"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"
Bambang membanting pintu rumah kontrakan yang Mereka sewa, lima ratus ribu sebulan.
Anisa, memegang pipinya yang kebas setelah ditampar Bambang.
Ini kali pertama sejak menikah selama dua tahun, Bambang menjatuhkan tangan pada Anisa. Sebuah tamparan, keras dan Anisa terkejut luar biasa.
"Astagfirullah." Anisa menutup mata, perih dipipinya tak seberapa dibanding perih yang dirasakan selama ini.
"Kenapa semakin hari Kamu semakin berubah Mas, apa karena Aku yang tak kunjung hamil?" Anisa meraba perutnya yang rata.
Pernikahannya bersama Bambang berawal bahagia. Seperti selayaknya pengantin baru, Anisa pernah sangat dicintai dan Bambang begitu perhatian, namun setelah satu tahun pernikahan, Bambang yang terkena PHK, dan bekerja serabutan mulai berubah.
Perangai Bambang mulai kasar, seenaknya dan tak segan melukai Anisa secara verbal, kini tangan pun jatuh, dipipi yang dulu sering Bambang cium tapi kini sebuah tamparan begitu keras melayang dari tangan Bambang terlukis diwajah Nisa.
Anisa mengerti, faktor ekonomi mungkin membuat Bambang berubah. Sebagai seorang Istri Anisa maklum, hingga tak diberi nafkah lahir pun Anisa masih bisa menerima.
Toh, Anisa bisa membantu menjadi buruh cuci di laundry kiloan dan mendapat upah dari sana.
Tapi setahun belakangan, Anisa baru mengetahui kalau Suaminya terlibat judi online. Bambang bahkan pernah meminjam uang kepada salah satu temannya untuk Depo Slot.
Yang terparah, Istri teman Bambang itu mendatangi Anisa saat Anisa tengah bekerja di laundry.
"Mbak, Kita sama-sama perempuan, Saya punya anak. Mas Tono kasih pinjam Suami Mbak gak izin Saya. Sekarang Saya minta uang yang Suami Mbak pinjam tolong dikembalikan."
"Mas, Aku ikhlas membantu Kamu. Bagaimanapun Kita Suami Istri, tapi kalau uang yang Kamu pinjam untuk judi, Aku gak ridho."
"Kamu sama Suami perhitungan banget Nisa! Nanti kalau Aku dapat uang, Aku ganti! Repot! Berisik! Aku mau tidur!
Semua kata-kata dan nasehat Anisa mental. Bambang kerap kali marah besar jika Anisa menyinggung sikap buruknya berjudi online.
Anisa mengusap airmatanya. Bukan saatnya Ia menangis. Pekerjaannya hari ini menumpuk. Di tempat Anisa bekerja, sedang ada borongan mencuci seragam Ibu-Ibu Pengajian yang akan diambil besok.
"Loh Nis, itu pipi Kamu kenapa? Merah? Suamimu," Salah seorang teman Nisa yang juga bekerja di Laundry Kiloan menyadari bekas tamparan di pipi Nisa.
"Oh ini, Saya gak sengaja nabrak lemari Mbak, ini yang mau disetrika ya, sini biar sama Saya." Anisa membawa keranjang berisi pakaian yang sudah kering dan nanti siang akan diambil oleh si pemilik.
Peluh yang membasahi dahi Anisa, tak seberapa letih dibanding hatinya yang hancur dan remuk. Kala teringat bagaimana dengan ringan tangannya lima jari Bambang melukis pipi Anisa, disitulah Anisa tak bisa membendung air matanya yang kembali menetes.
"Mas, Kamu kenapa? Apa yang salah?"
Bambang di pangkalan ojek, bersama teman-teman sesama pengojek lain sedang menunggu giliran.
Sebetulnya Bambang ingin mendaftar ojek online, tapi motor yang Ia punya hanya motor tua. Sedangkan motor ojek online baru-baru. Dan Bambang kesal sekali akan hal itu.
"Bang, Lo tumben udah sampe pangkalan, gak nganter Bini?"
"Udah gede. Bisa jalan sendiri!"
Bambang masih kesal. Anisa biasanya selalu patuh tapi tadi pagi Bambang kesal diungkit soal Judi Online dan rokok!
"Bambang, Bambang, Bini Lo Si Anisa itu cantik, Lo aja yang gak rawat Bini Lo makanya jadi kumel begitu. Lagian Lo juga sih, Masa tega bener sama Bini, sehari cuma dikasih duit 15 ribu! Pelit amat Lo jadi Laki! Bini Gue dikasih gocap sehari aje, sabdanya udah panjang bener! Dari harga gas sampe cabe rawit dijembrengin!"
Bambang malas menanggapi ocehan rekan seprofesinya, memilih sebat, sebatang rokok melemaskan pening di kepalanya.
"Bang, Ojek," Suara mendayu memanggil.
"Wah, Neng Irma! Mau kemana Neng? Udah wangi amat kayak kuburan baru!"
"Biasa Mas, mau kerja."
"Bang, giliran Lo! Apa mau Gue wakilin? Gue sih gak nolak dapet penumpang modelan Neng Irma begini, mana bahenol!"
"Giliran Gue!"
"Slow aje Bang! Gue juga tahu!"
"Ayo!"
"Jangan galak-galak dong Abang ganteng!"
Irma, Si Biduan, yang entah mau apa siang-siang tengah hari bolong, dandanan menor, pakaian ketat, plus dua buah melon besar yang menyembul membuat semua tukang ojek pangkalan nengok.
"Naek! Apa mau dinaekin? Aww!"
"Mas Bambang genit banget sih! Emang kalo ketahuan godain Irma sama Istrinya berani?"
"Ya siapa juga yang takut!"
Bambang mengendarai motornya, sengaja bener kalau ada polisi tidur diterjak, bikin melon super dibelakangnya menyentuh dan kenyal-kenyal dipunggung.
"Pelan-pelan Mas, kalo jatoh gimana! Sengaja amat! Biar nempel ya!"
Dasar perempuan gatel dan Bambang juga tipis iman. Bisa-bisanya ngojek sambil menikmati melon super gratis.
"Abis kenyel! Diapain tuh Neng?"
"Ih Mas Bambang! Nakal ya!"
***
"Nis, Kalo mau balik sekalian titip ya itu laundryan Bu Pur minta dianter."
"Oh iya Mbak. Sekalian Saya pulang Saya bawa aja."
"Loh, Kamu jalan? Biasanya dijemput Suami?"
Anisa hanya tersenyum, "Iya Mbak, Mas Bambang lagi ngojek, ada tarikan."
Anisa pamit pulang setelah selesai dengan pekerjaannya sambil membawa kantong berisi laundryan Bu Pur yang minta diantar.
Dulu, Bambang rajin antar jemput Anisa, tapi sudah lama sekali, Bambang abai. Anisa berangkat dan pulang kerja berjalan kaki. Mau naik angkot sayang uangnya, toh gak terlalu jauh. Tapi lumayan juga. Gapapa lah hitung-hitung olahraga, Anisa menyemangati dirinya sendiri.
Anisa sudah kenal dengan Bu Pur yang merupakan salah satu langganan laundryan di tempat Anisa bekerja.
"Nisa, uangnya sudah Saya transfer ya."
"Iya Bu. Terima kasih."
"Saya juga terima kasih. Maaf jadi ngerepotin, tadi gak ada yang nganter mau ambil kesannya."
"Iya gapapa Bu, sekalian Saya pulang."
"Eh iya Nis, tadi Saya lihat Bambang, Suamimu, mungkin lagi narik kali ya, itu Si Irma, Biduan Dangdut Kampung sebelah, naek ojek Suamimu. Tapi kok meluknya rapet amat ya. Eh, tapi jangan salah sangka dulu, mungkin Saya yang salah paham atau salah lihat."
Sakit sekali hati Anisa. Meski belum benar dan belum tentu apa yang disampaikan oleh Bu Pur adalah betul, tapi nyeri didada Anisa tak bisa dipungkiri.
"Saya permisi Bu,"
"Oh iya. Omongan Saya yang tadi jangan dimasukan hati ya Nisa."
"Iya Bu,"
Anisa berjalan, perlahan, dengan gontai, menguatkan hatinya. Hidup sudah sulit dan tadi pagi sudah ribut dengan Mas Bambang. Anisa tidak mau menyulut kembali kemarahan Suaminya. Toh nanti setelah tenang, Anisa akan bicara baik-baik.
Sebelum sampai kontrakan Anisa mampir ke warung sayur membeli seliter beras dan sambelan lima ribu perak, dan sepotong tempe. Pas 10 Ribu. Sesuai nafkah yang diberi Bambang. Meski hari ini Bambang pergi dengan marah dan tak memberi Nisa uang sepeserpun.
"Mungkin tadi Mas Bambang memang sedang pusing, dan Akunya juga kurang sabar."
"Lebih baik sekarang Aku pulang, masak, biar Mas Bambang sampai rumah bisa makan."
Anisa mengukir senyum sambil membawa belanjaannya, berharap Bambang akan makan dengan nikmat masakannya.
dan tak berdaya dia SDH di monitor oleh si bos
Nisa jg trllu bodoh jd istri