NovelToon NovelToon
Aurora

Aurora

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: widyaas

Apa yang kita lihat, belum tentu itulah yang sebenarnya terjadi. Semua keceriaan Aurora hanya untuk menutupi lukanya. Dia dipaksa tumbuh menjadi gadis kuat. Bahkan ketika ayahnya menjual dirinya pada seorang pria untuk melunasi hutang-hutang keluarga pun, Aurora hanya bisa tersenyum.

Dia tersenyum untuk menutupi luka yang semakin menganga. Memangnya, apa yang bisa Aurora lakukan selain menerima semuanya?

"Jika kamu terluka, maka akulah yang akan menjadi obat untuk lukamu." —Skala Bramasta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

...༄˖°.🎻.ೃ࿔*:・...

Kaki mungil yang memakai sendal berwarna putih itu mulai melangkah masuk ketika seorang pembantu menyambut kedatangannya. Untunglah keluarganya masih ada di rumah, biasanya pagi-pagi seperti ini mereka akan sibuk. Tapi, sepertinya mereka memang sengaja tidak berangkat karena Aurora sudah mengatakan kalau hendak berkunjung.

Kedua orangtuanya terlihat sedang berkumpul di ruang keluarga sambil berbincang. Maliqa, adik Aurora yang masih sekolah tidak ada di sana karena memang dia harus sekolah.

"Selamat pagi Ayah, Ibu," sapa Aurora.

"Di mana suamimu?" tanya Galih Federico— ayahnya.

Aurora menyalami tangan kedua orangtuanya sebelum menjawab. "Dia ke kantor. Hari ini jadwalnya padat, jadi, aku datang sendiri."

Galih mengangguk paham. Raut wajahnya terlihat datar seolah tidak memiliki gairah hidup. Ya memang seperti itu sosok Galih Federico jika bersama Aurora.

Ayuni menghela nafas. Ibu dari Aurora itu menatap anaknya dengan malas. "Tau begitu aku tidak akan menunggumu. Pekerjaan Ibu lebih penting," ujarnya.

Aurora tersenyum. "Aku datang hanya untuk menjenguk kalian dan memastikan kalian baik-baik saja. Sekarang, aku lega melihat Ayah dan Ibu sehat."

Galih mengangguk beberapa kali. Dari raut wajahnya, dia sama sekali tidak tertarik atau tersentuh dengan ucapan Aurora. Namun, di dalam lubuk hatinya dia juga lega karena melihat putrinya baik-baik saja. Artinya, Skala memperlakukan Aurora dengan baik.

"Kalau begitu, Ayah antar kamu pulang. Sebentar lagi Ayah ingin bertemu seseorang yang akan membantu usaha kita semakin besar," ujar Galih.

Aurora langsung menggeleng. "Tidak perlu, Ayah." Dia beranjak. "Aku bisa pulang sendiri. Supir sudah menungguku. Maaf kalau kehadiranku membuat kalian tidak nyaman."

Galih dan Ayuni mengangguk saja. "Baik-baik kamu dengan suamimu itu, Rora. Jangan buat dia marah sampai mengembalikan kamu pada kami."

"Tidak. Aku pastikan itu tidak akan terjadi, Bu." Aurora tersenyum lalu menyalami tangan kedua orangtuanya. "Aku pamit. Permisi."

"Ya, hati-hati," balas Galih.

Aurora mengangguk pelan. Dia segera pergi dari sana.

Singkat. Pertemuan macam apa ini? Ah, memangnya Aurora berharap apa? Dia adalah alat pelunas utang. Jadi, apa yang harus dia harapkan? Diberi kehidupan dengan tubuh sehat saja Aurora sudah sangat bersyukur. Dia tidak mau neko-neko meminta pada Tuhan agar membuka hati orang tuanya supaya bisa menatapnya dengan penuh kasih sayang.

Aurora menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi penumpang. Dia menatap pada jalanan yang ramai. Bohong kalau hatinya tidak sakit. Dijadikan alat untuk pelunas hutang saja, rasanya hatinya seperti dilempari batu. Dalam hati dia berfikir, apa salahnya hingga diperlakukan seperti ini? Tidak, saat ini bukan waktunya mengeluh.

Aurora tersentak saat mobil tiba-tiba berhenti. Ia menatap supir dengan bingung. "Ada apa?"

"Maaf, Nona. Di depan ada begal," jawab supir tersebut. Namanya Tristan. Bukan lelaki paruh baya, melainkan pria berumur 27 tahun dengan badan tinggi dan gagah. Kalau untuk penjaga atau supir, keluarga Bramasta tidak memperkerjakan seorang pria paruh baya yang sudah tidak bertenaga. Semua supir ataupun penjaga memiliki syarat-syarat tertentu untuk bekerja bersama keluarga ini.

Aurora menatap segerombolan orang yang sedang mengadang mobil yang mereka tumpangi. Bahkan dia baru sadar kalau jalanan ini lumayan sepi penduduk.

"Jangan keluar!" cegah Aurora. Dia menatap ngeri supirnya. "Mereka membawa senjata. Aku..."

"Saya tidak sendirian, Nona. Tetaplah di dalam mobil, jangan keluar sebelum aman." Dengan wajah datarnya, Tristan keluar untuk meladeni para begal tersebut.

Aurora terbelalak ketika Tristan langsung menyerang mereka tanpa aba-aba. Dia semakin mengeratkan cengkraman nya pada sabuk pengaman. Sedetik kemudian, Aurora dikejutkan kedatangan beberapa orang berpakaian hitam. Dia pikir itu adalah komplotan begal juga, tapi, saat melihat mereka membantu Tristan melawan begal tersebut, Aurora jadi paham sekarang.

Baru kali ini Aurora merasa dilindungi. Dulu, saat bersama keluarganya, dialah yang melindungi. Sekarang, Aurora jadi tau rasanya dilindungi.

Brak!

"Akhh!" Aurora berteriak ketika salah satu begal berhasil memukul kaca mobil di sampingnya. Gadis itu langsung beralih ke pojok. Akibat pukulan yang keras, kaca itu sedikit retak. Hanya retak biasa.

Aurora menutup mulutnya ketika salah satu bodyguard menerjang begal tadi dengan membabi buta.

Begal membawa senjata, sedangkan para bodyguard tidak membawa senjata apapun. Namun, mereka tetap unggul.

"Ya Tuhan..." Aurora memejamkan matanya. Dia tidak kuat melihat orang-orang baku hantam di luar sana. Bahkan tangannya mencengkeram ujung kursi dengan erat.

"Nona."

Aurora membuka matanya menatap Tristan, lalu melihat ke arah luar. Keningnya langsung mengerut ketika keadaan di luar tampak tenang, tidak ada sisa-sisa kekacauan yang mereka ciptakan.

"B-bagaimana bisa?" lirih Aurora.

Tristan memberikan sebotol air mineral untuk Aurora. Setelah melihat sang nona tenang, dia kembali melajukan mobilnya pergi dari area itu.

Aurora sendiri masih kebingungan. Padahal dia hanya memejamkan mata sejenak. Oh, apakah dia tertidur secara tidak sadar? Jadi selama dia tidur, para bodyguard membereskan kekacauan. Begitu? Rasanya tidak mungkin.

"Tristan, di mana para penjahat itu?" tanya Aurora memberanikan diri.

"Sudah kami bereskan. Nona tidak perlu memikirkannya lagi," balas Tristan.

Meski tidak puas dengan jawaban pria itu, Aurora tetap mengangguk paham. Bahkan jantungnya masih berdetak kencang karena masih shock.

Aurora memasuki rumah dengan langkah pelan. Dia menoleh ke arah dapur ketika mendengar suara tawa ibu mertuanya. Karena penasaran, dia pun segera melihat apa yang terjadi di sana.

Evanda dan Evelyn terlihat asik membuat kue sambil berbincang-bincang sesekali tertawa. Aurora pikir Evelyn sudah pulang, tapi ternyata belum.

Aurora berdiri di ambang pintu dapur, melihat Evanda yang begitu asik dengan Evelyn.

"Mommy sedang apa?" tanya Aurora.

Sontak saja Evanda dan Evelyn menghentikan tawanya.

Melihat ekspresi mereka yang tidak enak, Aurora menunduk. "Maaf mengganggu," lirihnya. Entah kenapa pertanyaan itu meluncur begitu saja. Padahal dia tau kalau Evanda tidak akan menjawabnya.

"Ada apa?" tanya Evanda dengan sinis.

"Kamu mau ikut buat kue?" tawar Evelyn membuat Evanda mengerut tak suka.

"Tidak. Mommy tidak izinkan dia buat kue bersama kita. Yang ada dia mengacaukan semuanya nanti," sinis wanita itu.

"Aku tidak akan mengganggu kalian. Maaf," ujar Aurora. Dia menunduk lalu pergi dari sana dengan langkah pelan.

Evanda mendengus. "Gadis itu terlalu lemah dan lugu untuk putraku. Harusnya kamu yang menjadi istri Skala. Kalian sangat serasi," ujarnya pada Evelyn.

Evelyn tersenyum. "Tidak apa-apa, Bibi."

"Aish ... panggil aku Mommy, bukan Bibi, oke?"

"Baiklah, Mom." Mereka berdua terkekeh kecil.

"Kamu jangan ragu untuk meminta bantuan pada Skala ataupun Mommy. Ya? Mommy sudah anggap kamu putri Mommy, Sayang. Jadi, jangan pernah sungkan, oke?"

Evelyn mengangguk lagi. Dia memeluk Evanda dari samping. "Terimakasih, Mom. Rasanya aku ingin mengulang masa lalu." Ia terkekeh.

"Masa lalu biarlah masa lalu. Kamu masih bisa memiliki Skala di masa depan nanti. Mommy yakin, pernikahan mereka tidak akan bisa bertahan lama." Evanda menyandarkan kepalanya di kepala Evelyn.

Evelyn tersenyum. Dia menghela nafas berat. "Andai saja waktu itu aku tidak pergi ke luar negeri, pasti aku dan Skala tidak putus."

Yeah, Evelyn adalah mantan pacar Skala. Dan dia sudah sangat mengenal keluarga Bramasta. Pantas saja Evanda begitu menyayanginya.

bersambung...

1
레이디핏
Happy happy yh kalian bedua sebelum ada rawr nyaaaa🤏🏻
Nabila
lanjut
minsugaa
luar biasa
neur
keren KK 😎👍❤☕👌
lanjuuuut
dyarryy: makasih kak❤‍🔥
total 1 replies
레이디핏
Aaaaaa Rora bahagia dehhh, ternyata kamu orang besar jugaaa🤏🏻
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣untung besar skala kalai ini 🤭🤭🤭🤭
레이디핏
Eaaaaa ang angggg yuk bisa yukkk keluarkan romance nyeeee😍😘
vj'z tri
yang lain antara ada dan tiada 🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
itu dayung rora dayung 🤭🤭🤭🤭🤭
erma irsyad
astaga pertanyaan rora😂🤣
vj'z tri
ayo rora kamu pasti bisa .... cih keluarga di saat butuh uang dianggap keluarga tapi di saat senang mereka lupa kalau rora masih bagian dari mereka 😏😏😏😏🥹🥹🥹
vj'z tri
aku selalu sabarrrrr menunggu lanjutan Aurora dan skala 🤩🤩🤩🤩🤩🤩
vj'z tri
ayo rora tunjukan tarung mu 🔥🔥🔥🔥🔥
vj'z tri
gemes gemes gemes banget sama pasangan ini 🤗🤗🤗🤗🤗
vj'z tri
panggilan kesayangan neng kan lucuuuuu 🤭🤭🤭🤭🤭🤗🤗🤗kucing manis
vj'z tri
Evelyn 😤😤😤😤😤😤😤😤
vj'z tri
tidak boleh tidak boleh menangis 😭😭😭😭🤧 semangat rora kamu harus bangkit bangkit jangan mau di tindas 🤩🤩🤩🤩
vj'z tri
semoga rora bisa berenang 😱😱😱🫣🫣🫣
vj'z tri
ehhh mulut mu itu mulut mu ibu mertua kelakuan pingin tak getok 😅😅😅
레이디핏
Syukur dh pindahhhh, mari buat kemajuan Skala Kitten☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!