Amelia ,seorang janda yang diceraikan dan diusir oleh suaminya tanpa di beri uang sepeserpun kecuali hanya baju yang menempel di badan ,saat di usir dari rumah keadaan hujan ,sehingga anaknya yang masih berusia 3 tahun demam tinggi ,Reva merasa bingung karena dia tidak punya saudara atau teman yang bisa diminta tolong karena dia sebatang kara dikota itu ,hingga datang seorang pria yang bernama Devan Dirgantara datang akan memberikan pengobatan untuk anaknya ,dan kebetulan dia dari apotik membawa parasetamol ,dan obat itu akan di berikan pada Reva ,dengan syarat ,dia harus mau menikah dengannya hari itu juga ,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasip yang berubah dalam 24 jam
Setelah Amelia dan Devan selesai urusannya dikantor KUA ,Devan mengajak Amelia pulang kerumahnya untuk menemui ibunya ,dan juga tinggal bersama .
Mobil membawa mereka ke rumah Devan,sebuah rumah mewah dengan dua lantai di kawasan perumahan mewah, dan terlihat sangat nyaman.Ada Taman kecil di depan, garasi cukup untuk empat mobil, dan di dalam, aroma kayu dan teh hangat menyambut mereka.
"Ini ,rumah mas ?" tanya Amelia begitu turun dari mobil ,matanya memandang rumah dan sekelilingnya yang terasa sangat asing untuknya .
"Iya ,nanti kamu dan anakmu tinggal disini bersamaku ." Devan segera bergegas keluar dari mobil menuju pintu masuk ,sedangkan Amelia masih terdiam matanya masih menyusuri rumah dan sekitarnya ,ada rasa kagum juga takut .
"Eh ...malah bengong ,Ayo masuk !" Devan membalikkan badannya ,dia merasa kesal karena melihat Amelia hanya diam tidak segera mengikutinya .
"E..e i iya mas !" ucap Amelia gugup ,dia segera mengikuti Devan .
“Ibu saya tinggal di lantai satu,” kata Devan sambil melepas sepatu. “Kamarnya di ujung koridor. Dia belum tahu kamu datang. Aku mau kasih kejutan.”
Amelia mengangguk gugup. “Aku.. boleh ganti baju dulu?”
“Tentu. Kamar kamu di lantai dua, sebelah kiri tangga. Sudah kusuruh asisten siapin. Ada kamar mandi dalam, dan mainan buat Bayu juga.”
"Jadi kamar saya ada diatas mas ?"
"Iya ,kamu dilantai atas bersamaku ,ayo ! aku antar kekamarmu ."
"Iya .mas ,dengan ragu Amelia segera mengikuti langkah Devan ,anak tangga ia lalui satu persatu hingga sampai dilantai dua .
"Ini kamarmu ! dan di sebelahnya kamarku ." Devan menunjukkan kamarnya dan juga kamar yang akan di pakai Amelia .
Kemudian Amelia membawa Bayu masuk . Kamar itu luas, bersih, dan hangat. Di sudut, ada kasur kecil,tempat tidur anak,dengan selimut bergambar pesawat. Di atas meja, ada susu bubuk, botol, popok, bahkan baju ganti Bayu dalam berbagai ukuran.
“Mas Devan baik banget, ya, ?” gumam Amelia pelan, lebih ke dirinya sendiri.
Bayu mengucek mata. “Ma .antuk ..Mau tidur…” ucap Bayu dengan logat anak kecil yang belum bisa mengucap kata dengan benar
“Boleh, sayang. Mama di sini.”
Ia menidurkan Bayu, dia memandangi wajah polos anaknya. Hari ini, hidupnya berubah total. Dalam waktu kurang dari 24 jam, Dia diceraikan ,diusir ,ia kehujanan di teras toko, lalu menikah dengan pria asing, dan sekarang tinggal di rumah asing. Tapi anehnya, ia tidak merasa terancam. Hanya lelah. Dan sedikit harapan
Amelia duduk di tepi kasur kecil Bayu, tangannya dengan lembut menyisir rambut anaknya yang masih basah oleh keringat siang. Matanya menerawang ke jendela besar di seberang kamar—gorden putih tipis berkibar pelan ditiup angin senja. Di luar, langit mulai memerah, seolah ikut merasakan pergolakan batin yang sedang ia alami.
Dalam waktu kurang dari 24 jam, hidupnya berubah seperti badai yang datang tanpa peringatan.
Ia teringat pagi tadi,atau mungkin kemarin? Waktu terasa kabur. Ia masih berdiri di depan pintu rumah mantan mertuanya yang dulu ia anggap sebagai “rumah”, memeluk Bayu erat-erat sambil hujan deras menghantam punggungnya. Mantan suaminya, Rico, hanya berdiri di balik pintu, wajahnya datar, suaranya dingin,“Kamu nggak pantas menjadi istriku ,kamu terlalu rendah kamu tidak cocok bersanding dengan ku ,sekarang Pergi. !”
Dan mantan ibu mertuanya ,wanita yang dulu menyambutnya dengan senyum manis saat akad nikah,kini mendorongnya keluar dengan suara tajam ,“Jangan malu-maluin keluarga kami! Pergi, sebelum tetangga tahu,aku tidak Sudi punya menantu buluk kaya kamu !”
Ia menangis sepanjang jalan, Bayu menangis di pelukannya, dan hujan tak kunjung reda. Sampai akhirnya, di teras toko kelontong yang tutup, seorang pria asing Devan menghentikan mobilnya, turun, dan memberinya parasetamol ,karena Bayu demam tinggi .
“Kamu baik-baik saja?” tanyanya, suaranya tenang, matanya tak menyiratkan niat buruk.
Amelia hanya menggeleng, tak mampu bicara.
Dan kin ia duduk di kamar yang hangat, di rumah mewah yang asing, dengan anaknya tertidur pulas di hadapannya. Suami barunyapria yang baru dikenalnya sehari telah memberinya tempat tinggal, keamanan, bahkan mainan dan baju ganti untuk Bayu.
Ia menarik napas panjang, mencoba menahan air mata yang kembali menggenang.
Kenapa ia menangis?
Bukan karena takut. Bukan karena marah. Tapi karena lega.
Leganya bercampur dengan rasa bersalah. Apakah ini benar? Apakah ia terlalu cepat menerima takdir ini? Menikah dengan pria yang bahkan belum ia kenal benar, hanya karena ia butuh tempat berlindung,dan pengobatan Bayu ?
Tapi di sisi lain,Devan tak memaksanya. Ia menawarkan, dan Amelia memilih.
Ia mengingat tatapan Devan saat mereka di KUA matanya tulus, gerakannya tenang, ucapannya jelas: *“Aku nggak minta kamu cinta aku sekarang. Tapi aku janji, aku akan jaga kamu dan Bayu.”*
Dan kini, janji itu terbukti.
Perlahan, Amelia berdiri, berjalan ke jendela. Ia membuka gorden sedikit, memandang taman kecil di depan rumah. Ada bangku kayu di bawah pohon rindang, lampu taman menyala redup, memberi kesan damai. Di garasi, mobil Devan terparkir rapi. Semuanya terasa… sempurna.
Tapi kenapa hatinya masih bergetar?
Karena ia tahu ini bukan akhir. Ini baru awal.
Ia harus belajar hidup sebagai istri Devan. Ia harus mengenal ibunya. Ia harus menjaga Bayu di lingkungan baru. Dan yang paling menakutkan ia harus belajar mempercayai lagi.
Cinta? Mungkin belum. Tapi rasa aman? Ya.
Ia kembali ke kasur Bayu, duduk lagi, lalu berbaring pelan di sampingnya. Bau susu dan sabun bayi menenangkan. Ia menutup mata, mencoba mengistirahatkan pikiran yang terus berputar.
Tiba-tiba, ketukan pelan di pintu.
“Amelia?” suara Devan terdengar pelan dari balik pintu.
“Iya, Mas…”
Pintu terbuka perlahan. Devan berdiri di ambang pintu, masih mengenakan kemeja rapi yang tadi dipakainya ke KUA, tapi kini lengan digulung, rambutnya sedikit berantakan.
“Bayu sudah tidur?”
Amelia mengangguk.
Devan masuk, berjongkok di samping kasur, memandang wajah Bayu dengan lembut. “Dia lucu sekali,” bisiknya.
Amelia tersenyum kecil. “Iya dia anak yang baik.”
Devan menoleh padanya. “Kamu baik-baik saja?”
Pertanyaan sederhana itu membuat Amelia hampir menangis lagi. Tapi ia mengangguk. “Aku masih belum percaya ini nyata.”
Devan diam sejenak, lalu duduk di lantai, bersandar pada tepi kasur. “Aku juga belum percaya. Tapi aku senang kamu di sini.”
Amelia menatapnya. “Kenapa kamu mau menikah denganku, Mas? Kita bahkan belum kenal.”
Devan tersenyum, tapi matanya serius. “Karena aku lihat kamu berjuang. Kamu nggak menyerah, meski dunia seolah runtuh. Aku kagum. Dan aku ingin jadi bagian dari kekuatanmu, bukan beban.”
Amelia terdiam. Kata-katanya sederhana, tapi menusuk hati.
“Terima kasih, Mas…”
“Nggak usah bilang terima kasih. Ini rumah kamu sekarang. Kamu dan Bayu bagian dari keluarga ini.”
Devan berdiri, lalu berjalan ke pintu. Sebelum keluar, ia berhenti. “Kalau malam kamu butuh sesuatu,kamar aku di sebelah. Tinggal ketuk.”
“Iya, Mas…”
Pintu tertutup pelan.
Amelia menarik selimut, memeluk Bayu erat. Air matanya akhirnya jatuh bukan karena sedih, tapi karena untuk pertama kalinya dalam berhari-hari, ia merasa diterima.
Hidupnya memang seperti roller coaster naik turun, berputar, hampir jatuh. Tapi mungkin di puncak yang paling tinggi, ada tempat untuk berhenti sejenak.
Dan mungkin, di rumah asing ini, ia bisa membangun rumah yang sesungguhnya.
Dengan hati yang lelah tapi penuh harapan, Amelia menutup mata.
Malam ini, ia tidur tanpa mimpi buruk.
Hanya damai.
malam pertama nya
apakah Devan akan ketagihan dan bucin akut... hanya author yg tau...