NovelToon NovelToon
Karena Orang Ketiga

Karena Orang Ketiga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: Athariz271

Gisva dan Pandu adalah pasangan kekasih yang saling mencintai. Seiring berjalannya waktu, hubungan keduanya semakin merenggang setelah kehadiran seseorang dari masa lalu.

Hingga saatnya Pandu menyadari siapa yang benar-benar dia cintai, tapi semua itu telah terlambat, Gisva telah menikah dengan pria lain.

**

“Gisva maaf, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kecelakaan.”

Pandu hendak berbalik badan, tapi tangannya ditahan Gisva. “Tunggu mas.”

“Apalagi Gis, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kritis.”

“Hiks.. Hiks… Mas kamu tega, kamu mempermalukan aku mas di depan banyak orang.” Gisva menatap sekeliling yang tengah pada penasaran.

“GISVA! sudah aku bilang aku buru-buru. Hari pertunangan kita bisa diulang dihari lain.” Pandu melepaskan tangannya sekaligus membuat Gisva terhuyung dan terjatuh.

“Mass…” Panggil Gisva dengan suara bergetar.

Bagaimana kelanjutan kisah mereka berdua? baca di bab selanjutnya! 😍

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athariz271, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabar kecelakaan

Pagi-pagi sekali, Gisva sibuk berkutat di dapur. Membuat sarapan dan juga membereskan apartemen. Rencananya dia akan membulatkan tekad untuk pergi ke kota lain, Gisva tidak lagi ingin bergantung pada orang lain, seperti menggantungkan harapannya pada Pandu yang berujung dengan kehancuran.

Gisva membuat nasi goreng, masih ada sisa nasi semalam dia pikir cukup untuk sarapan berdua. Gisva juga menambahkan beberapa topping pelengkap dan menyiapkan satu gelas susu coklat yang sudah tersedia.

Sambil menunggu Naresh bangun, Gisva menyapu dan mengepel lantai apartemen. Meski pria itu mengatakan ada orang yang akan membereskannya nanti, tapi dia pikir itu bukan hal sulit dan dia bisa sendiri.

Saat Gisva mencuci wajan bekas memasak, terdengar suara pintu kamar terbuka. Naresh keluar dengan rambut sedikit acak-acakan, mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Ia mengucek matanya, lalu menguap lebar.

"Pagi, Gis." sapanya dengan suara serak. “Ngapain kamu bereskan semua ini? Nanti mbak kan datang kesini.” Naresh menatap sekeliling yang tampak rapi dan bau harum ruangan yang menyegarkan.

Gisva tersenyum tipis. "Pagi, Kak. Ayo sarapan, aku udah siapin nasi goreng.”

Gisva tak menanggapi ucapan Naresh, dia mengajak Naresh ke meja makan untuk sarapan bareng.

“Kamu bikin nasi goreng?”

“Iya kak, maaf ya aku pakai lagi dapurnya. Kakak suka seafood kan?”

Naresh mengangguk, matanya berbinar melihat nasi goreng yang sudah tertata rapi di meja makan. "Wah, rame banget ya topping nya. Kayaknya enak.”

Gisva tersenyum kecil, duduk di hadapan Naresh yang mulai menyantap sarapannya.

“Enak Gis,” ucap Naresh dengan mulut penuh nasi.

Gisva mengangguk, mulai makan sarapan nya. Isi kepalanya berisik dengan kebingungan. Gisva ragu menyampaikan maksudnya, tapi dia juga tak berniat untuk menundanya.

“Kak...”

Naresh menatap Gisva yang kembali terdiam. "Kenapa, Gis? Ada yang mau kamu omongin?" tanyanya, sambil meletakkan sendok.

Gisva menghela napas pelan, menatap Naresh dengan tatapan serius. “Aku pamit kak.”

“Pamit? Kamu mau kemana Gis?”

“Aku pamit kak, aku akan pergi keluar kota. Aku udah membulatkan tekad untuk memulai hidup baru di tempat lain.”

Naresh menghela nafas dalam-dalam, sebenarnya dia sudah menduga hal ini akan terjadi, tapi saat mendengarnya langsung dari mulut Gisva, Naresh merasa sedih. Bertahun-tahun pria itu memendam perasaannya sendiri, dan saat kesempatan itu datang Gisva justru ingin pergi.

“Kamu gak bisa tinggal disini saja?”

“Maaf kak. Aku... aku sudah memikirkannya semalaman. Aku tidak bisa terus-terusan di sini, bergantung pada kebaikan Kakak. Aku harus mandiri, Kak. Aku harus mencari jalan hidupku sendiri."

"Tapi Gis, kamu tidak perlu pergi sejauh itu." Naresh mencoba membantah. "Kamu bisa tinggal di sini. Aku akan pindah ke rumah Papa hari ini juga. Dan soal pekerjaan, aku bisa bantu kamu di kantorku. Kamu tidak perlu khawatir soal itu!"

"Bukan itu masalahnya, Kak." Gisva menggeleng pelan, "Aku tidak mau terus-terusan merepotkan Kakak. Aku juga tidak mau menjadi beban. Aku harus bisa berdiri di kakiku sendiri, tanpa bantuan siapa pun. Apalagi setelah semua yang terjadi padaku kemarin, aku gak ingin lagi menggantungkan hidupku pada orang lain."

Naresh menatap Gisva intens, ada kesedihan yang mendalam di matanya. "Tapi Gis, aku sama sekali tidak pernah merasa direpotkan. Justru aku senang kamu ada disini. Apartemen ini terasa lebih hidup."

Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Gisva. Ia juga tidak ingin pergi jauh, tapi ini adalah satu-satunya cara agar bisa sembuh dan bangkit kembali. "Aku harus pergi kak. Maaf sudah merepotkan dan makasih atas semua kebaikan kakak." Ucap Gisva dengan suara bergetar.

Naresh menghela napas panjang, mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tak bisa memaksa Gisva untuk terus tinggal. "Baiklah, tapi aku punya satu permintaan.”

Gisva mengerutkan kening. “Apa kak?”

“Tinggalah satu hari lagi disini, dan kita habiskan waktu bersama, setelah itu terserah kamu.”

Gisva terdiam, menatap Naresh dengan tatapan ragu. "Satu hari?"

Naresh mengangguk, memberanikan diri untuk menggenggam tangan Gisva. "Ya, satu hari saja. Aku janji, aku gak akan memaksamu untuk berubah pikiran. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama sebelum kamu pergi."

Gisva menatap Naresh, melihat ketulusan di matanya. "Baiklah," ucap Gisva mengangguk pelan. "Aku akan tinggal satu hari lagi di sini."

Senyum lega terukir di wajah Naresh. "Terima kasih, Gis. Aku pastikan kamu gak akan menyesal.” kekehnya.

****************

Hari itu, Naresh dan Gisva menghabiskan waktu bersama. Naresh mengajak Gisva jalan-jalan untuk yang terakhir kalinya.

“Mampir ke kantor sebentar gapapa Gis?” Tanya Naresh, pria itu fokus menatap jalanan.

“Iya gapapa kak.” Jawab Gisva santai, menikmati pemandangan kota dari balik jendela mobil.

“Aku ambil beberapa berkas, gak akan lama kok.”

“Iya kak.”

Namun, sebelum mereka sampai di kantor, ponsel Naresh berdering. “Gis boleh tolong angkatin.”

Gisva mengangguk, meraih ponsel Naresh di atas dashboard. “Nomor baru kak, gak ada namanya.”

Pria itu mengernyitkan dahi menebak siapa yang tengah menghubunginya. “Angkat aja gapapa.”

Gisva menggeser tombol berwarna hijau, lalu beringsut ke dekat Naresh.

"Halo?" sapa Naresh, menoleh sekilas ke arah Gisva yang duduk di sampingnya.

Terdengar suara seorang wanita dari seberang telepon. "Selamat siang, Pak. Kami dari Rumah Sakit Sejahtera, ingin mengabarkan pasien atas nama Surya Saputra mengalami kecelakaan."

Seketika Naresh menginjak rem dengan cepat, tangannya mencengkeram setir dengan erat. Beruntung jalanan tidak terlalu ramai, meski ada beberapa pengendara yang memaki Naresh.

Gisva yang mendengar kabar tersebut langsung ikut terkejut, lalu menatap Naresh yang masih tampak syok. Buru-buru Gisva mengambil alih percakapan.

"Halo mbak, maaf bagaimana ya?” Tanya Gisva memastikan, berusaha tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang.

Terdengar helaan napas dari seberang telepon. "Pasien Surya Saputra mengalami kecelakaan tunggal bu, dan saat ini sedang dalam kondisi kritis. Kami sedang berusaha semaksimal mungkin, tapi kondisinya sangat lemah."

Gisva terdiam sejenak, lalu menatap Naresh yang masih tampak syok dan tidak berkata apa-apa. "Baik, Mbak. Kami akan segera ke sana." ucap Gisva, lalu mematikan telepon.

Gisva menoleh ke arah Naresh, mengelus tangannya pelan. "Kak, kita harus segera ke rumah sakit." ucap Gisva, berusaha menyadarkan Naresh dari keterkejutannya.

Naresh tersadar, lalu mengangguk pelan. Ia menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri. "Iya." ucapnya pelan.

Naresh kembali menyalakan mobilnya dan melaju dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Selama perjalanan, Gisva terus menoleh ke arah Naresh, memastikan pria itu tetap dalam kesadarannya. Suasana di dalam mobil terasa tegang dan mencekam, Naresh terus memacu mobilnya tanpa memperdulikan apapun.

"Kak, pelan-pelan." ucap Gisva yang ketakutan.

Naresh tidak menjawab, namun sedikit mengurangi kecepatan mobilnya.

Bersambung...

Happy reading😍

1
partini
😂😂😂😂😂 aduhh ada ada Saja
Sunaryati
/CoolGuy//CoolGuy//CoolGuy/
Sunaryati
/CoolGuy//CoolGuy//CoolGuy/
partini
dihhhh ngmngnya gitu ,,harusnya Dam you soooo good baby 😂😂😂😂😂 lope lope
Athariz271: 🤣 bisa aja.
total 1 replies
Sunaryati
Narest tak sabar mengulang yang semalam, ya
Sunaryati
Wah sudah jadi pasutri yang saling memiliki
Sunaryati
Heemm belah duren
Sunaryati
Apa kamu nggak dengan degub kencang jantung istrimu
Sunaryati
Yang penting bisa selalu jaga diri
partini
hemmm pecah perawan
partini
hi hi hi step by step ya Thor
Athariz271: biar terasa🤭
total 1 replies
Blu Lovfres
lebih bagus datang pela**r lgi🤣🤣baru tau rasa dn menyesal, mengabaikan cinta tulus suami,🤣🤣 datang lah pela***r
Athariz271: 🤭 ampunnn
total 1 replies
Blu Lovfres
makanya hati2 o'on 🤣🤣
Blu Lovfres
rasain wanita, edan ,sok percaya diri, jadi musibah selalu menipa mu, bikin. repot suami mu aja, wanita ga ada rasa takut atw curiga ,seenak nya nyolonong pergi tampa , ada rasa curiga, udsh thor saya baru kali ini, baca novel tapi ga recpet sama pemeran wanitanya
Blu Lovfres
lanjut thor
Blu Lovfres
nikmati lah pandu
Blu Lovfres
pandu laki2 jalang
partini
good story 👍👍👍👍
Sunaryati
Lelaki biadap sudah selingkuh tidak terima diputusin
Sunaryati
Setelah pergi baru kau sesali
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!