangan hidupku.”

Arsen menatapnya lama.

Untuk pertama kalinya, di balik dinginnya, ada percikan api — bukan amarah, tapi harapan.

---

Malam itu, di rumah besar yang sunyi, dua jiwa yang sama-sama kehilangan mulai berjalan di jalan yang sama.

Aurora tahu, takdir membawanya kembali bukan untuk balas dendam semata, tapi untuk menemukan sesuatu yang lebih dalam kebenaran, dan mungkin… cinta.

Bersambung...

1
Cindy
lanjut kak
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
satu persatu kebahagiaan mereka kembali
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
past ayah arsen mengannggsp kematian istrinya krn salah arsen mknya dia pergi dan skr setelah sadar dia kembali
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
cinta dan kebersamaan yg dtg dr luka itu akan kuat dan tak tergoyahkan senang ya klo suami istri saling mencintai dan saling setia rmh tangga rasanya bahagia banget
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
aaaa romantis skali
Ilfa Yarni
Thor dendam pd bibi jg pamannya Alda dan jg mantan suaminya aurora kok ga diceritain thor
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
masalah arsen udah selsai dan besoknya maslah Alda yg akan mereka selesaokan
Ilfa Yarni
akhirnya hati mereka berdua udah terpaut semoga kedepannya kalian berdua bisa bahagia
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
wah arsen byk kemajuan dan udah nembak aurora jwb dong aurora klo km jg cinta
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!