NovelToon NovelToon
Cincin Peninggalan Kakek

Cincin Peninggalan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:25.7k
Nilai: 5
Nama Author: RivaniRian21

Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, hidup seorang pemuda bernama Arjuna Wicaksono. Sejak kecil, ia hanya tinggal bersama neneknya yang renta. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat ia masih balita, sementara kakeknya telah lama pergi tanpa kabar. Hidup Arjuna berada di titik terendah ketika ia baru saja lulus SMA. Satu per satu surat penolakan beasiswa datang, menutup harapannya untuk kuliah. Di saat yang sama, penyakit neneknya semakin parah, sementara hutang untuk biaya pengobatan terus menumpuk. Dihimpit keputusasaan, Arjuna memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mencari pekerjaan demi mengobati sang nenek. Namun takdir berkata lain. Malam sebelum keberangkatannya, Arjuna menemukan sebuah kotak kayu berukir di balik papan lantai kamarnya yang longgar. Di dalamnya tersimpan cincin perak kuno dengan batu safir biru yang misterius - warisan dari kakeknya yang telah lama menghilang. Sejak menggunakan cincin itu, kehidupanNya berubah drastis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RivaniRian21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5 Amira

"Ah... itu... biasa kok Mbak. Di desa saya sering manjat pohon kelapa," jawab Arjuna seadanya, berusaha menutupi keheranannya sendiri.

"Masa sih cuma manjat pohon?" Amira tertawa kecil, mengulurkan tangannya. "Saya Amira. Baru turun dari kereta mau ke kantor, eh malah kena copet. Untung ada Mas..."

Arjuna memandang tangan yang terulur itu dengan canggung. Ia tidak biasa bersalaman dengan wanita, apalagi yang secantik ini. Ditambah lagi, tangan Amira yang terawat dengan kuteks merah muda itu sangat kontras dengan tangannya yang kasar.

"Sa-saya... Arjuna..." jawabnya terbata, menunduk dengan wajah memerah, tanpa membalas uluran tangan Amira.

Amira menurunkan tangannya sambil tersenyum maklum. Ada sesuatu yang menggemaskan dari sikap malu-malu pemuda desa ini - sangat berbeda dengan pria Jakarta yang biasa ia temui.

"Arjuna... nama yang bagus," Amira mengeluarkan kartu nama dari tasnya. "Ini, simpan nomor saya. Kalau ada apa-apa atau butuh bantuan, jangan sungkan menghubungi ya? Saya berhutang budi sama Mas Arjuna."

"I-iya Mbak," Arjuna menerima kartu nama itu dengan kedua tangan, masih menunduk. Cincin di jarinya terasa hangat, seolah bereaksi pada situasi ini.

Arjuna membungkuk sekali lagi sebelum berbalik menuju ranselnya yang ia tinggalkan di tepi trotoar. Jantungnya masih berdegup kencang, entah karena aksi kejar-kejaran tadi atau karena grogi berhadapan dengan Amira.

"Mas Arjuna!" suara Amira memanggilnya lagi.

Arjuna menoleh ragu-ragu.

"Hati-hati ya! Semoga kita bisa ketemu lagi!"

Arjuna hanya mengangguk canggung, lalu bergegas mengambil ranselnya. Ia bisa merasakan wajahnya memanas. Di belakangnya, beberapa orang masih membicarakannya, bahkan ada yang menunjukkan video rekamannya melompati mobil tadi.

"Itu cincin apa ya..." gumamnya pelan, memandangi batu biru yang berkilau di jarinya. Teringat pesan kakeknya dalam mimpi: "Gunakan untuk kebaikan, bukan kesombongan."

Menghela nafas panjang, Arjuna merapikan ranselnya. Masih banyak yang harus ia lakukan - mencari angkot ke Jakarta Kota, naik KRL ke Bekasi, dan mencari alamat kos yang diberikan Pak Karso.

Tapi setidaknya, hari pertamanya di Jakarta sudah dimulai dengan berbuat kebaikan. Meski dengan cara yang sama sekali tak ia duga.

Matahari Jakarta sudah condong ke barat ketika Arjuna turun dari KRL di Stasiun Bekasi. Setelah bertanya ke sana-kemari dan dua kali salah naik angkot, akhirnya ia sampai di sebuah gang sempit di daerah Tambun. Keringat membasahi kemejanya yang lusuh, ransel butut di punggungnya terasa semakin berat.

"Gang Mawar 2... nomor 15..." gumamnya, membaca ulang kertas lusuh pemberian Pak Karso.

Langkahnya terhenti di depan rumah bercat hijau pudar. Pagar besinya berkarat, dan halaman kecilnya dipenuhi rumput liar. Sebuah plang "DIKONTRAKKAN" tergantung miring di pagarnya.

"Permisi..." Arjuna mengetuk pagar dengan ragu.

Seorang ibu paruh baya keluar dari rumah sebelah. "Cari siapa, Mas?"

"Ini... saya cari Pak Bambang, Bu. Yang punya kos-kosan..."

"Oh, Pak Bambang?" ibu itu menggeleng. "Udah pindah, Mas. Sebulan yang lalu rumahnya dijual. Katanya pindah ke Tangerang."

Arjuna tertegun. Kakinya mendadak lemas.

"Mas dari mana? Kok sendirian?"

"Dari... Temanggung, Bu."

"Ya ampun! Jauh amat! Terus sekarang mau kemana?"

Arjuna menggeleng pelan. "Tidak tahu, Bu..." jawabnya jujur. Kepalanya tertunduk, mencoba menyembunyikan kepanikan yang mulai merayap.

Setelah bertanya-tanya, akhirnya Arjuna pun menyerah, dan memilih pamit, dan mencari kos lagi.

Langit sudah gelap ketika Arjuna akhirnya menemukan sebuah kos-kosan di Gang Delima. Bangunan tiga lantai itu berdiri kokoh di tengah keramaian pertokoan. Papan nama "Kos Berkah" terpampang di depannya, dengan lampu neon yang berkedip-kedip.

"Masih ada kamar kosong, Bu?" tanya Arjuna pada ibu penjaga kos yang sedang menonton TV di pos depan.

"Ada Mas, tapi..." Ibu kos yang memperkenalkan diri sebagai Bu Yati itu menggantung kalimatnya.

"Tapi kenapa, Bu?"

"Yang kosong cuma kamar nomor 13, di lantai satu paling ujung." Bu Yati menatapnya ragu. "Kamar itu... agak special."

"Maksudnya... angker, Bu?" Arjuna menelan ludah.

Bu Yati mengangguk. "Anak-anak kos sini bilang suka dengar suara-suara aneh dari sana. Tiga penghuni sebelumnya nggak betah, paling lama seminggu langsung pindah."

Arjuna terdiam. Di saku celananya, uang pemberian warga desa tinggal separuh, habis untuk ongkos. Cincin di jarinya terasa hangat, seolah memberinya keberanian.

"Berapa sewanya, Bu?"

"Karena kondisinya begitu... Ibu kasih murah deh. Setengah harga dari kamar lain. Tapi beneran berani, Mas?"

Arjuna mengangguk mantap. "Tidak apa-apa, Bu. Yang penting ada tempat berteduh."

Bu Yati mengambil kunci berkarat dari gantungan. "Ya sudah... tapi jangan salahkan Ibu ya kalau ada apa-apa. Lantai satu untuk anak cowok, lantai dua cewek, lantai tiga yang sudah berkeluarga. Kamar mandinya di ujung tiap lantai."

Mereka berjalan menyusuri lorong lantai satu yang remang-remang. Suara TV dari kamar-kamar lain terdengar samar. Di ujung lorong, kamar nomor 13 berdiri menyendiri, catnya lebih pudar dari kamar lain.

"Ini kuncinya," Bu Yati menyerahkan kunci dengan tangan sedikit gemetar. "Kalau ada apa-apa, kamar Ibu di lantai tiga ya."

Arjuna mengangguk, memasukkan kunci ke lubangnya. Pintu terbuka dengan suara berderit panjang. Kamar itu kecil, hanya muat kasur single dan lemari kayu tua. Jendela kecil di dindingnya menghadap tembok tinggi, membuat ruangan itu selalu tampak gelap.

"Ya sudah, Ibu tinggal dulu ya," Bu Yati bergegas pergi, meninggalkan Arjuna sendirian.

Menghela nafas panjang, Arjuna meletakkan ranselnya. Ini akan menjadi malam pertamanya di Jakarta, di sebuah kamar yang katanya berhantu. Tapi setidaknya, ia punya tempat untuk bermalam.

Arjuna meletakkan ranselnya di lantai yang berdebu. Seketika, hawa dingin yang tidak wajar menyergap tubuhnya. Bulu kuduknya meremang. Ada sesuatu yang... tidak beres dengan kamar ini.

"Bismillah..." bisiknya pelan, mencoba menenangkan diri.

Tiba-tiba, tangan kanannya terasa kebas. Rasa dingin yang aneh menjalar dari jarinya tempat cincin itu melingkar. Arjuna memejamkan mata, kepalanya sedikit pusing.

Tanpa ia sadari, batu biru di cincinnya mulai berpendar samar. Cahaya kebiruan yang lembut memancar, memenuhi setiap sudut kamar. Dan dalam keheningan malam itu, terjadi sesuatu yang tak tertangkap mata Arjuna - bayangan-bayangan gelap yang tadinya bersembunyi di sudut-sudut kamar bergerak gelisah, seolah tersengat energi asing yang lebih kuat.

"Pergi... pergi..." bisikan-bisikan samar terdengar, makin lama makin menjauh.

Ketika Arjuna membuka mata, rasa tidak nyaman itu sudah hilang. Kamar sempit itu terasa... berbeda. Lebih hangat, lebih ramah. Seolah sesuatu yang tadinya mengisi ruangan ini telah pergi.

"Aneh..." gumamnya, memandangi cincin pemberian kakeknya. "Perasaanku saja atau memang ada yang berubah?"

Di luar kamar, sayup-sayup terdengar langkah kaki yang terburu-buru menjauh. Mungkin penghuni kos lain yang penasaran dengan penghuni baru kamar angker ini.

Arjuna mengeluarkan barang-barangnya dari ransel - tiga potong baju, dua celana, seragam SMA lamanya, dan beberapa buku pelajaran yang tak tega ia tinggalkan. Semuanya ditata rapi dalam lemari kayu tua yang sedikit berderit saat dibuka.

"Tidak banyak memang..." gumamnya sambil tersenyum kecut. Seluruh hidupnya hanya muat dalam satu ransel butut.

Setelah menyapu lantai seadanya dengan sapu yang tersandar di sudut kamar, Arjuna menggelar sajadah lusuh pemberian neneknya. Suara adzan Isya berkumandang dari masjid tak jauh dari sana.

"Alhamdulillah," bisiknya. "Setidaknya ada tempat untuk shalat dan tidur malam ini."

Ia melirik cincin di jarinya yang kini tampak normal. Entah kenapa, kamar yang katanya angker ini justru terasa nyaman. Mungkin memang benar kata neneknya dulu - yang penting selalu ingat Yang Di Atas, tidak perlu takut pada yang di bawah.

1
agus purnomo
kopi plus vote suhu
biar nulisny makin lancar...💪
Was pray
kalau merasa terbebani dengan cincin warisan kakeknya ya dilepas saja Juna, daripada kamu mengeluh terus, kayaknya gak ikhlas menerima takdirmu juna
Aman Wijaya
jooooz jooooz gandos lanjut terus
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
Aman Wijaya
top markotop ceritanya Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll lanjut terus
4U2C
𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘂𝘀𝘂𝗹𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝗿 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗶𝘀𝗮𝗵𝗺𝘂..
4U2C
𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗼𝗸 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂𝗵 𝗻𝘆𝗮,,𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝘀𝘂𝗹𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗺𝘂 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮,,𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗮𝗽𝗮-𝗮𝗽𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗻𝘀𝘂𝗵𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮..𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂..𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗴𝗶𝘂𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝗿𝗮𝘆𝗮..
4U2C
𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿 𝗺𝗶𝗮 𝗥𝗜𝗔𝗡 𝗱𝗶𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝗦𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗜𝗢𝗡,,𝗮𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗗𝗜𝗢𝗡 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔 𝘆𝗮,,𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗶𝗯𝘂 𝗟𝗜𝗔𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔,,𝗺𝗲𝗹𝗮𝗺𝘂𝗻,𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗹𝗼𝗻𝗴𝗼..𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮..𝗺𝗮𝘂 𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,,𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁𝗶 𝗴𝗮𝗱𝗶𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮,,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗠𝗜𝗔 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗔𝗨𝗟𝗜𝗔,,𝗽𝘂𝘁𝗿𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮..
agus purnomo
kopi lagi suhu
Aman Wijaya
lanjut terus Thor semangat semangat ditunggu lagi updatenya 💪💪💪 sehat selalu untukmu Thor sehingga bisa berkarya terus
Aman Wijaya
Arjuna rasa disidak seperti seorang terpidana lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll Thor 💪💪💪
Aman Wijaya
babat semuanya Juna jangan beri ampun bikin mereka semua tidak bisa bangun
Aman Wijaya
top top markotop lanjut terus Thor semangat semangat semangat
Aman Wijaya
lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz jooooz pooolll Thor lanjut terus
Rita Natalia
Dion siapa ya ?
Achmad
ayo Thor lanjut semangat jangan kendor
Achmad
semangat Thor lanjut semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!