Setelah terpeleset di kamar mandi, Han Sia, gadis modern abad 25, terbangun di tubuh Permaisuri Han Sunyi tokoh tragis dari novel yang dulu ia ejek sebagai “permaisuri paling bodoh”.
Kini terjebak di dunia kerajaan kuno, Han Sia harus berpura-pura sebagai permaisuri yang baru sadar dari koma, sambil mencari cara untuk bertahan hidup di istana penuh intrik dan penghianatan. Namun alih-alih pasrah pada nasib, ia justru bertekad mengubah sejarah. Dengan kecerdasan modern dan lidah tajamnya, Han Sia siap membalikkan kisah lama dari permaisuri lemah menjadi wanita paling berkuasa dan akan membuat mereka semua menyesal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Saat langit sudah terang Han Sunyi dan ketiga dayangnya sudah selesai berlatih mereka pun membersihkan diri lalu berkumpul di kamar Han Sunyi.
"Yang mulia apa anda tidak jadi membuat kejutan untuk mereka?" tanya Nuan
"Sepertinya belum saatnya... Kalian belum kuat dan aku juga harus menyiapkan semuanya dulu untuk menghadapi mereka. Lagian mereka juga tidak perduli bukan aku sadar atau tidak. raja saja tidak kesini bukan" ujar Han Sunyi tenang dan di angguki oleh mereka bertiga.
"Oh iya apa kalian ingin tau gosip kebenaran?" tanya Han Sunyi dengan senyum misterius nya
"Tentang apa yang mulia?" tanya mereka bertiga serempak
"Wah kalian antusias sekali ya, tapi baiklah kemari mendekat" ujar Han Sunyi lalu ketiganya pun mendekat
"Kalian tau sebenernya Raja Hui Song itu mandul" ujar Han Sunyi ketiganya shock
"Yang mulia... Jangan bercanda. jika ada yang dengar kira bisa di hukum mati" ujar nuan ketakutan
"Aku bicara yang sesungguhnya... Untuk apa aku bohong. Kalian mau bukti bukan, bagaimana jika nanti malam kalian ikut aku kesuatu tempat dan kalian akan tau kebenarannya " ujar Han Sunyi serius
Mender itu ketiga dayang saling pandang dengan wajah pucat dan penasaran.
"Sudah jangan di pikirkan... Ayo kita buat makanan saja" ujar Han Sunyiblalu berlalu pergi dan di ikuti yuyu, yuyi dan Nuan
Sedangkan di ruang kerja Raja Hui Song saat ini ia sedang memeriksa banyak laporan tapi tidak ada yang bisa ia mengerti.
"Kenapa semua ini membuatku pusing, biasanya ada permaisuri yang mengurus semua laporan ini tapi karena dia belum sadar membuat aku kesulitan" kesalnya
Sedangkan pengawal pribadinya hanya menatap Raja Hui Song dengan diam tapi dalam hati mengutuk raja bodohnya, " Baru tau rasa... Beginilah dulu permaisuri yang selalu mengerjakan semua laporan, tapi beliau tidak pernah mengeluh. Salah sendiri sudah punya istri sempurna justru menikah dengan wanita setan itu, semoga kau tidak menyesal yang mulia"
"Zhi Dao kenapa kau hanya diam... Bantu aku memeriksa ini semua aku ingin menemui selir agung Wei Ning dulu" ujar Raja Hui Song tanpa menunggu jawaban dari Zhi Dao
Zhi Dao yang mendengar dan melihat kelakuan rajanya hanya bisa menghela nafas lelah,
"Dia tidak pantas jadi raja, kenapa tidak pangeran Hui Yan saja atau pangeran Hui Hong yang jadi raja. Sepertinya raja Hui Seng salah pilih penerus" ujar Zhi Dao dalam hati
...****************...
Udara pagi di istana Teratai begitu lembut, beraroma bunga melati yang mekar di sepanjang jalan setapak menuju paviliun utama. Dari kejauhan, musik lembut kecapi terdengar samar, membuat suasana tampak tenang dan menenangkan tapi di balik keindahan itu, tersembunyi sesuatu yang beracun.
Raja Hui Song melangkah masuk dengan jubah emasnya yang berkilau, diiringi dua pengawal dan seorang kasim tua. Wajahnya tampak kelelahan, tapi begitu ia melihat sosok lembut di paviliun, semua rasa penat seolah hilang.
“Selir agung Wei Ning,” ucapnya lembut.
Wanita itu sedang duduk di kursi batu, memakai gaun sutra merah muda yang membuat kulitnya tampak seputih salju. Senyumnya manis, gerakannya lembut, matanya penuh kasih seolah malaikat turun dari surga. Namun begitu ia menoleh, ada sekejap kilatan tajam di matanya yang segera ia sembunyikan dengan tatapan lembut.
“Yang mulia…” Wei Ning menunduk penuh hormat. “Anda sudah datang. Hamba khawatir anda terlalu sibuk dengan urusan negara.”
Raja Hui Song tersenyum lemah. “Aku memang sibuk, tapi tak bisa tenang sebelum melihatmu dan anak yang kau kandung.”
Senyum di bibir Wei Ning melebar halus. Tangannya yang halus menyentuh perutnya yang mulai membuncit. “Anak ini sehat, Yang Mulia. Tabib mengatakan ia akan lahir dengan kuat. Putra yang akan meneruskan darah kerajaan.”
Mata Raja Hui Song berbinar penuh kebanggaan, tanpa menyadari tatapan licik di balik senyum lembut wanita itu.
Namun di balik layar bambu di sisi paviliun, beberapa dayang sedang menunduk dalam ketakutan. Mereka tahu setiap kali selir agung ini marah, seseorang pasti terluka.
Sementara itu, di Paviliun Phoenix kediaman permaisuri Han Sunyi.
Suasana di sana jauh berbeda. Tak ada kecapi, tak ada dupa mahal, hanya aroma harum masakan dari dapur.
“Yuyu, potong bawangnya jangan sampai menangis! Nanti yang sedih bukan bawang, tapi wajahmu yang seperti udang rebus!” seru Han Sunyi sambil menumbuk jahe.
“Yang muliaaa…” rengek Yuyu dengan mata berair. “Tapi bawangnya jahat, bikin hamba menangis!”
Han Sunyi tertawa keras, membuat Yuyi dan Nuan ikut tertawa pelan. Suasana hangat itu membuat ruangan seolah bukan bagian dari istana yang penuh intrik, tapi seperti rumah biasa yang damai.
Setelah semua bahan siap, Han Sunyi menyalakan tungku dan mulai memasak. Kali ini bukan sekadar latihan tapi juga rencana.
Sambil mengaduk sup panas, ia berkata pelan, “Kalian masih ingat yang aku katakan tadi pagi?”
“Yang tentang Raja Hui Song itu, yang mulia?” tanya Nuan hati-hati.
Han Sunyi mengangguk. “Benar. Kalian pasti heran bagaimana aku tahu ia mandul, bukan?”
Ketiga dayang itu langsung saling berpandangan dan menelan ludah.
Han Sunyi menatap mereka dengan tatapan tenang namun menusuk. “Sebelum aku jatuh sakit… aku menemukan catatan tabib istana. Ada hasil pemeriksaan darah dan ramuan penguat untuk Raja Hui Song. Dari situ aku tahu sesuatu — raja memiliki kelemahan bawaan. Ia tidak bisa menurunkan keturunan.”
Ketiganya membeku.
“Lalu… anak dalam kandungan selir Wei Ning itu…?” bisik Yuyi gemetar.
Han Sunyi menegakkan punggungnya. “Bukan darah kerajaan. Dan aku punya cara untuk membuktikannya.”
“Cara apa, yang mulia?”
Han Sunyi tersenyum tipis. “Malam ini kalian akan tahu.”
Matahari mulai tenggelam di balik menara istana. Langit berubah jingga, dan bayangan pepohonan panjang menutupi jalan setapak menuju taman belakang.
Tepat tengah malam, Empat bayangan bergerak diam-diam dari Paviliun Phoenix. Han Sunyi berjalan di depan dengan jubah hitam sederhana, diikuti tiga dayangnya yang berusaha menahan napas agar tak menimbulkan suara.
“Yang mulia… kita mau ke mana?” bisik Yuyu pelan.
“Ke tempat di mana semua kebohongan lahir,” jawab Han Sunyi tenang. “Ke ruang obat di bawah istana.” lanjut Han Sunyi
Tempat itu hanya diketahui segelintir orang. Di sanalah tabib kerajaan menyimpan ramuan, racun, dan catatan medis para bangsawan. Aksesnya terbatas, tapi Han Sunyi — sebagai permaisuri tahu kode rahasianya.
Begitu sampai di depan pintu batu besar yang tersembunyi di balik lukisan naga, Han Sunyi menekan tiga titik rahasia di sisi kanan lukisan. Terdengar bunyi klik halus, lalu pintu bergeser membuka dengan suara berat.
“Cepat masuk,” bisik Han Sunyi
Bersambung
