Gadis 5XL

Ayushita benar-benar jengah mendengar ucapan si perempuan dan laki-laki di depannya, sungguh jika dia jadi orang yang di curangi seperti itu akan dia labrak habis-habisan. Dia menatap tajam perempuan di depannya, terlihat cantik dan kalem tapi hatinya busuk.

"Ck, perempuan ular. Dia benar-benar hanya ingin memeras orang saja," gumam Ayushita sedikit kesal.

Tapi hatinya di netralkan lagi, dia berpikir itu bukan urusannya. Dia makan hidangan yang tersaji di meja lalu segera pergi, tidak tahan lagi mendengar dan menyaksikan perselingkuhan orang-orang yang tak memiliki moral.

Sepuluh menit selesai, tanpa menunggu lagi dia segera pergi dari tempatnya. Berjalan cepat sampai tangannya menyenggol tangan perempuan di depannya, membuat perempuan itu kesal.

"Ck, jalan yang benar dong. Ngga lihat apa ada orang di sini?" ucap perempuan itu menatap kesal punggung Ayushita.

Tapi Ayushita tidak menggubrisnya, dia terus berjalan hingga perempuan itu semakin kesal.

"Dasar gembrot!"

Umpatan perempuan itu terdengar oleh Ayushita, dia tidak marah bahkan terus berjalan. Semua orang di kafe yang di lewatinya menatap aneh, tapi gadis itu berjalan menuju kasir untuk membayar makanan yang dia pesan.

Setelah membayar, dia keluar dan langsung menaiki motor kesayangannya. Scoopy, melakukannya dengan cepat agar sampai di butiknya. Sembari mengomel tidak jelas, tentu saja tentang dua sejoli yang di kafe itu.

"Bisa-bisanya ada lelaki bodoh yang mau tunangan dengan perempuan ular itu. Apa dia benar-benar ular sampai bisa bermuka dua dan memiliki dua lelaki? Cih, aku saja yang sukses memiliki usaha sendiri masih belum punya pacar yang setia dan baik hati. Dia sudah punya tunangan tapi malah berselingkuh. Dasar perempuan ular," umpat Ayushita.

Motor scoopy-nya terus melaju menuju butiknya, jalanan tidak cukup ramai karena waktu jam makan siang sudah lewat setengah jam lalu. Berarti para pekerja kantoran atau pabrik sedang menikmati makan siang di tempat favoritnya.

_

Kembali Ayushita mencoret-coret buku andalannya untuk membuat sketsa baju, dia berpikir ingin juga membuat baju-baju untuk kalangan remaja gadis agar butiknya ramai. Sedikit demi sedikit dia kumpulkan model sketsa yang dia buat lalu akan di setorkan di bagian tukang jahit baju-baju yang di gambarnya.

"Hmm, ini cukup bagus. Nanti kubuat juga untuk orang-orang gendut sepertiku, ck cari baju ukuran lima XL saja susah minta ampun. Harus cari di pasar induk baru bisa ada. Kenapa para desainer itu tidak membuat baju khusus untuk orang-orang besar sepertiku?" gumam Ayushita memandangi sketsa yang dia buat.

Sambil mengangguk-angguk dia masih menatap sketsa desain bajunya, Jingga suara ketukan pintu terdengar dari luar pandangannya beralih pada pintu.

Tok tok tok.

Pintu terbuka, Ayushita melihat Dinda masuk. Di depan pintu tampak punggung laki-laki seperti sedang menatap ke arah etalase jas-jas yang di pajang.

"Ada apa?" tanya Ayushita.

"Ada klien," jawab Dinda singkat.

"Mau buat jas?"

"Iya. Katanya mepet, bisa ngga membuatnya lebih cepat?"

"Suruh pilih saja contoh yang di etalase, itu kan banyak. Tinggal pilih di sana lalu bayar," ucap Ayushita.

"Tapi dia pengen ketemu sama owner-nya katanya," ucap Dinda lagi.

Ayushita menghela napas panjang lalu mengangguk. Dinda tersenyum kecil, Ayu meletakkan sketsa desainnya di meja. Menunggu siapa klien yang membuatnya penasaran. Tak lama masuk laki-laki yang membuat matanya melebar dan berdecih kesal.

Laki-laki itu tahu kalau Ayushita kesal melihatnya, wajah datarnya menatap setiap detail ruangan yang berukuran tiga kali dia setengah meter itu.

"Kantormu kecil," ucapnya.

"Aku sudah bilang tidak bisa membuat jas terburu-buru," ucap Ayushita pada laki-laki tak lain Dewa.

"Aku tahu, tapi aku lihat butikmu sepi," ucap Dewa lagi.

"Butikku khusus pria, jadi wajar sepi."

"Kamu harusnya merubah strategi pemasaran, ganti mode jangan jadi butik khusus pria."

"Tidak perlu di jelaskan, aku juga sudah tahu apa yang terbaik buat butikku," ucap Ayushita.

Dewangga mengangguk beberapa kali, dia duduk di kursi depan meja. Ayushita menatap laki-laki itu datar, bersedekap menatap balik laki-laki itu.

"Apa yang anda butuhkan?" tanya Ayu.

"Aku tetap membuat jas, aku suka dengan karya-karya jasmu itu," ucap Dewa.

"Kalau anda memesan untuk acara tunangan yang sebentar lagi anda laksanakan, maaf aku tidak bisa membuat jas dengan terburu-buru," ucap Ayu.

"Tapi kamu kan yang memerintah anak buahmu membuat lebih cepat?"

"Memang aku serahkan pada anak buahku, tapi mereka juga mengejar pesanan yang masuk tepat waktu. Anda hargai dong kedisiplinan dan dedikasi kami klien, kami ini menjaga kepercayaan pelanggan kami."

"Itu bagus. Tapi bagaimana kalau aku bayar dua kali lipat? Bisa kan?"

Ayushita diam menatap Dewangga, mendengus kasar.

"Tiga kali lipat?"

Ayushita masih diam menatap kliennya yang kekeh pengen di buatkan jas untuknya.

"Lima kali lipas. Deal!" ucap Dewa mengulurkan tangannya di depan.

"Anda memaksa banget ya, apa karena uang anda bisa memaksa orang?"

"Sepuluh kali lipat."

"Hei!"

"Jangan membantah, aku bayar sepuluh kali lipat. Aku akan datang setiap hari ke butikmu, memastikan jas yang aku pesan di buat secara detail dan penuh penghayatan." ucap Dewa menarik tangan Ayushita untuk bersalaman.

Gadis itu masih terdiam dengan keterkejutan ucapan Dewa, dia tidak percaya apa yang di ucapkan laki-laki itu, membayarnya sepuluh kali lipat? Mustahil dia menolaknya, tapi akhirnya gadis itu menarik napas panjang.

"Baiklah, karena Anda memaksa dengan berani membuat begitu mahal. Aku akan menerima pesanan anda," ucap Ayushita.

Dewa tersenyum senang.

"Empat hari harus selesai."

"Apa?!"

"Kita sudah sepakat, jadi kamu tidak bisa protes."

"Mana bisa? Anda bilang dalam lima hari waktu itu," ucap Ayu tetap protes.

"Aku sudah membayar sepuluh kali lipat, tentunya waktu bisa di rubah. Kamu pikir saja sejak di kantorku itu lima hari, dan sekarang harus empat hari karena waktu terus berkurang," ucap Dewa lagi.

Kembali Ayushita menghela napas panjang, memegang kepalanya karena dia benar-benar di jebak oleh laki-laki di anggapnya terlalu pemaksa.

"Baiklah, aku terima tantangannya. Karena anda mau membayar mahal, jadi aku terima."

"Itu lebih baik, dan mulai besok aku akan datang di waktu jam makan siang untuk memastikan jasku di buat dengan baik," ucap Dewangga dengan tersenyum kemenangan.

Ayushita tidak menjawab, dia kini pasrah saja meski kesal. Tak lama Dewa pun berbalik lalu pergi dari hadapan gadis yang sedang kesal itu.

"Aaargh, dasar kampret!"

_

_

*****