Karena Orang Ketiga
“Akhirnya setelah sekian lama, aku akan menjadi pengantinmu juga mas Pandu.” Batin Gisva tersenyum manis.
Sorak sorai dan tepuk tangan menggema, Pandu meraih cincin yang terukir indah didalam kotak beludru, hendak menyematkannya di jari manis Gisva.
Namun, senyuman Gisva tak berlangsung lama. Tiba-tiba, ponsel Pandu berdering nyaring.
Pandu merogoh saku dan melihat nama yang tertera di layar. Jantungnya berdegup kencang. Itu adalah nomor seseorang yang pernah dia cintai di masa lalu.
“Siapa mas?” Tanya Gisva merasa kesal.
Pandu tak menjawab, dia hanya menatap Gisva sekilas.
Gisva yang penasaran melongokan kepalanya, menatap nama yang tertera di layar.
“Cinta pertamamu lagi yang menelpon, mas.” Ucap Gisva dengan nada tak suka.
Pandu mengangkat tangan hendak menerima panggilan, namun Gisva mencegah memegangi tangan Pandu.
“Jangan diangkat mas.”
“Hari ini adalah hari pertunangan kita, hari bahagia kita yang sudah ditunggu-tunggu, mas. Aku mohon jangan diangkat!”
Pandu menatap Gisva dengan bimbang. Di satu sisi, ia merasa bersalah karena telah membuat Gisva sedih. Di sisi lain, ia penasaran dengan isi panggilan dari Kalila, perempuan yang lebih dulu mengisi hatinya.
“Biarkan aku mengangkat telepon ini." ucap Pandu melepaskan tangan Gisva dari lengannya.
“Tapi mas…”
Gisva menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Jangan, Mas! Aku gak mau! Aku gak mau hari bahagia kita dirusak orang lain!"
Gisva kembali memegang tangan Pandu, berharap kekasihnya mau mendengarkan kata-katanya.
Pandu menatap Gisva mulai emosi, ia tidak bisa lagi mengabaikan panggilan itu. Dia takut terjadi sesuatu pada Kalila.
"Lepas Gisva. Aku harus mengangkat telepon ini!" ucap Pandu dengan nada tegas.
Gisva terdiam. Air matanya mulai menetes membasahi pipi, ia merasa kecewa dan marah pada Pandu. Ia tak mengerti mengapa Pandu lebih memilih mengangkat telepon dari Kalila dari pada meneruskan hari penting mereka.
“Mas, aku akan benar-benar marah kalau kamu angkat telepon itu!” ancam Gisva.
“Selama ini aku terus menuruti kemauan kamu mas, semuanya aku lakukan demi kamu. Apapun yang kamu minta, apapun yang kamu butuhkan aku selalu penuhi. Bahkan demi kamu nyawa pun aku relakan mas.”
“Tapi selama ini kamu terus menerus menyakitiku mas, kamu selalu mengabaikan aku ketika aku butuh kamu. Sekali, dua, tiga sampai puluhan kali aku selalu memaafkan kamu."
Gisva menghela nafas panjang, mengusap air matanya dengan punggung tangan.
“Tapi untuk hari ini, aku mohon mas. Hari ini adalah hari pertunangan kita.”
Pandu menyugar rambutnya kebelakang, “Memang apa salahnya, aku mengangkat telpon ini? Toh hanya sebentar saja.”
Gisva menggeleng kecewa, tak menyangka dengan jawaban yang akan Pandu katakan. Sepenting itukah perempuan itu?
Air mata Gisva semakin deras mengalir, hatinya hancur berkeping-keping mendengar ucapan Pandu. Ia merasa tidak dihargai, tidak dicintai, dan tidak dianggap penting oleh pria yang akan menjadi masa depannya.
"Kamu benar-benar tega Mas. Aku udah menuruti semua keinginanmu, tapi kamu masih saja memprioritaskan wanita lain." ucap Gisva dengan suara bergetar,
"Baiklah, kalau itu maumu. Silahkan angkat telepon itu. Tapi setelah itu, jangan pernah menemuiku lagi, kita putus!."
Gisva melepaskan tangannya dari lengan Pandu, membiarkan pria itu menentukan pilihannya sendiri.
Tanpa disangka, Pandu menggeser tombol hijau. Membuat dunia Gisva terasa hancur seketika, air matanya mengalir deras.
“Halo.”
"Mas Pandu, ini aku Kalila, mas." jawab suara di seberang sana, "Aku mohon, datanglah ke rumah sakit sekarang juga."
"Rumah sakit? Kamu sakit apa, Kalila?" tanya Pandu dengan nada khawatir.
"Aku kecelakaan mas, aku takut gak punya banyak waktu lagi, mas. Aku mohon, datanglah secepatnya!" jawab Kalila dengan suara lemah, lalu menutup telepon.
“Kalila, halo… halo..”
Pandu panik, menatap jam tangannya lalu menatap Gisva sejenak yang masih sesenggukan.
“Gisva maaf, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kecelakaan.”
Pandu hendak berbalik badan, tapi tangannya ditahan Gisva. “Tunggu mas.”
“Apalagi Gis, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kritis.”
“Hiks.. Hiks… Mas kamu tega, kamu mempermalukan aku mas di depan banyak orang.” Gisva menatap sekeliling yang tengah pada penasaran.
“GISVA! sudah aku bilang aku buru-buru. Hari pertunangan kita bisa diulang dihari lain.” Pandu melepaskan tangannya sekaligus membuat Gisva terhuyung dan terjatuh.
“Mass…” Panggil Gisva dengan suara bergetar.
Tapi sayang Pandu sudah melangkah menjauh.
“PANDU MAHESA, sekali lagi kamu melangkah kamu gak akan bisa menemuiku lagi. Kita PUTUS!” Teriak Gisva bercucuran air mata.
Langkah Pandu terhenti mendengar teriakan Gisva, hatinya mencelos. Ia berbalik badan, menatap Gisva yang terduduk di lantai dengan air mata yang terus mengalir. Ia tahu ia telah menyakiti Gisva, tapi ia merasa tak ada pilihan lain. Pandu kembali melanjutkan langkah, mengabaikan suara isakan Gisva yang terdengar sangat menyakitkan.
Suasana di ballroom yang tadinya penuh dengan kebahagiaan dan kemeriahan, kini berubah menjadi tegang dan canggung. Para tamu undangan yang menyaksikan pertengkaran antara Pandu dan Gisva merasa tidak nyaman dan bingung harus berbuat apa.
Beberapa orang berbisik-bisik, membicarakan apa yang baru saja terjadi. Ada yang merasa kasihan pada Gisva, ada yang mencibir Pandu, dan ada pula yang hanya diam terpaku, tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
"Ya ampun, kasihan sekali Gisva. Padahal dia sudah sangat bahagia tadi." bisik seorang wanita kepada temannya.
"Iya, aku juga tidak menyangka Pandu akan setega itu. Padahal mereka berdua sangat serasi." timpal temannya.
"Mungkin ada sesuatu yang penting yang terjadi pada wanita itu, makanya Pandu sampai seperti itu." sahut seorang pria yang berdiri di dekat mereka.
"Tapi tetap saja, tidak seharusnya Pandu mempermalukan Gisva di depan banyak orang seperti ini." balas wanita itu dengan nada tidak setuju.
“Iya. Ternyata hubungan lama kalah dengan adanya orang ketiga.”
“Hum. Kasihan Gisva, pasti hancur banget dia.”
“Orang lama yang jadi pemenangnya.”
Celotehan-celotehan itu terdengar jelas dipendengaran Gisva. Hati Gisva semakin hancur, ia merasa seperti ditelanjangi di depan umum, semua aib dan kesedihannya dipertontonkan dihadapan banyak orang. Air matanya semakin deras mengalir, ia tak bisa menahan rasa sakit dan malunya.
"Cukup!" teriak Gisva dengan suara bergetar, "Kalian tidak tahu apa-apa! Jangan menghakimiku!"
Para tamu undangan terdiam, menatap Gisva dengan tatapan iba dan kasihan. Mereka tahu Gisva sedang terluka, dan mereka tidak ingin memperburuk keadaan.
Gisva bangkit, mengusap air matanya dengan kasar. Menatap setiap orang yang ada disana.
“Acara pertunangan hari ini, Adalah kesempatan terakhir untuk hubungan kita.”
“Dan sudah jelas sekali, kalau kamu ingin mengakhirinya! Kamu sama sekali tak menghargai semua ini Pandu!”
Gisva menatap pigura foto mereka berdua, dengan cepat dia mengambilnya lalu melemparnya ke lantai hingga pecah berkeping-keping. Membuat orang-orang disana menjerit prihatin.
“Aku Gisvara Nayasha resmi mengakhiri hubungan ini dengan Pandu Mahesa!”
Gisva berlari meninggalkan acara yang telah berakhir dengan paksa.
Bersambung...
Mohon do'a dan dukungannya ya temen-temen. Jangan lupa like dan komennya. Happy reading😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor
2025-10-10
0
Daulat Pasaribu
gila si pandu tunangannya ditinggal demi wanita masa lalunya
2025-10-04
1