Empat tahun lalu, Aira Nadiya mengalami malam paling kacau dalam hidupnya—malam yang membuatnya kehilangan arah, tapi juga memberi dirinya sesuatu yang paling berharga: seorang anak laki-laki bernama Arvan.
Ia tidak pernah memperlihatkan siapa ayah anak itu. Tidak ada foto, tidak ada nama, tidak ada cerita. Satu-satunya petunjuk hanya potongan ingatan samar tentang pria misterius dengan suara rendah dan mata gelap yang menatapnya seolah ingin menelan seluruh dunia.
Aira mengira itu hanya masa lalu yang terkubur.
Sampai suatu hari, karena utang ayahnya, ia dipaksa menikah dengan Dion Arganata, CEO muda yang terkenal dingin dan tidak punya empati. Lelaki yang seluruh hidupnya diatur oleh bisnis dan warisan. Lelaki yang membenci kebohongan lebih dari apa pun.
Dan Aira bahkan tidak tahu…
Dion adalah pria dari malam itu.
Ayah dari anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 — Nayra Menghampiri Dion
Pagi harinya, sebelum Dion sempat kembali ke penthouse untuk menyelesaikan konflik dengan Aira, ia sudah dipanggil ke kantor utama Arganata. Panggilan ini mendesak dan datang langsung dari Papa tirinya.
Dion tiba di kantornya, wajahnya keras dan tanpa kompromi. Ia siap menghadapi Papa tirinya dan dewan direksi yang pasti sudah mendengar rumor dari Tantri.
Namun, di ruangannya, bukan ayahnya yang menyambutnya, melainkan Nayra.
Nayra duduk anggun di sofa kulit Dion, mengenakan pakaian desainer yang mahal, terlihat seperti Nyonya Arganata yang seharusnya. Dia tersenyum sedih, senyum yang dirancang untuk memancing simpati.
“Dion,” kata Nayra, suaranya lembut dan memohon. “Aku tahu kau marah. Aku tahu kau bingung. Aku hanya ingin bicara, sekali ini saja. Sebagai teman lama, sebagai seseorang yang mengenalmu lebih baik daripada siapa pun.”
Dion berdiri di depannya, tangannya di dalam saku celana, matanya dingin. “Aku tidak punya waktu untuk drama, Nayra. Jika ini tentang perusahaan, bicara pada asistenku.”
“Ini tentang dirimu,” kata Nayra, bangkit dan berjalan mendekat. Dia terlihat rapuh dan menyesal. “Aku tahu, media menyerang Aira. Aku merasa buruk. Dan aku cuma ingin menjelaskan semuanya… menjelaskan mengapa dia tidak pantas berada di sisimu.”
“Tidak pantas?” Dion menyipitkan mata.
Nayra menghela napas, pura-pura sedih. “Dion, kau tahu latar belakangku. Aku datang dari keluarga yang terhormat. Aku dibesarkan di lingkunganmu. Aku tahu cara kerja dewan, aku tahu cara bersikap di depan publik. Wanita itu… Aira… dia tidak siap. Dia akan menghancurkan citramu, Dion. Dia adalah petugas kebersihan. Dia punya utang. Dia menyembunyikan putramu. Semua itu menunjukkan niat, Dion. Niat untuk memanfaatkanmu.”
Nayra meraih tangan Dion, memohon. “Aku ada di sini bukan untuk merebutmu, Dion. Aku di sini untuk melindungimu. Untuk melindungi warisan Arganata. Kau butuh seseorang yang bisa berdiri di sisimu, bukan seseorang yang akan membuatmu terus-menerus bertengkar dengan keluargamu.”
Dion menarik tangannya dari Nayra. Matanya tetap dingin dan tidak terpengaruh.
“Aku tidak peduli dengan citra, Nayra,” jawab Dion dengan suara datar. “Aku peduli pada kebenaran. Aira menyembunyikan putraku karena dia takut padaku, bukan karena dia ingin memanfaatkanku. Dia melakukannya karena cinta, karena dia mencintai pria yang hilang di dalam diriku. Dan kau… kau mencintai kekuatanku, kekayaan, dan nama Arganata.”
Nayra tersentak.
“Aku sudah membuat pilihanku,” kata Dion, nadanya mantap. “Aira adalah Ibunya Arvan. Dia adalah istriku. Siapa pun yang mencoba merusak ini, termasuk kau, akan berhadapan denganku.”
Saat Dion mengucapkan kata-kata itu, pintu terbuka. Aira berdiri di sana, membawa bekal makan siang yang ia siapkan untuk Dion, mencoba memperbaiki pertengkaran mereka.
Aira melihat Nayra yang berdiri sangat dekat dengan Dion, tangan Nayra yang hampir menyentuh tangan Dion, dan Nayra yang menatap Dion dengan tatapan penuh kerinduan.
Aira tidak mendengar percakapan itu. Dia hanya melihat pemandangan itu.
Wajah Aira langsung pucat. Semua janji Dion, semua kelembutan di malam hari, semua pertahanan Dion terhadap media, sirna seketika.
Dion masih berhubungan dengannya.
Aira menjatuhkan kotak bekal makan siangnya. Suara benturan keras itu memecah keheningan. Nasi dan lauk-pauk berserakan di karpet mahal.
Nayra tersenyum kecil, kemenangan. Rencana Tantri berhasil.
“Aira!” seru Dion, terkejut.
Aira tidak menunggu. Air mata menggenang. Ia berbalik, berlari keluar dari ruangan, meninggalkan Dion sendirian dengan Nayra di tengah kekacauan yang baru.
semoga cepet up lagi