Nuansa dan Angger adalah musuh bebuyutan sejak SMA. Permusuhan mereka tersohor sampai pelosok sekolah, tiada yang luput untuk tahu bahwa mereka adalah dua kutub serupa yang saling menolak kehadiran satu sama lain.
Beranjak dewasa, keduanya berpisah. Menjalani kehidupan masing-masing tanpa tahu kabar satu sama lain. Tanpa tahu apakah musuh bebuyutan yang hadir di setiap detak napas, masih hidup atau sudah jadi abu.
Suatu ketika, semesta ingin bercanda. Ia rencakanan pertemuan kembali dua rival sama kuat dalam sebuah garis takdir semrawut penuh lika-liku. Di malam saat mereka mati-matian berlaku layaknya dua orang asing, Nuansa dan Angger malah berakhir dalam satu skenario yang setan pun rasanya tak sudi menyusun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Evidence
Tuhan akhir-akhir ini bekerja lebih keras, entah karena apa. Karma-karma untuk berbagai perbuatan manusia, dibayarnya dengan instan, dengan begitu kejam. Bahkan untuk setiap rencana jahat yang belum terlaksana pun, tetap diberikan peringatan tepat di depan mata.
Nuansa juga tidak luput dari sasarannya. Baru beberapa saat lalu dia merencanakan sebuah perbuatan tercela, hendak memanfaatkan one night stand-nya dengan Angger untuk meraup keuntungan, kini wajahnya justru ditampar keras-keras sampai membuatnya tidak lagi bisa melawan.
Melalui rekaman yang Angger tunjukkan di laptopnya, seluruh rangkaian kejadian semalam teruntut jelas. Ada tiga rekaman terpisah. Satu dari venue acara pernikahan, satu dari cabin camera di mobil Angger, dan satu lagi dari lift di unit penthouse Angger—tempat terjadinya tragedi.
Nuansa dipaksa duduk menyaksikan satu per satu rekaman itu.
Dimulai dari rekaman dari venue acara. Kualitas videonya jernih, angle kamera menangkap hampir seluruh sudut tanpa terlewat. Di sana tampak ketika dirinya terlihat sempoyongan dan berjalan tanpa arah yang jelas. Langkahnya gontai, sesekali tubuhnya oleng ke kiri dan ke kanan. Ia tampak sibuk, berusaha menghubungi seseorang. Layar ponselnya menyala terang di tengah pencahayaan luar venue yang redup, jemarinya sesekali terpeleset, sulit bergerak fokus pada satu titik.
Nuansa mengarungi struggle-nya sendirian, sampai beberapa saat kemudian, seorang pelayan laki-laki dengan seragam hitam-putih berjalan tergesa dari arah berlawanan. Langkahnya cepat, terburu-buru, membawa nampan kosong di tangannya. Tubuhnya menabrak Nuansa keras sampai membuat perempuan itu terhuyung dan kehilangan keseimbangan, lalu jatuh ke lantai dengan tidak elegan. Ponselnya terlempar beberapa senti dari tangannya. Pelayan itu sama sama sekali tidak berhenti, tidak berusaha mengecek keadaan Nuansa, apalagi minta maaf.
Dia kabur begitu saja, totally pecundang.
Nuansa yang jatuh, butuh beberapa detik untuk sadar apa yang baru saja terjadi. Ekspresinya berubah dari bingung menjadi kesal dalam sekejap. Dia menoleh, kemudian memaki-maki seseorang yang baru tiba di belakangnya. Seseorang yang tidak tahu apa-apa. Seseorang yang bahkan awalnya hendak mengulurkan tangan menolong, namun berakhir menjadi sasaran empuk kemarahan Nuansa.
Orang itu adalah Angger.
Di rekaman itu terlihat bagaimana Nuansa langsung menyerang Angger dengan ocehan panjang. Mulutnya bergerak cepat, tangannya menunjuk-nunjuk marah ke arah Angger. Emosinya meluap tanpa kendali. Angger hanya berdiri di sana, dengan sabar mendengarkan ocehannya tanpa memotong dan tidak membela diri sama sekali. Tidak ada ekspresi kesal di wajahnya.
Setelah Nuansa selesai memaki, barulah Angger bergerak. Pria itu membungkuk dan mengulurkan tangannya. Nuansa menerimanya dengan ogah-ogahan, malah hampir menepis uluran tangan tersebut, tapi Angger bersikeras membantunya bangun. Tangannya menopang siku Nuansa dengan hati-hati, memastikannya tidak jatuh lagi. Angger membimbingnya berdiri dengan cara yang sangat manusiawi.
Tidak seperti dalam bayangannya bahwa lelaki itu menggotong paksa dirinya, memanggul tubuh rampingnya seperti karung beras. Dari rekaman yang pertama saja, wajah Nuansa sudah memanas. Pipinya terasa terbakar. Angger terbukti tidak membawanya paksa.
Skor 1 untuk bungsu Danaseta.
Kemudian pada rekaman kedua, dari cabin camera di mobil Angger. Harga diri Nuansa mulai terinjak-injak oleh ulahnya sendiri.
Kamera terpasang di dashboard, seluruhnya menghadap ke kursi penumpang di mana Angger dan Nuansa duduk. Pencahayaan di dalam mobil remang-remang, hanya diterangi oleh lampu jalanan yang sesekali menyorot masuk.
Dalam rekaman itu, tanpa tahu malunya, Nuansa menyandarkan kepala ke bahu Angger. Kepalanya jatuh ke sana dengan berat, seolah tulang lehernya sudah tidak berfungsi lagi. Rambutnya yang terurai menutupi sebagian wajahnya, tapi kamera tetap menangkap bagaimana bibirnya setengah terbuka dan matanya setengah terpejam. Lengan pria itu digelendotinya dengan gemas, diremas-remas seperti koleksi squishy miliknya yang sudah lama tidak dimainkan. Sesekali tangannya merambat naik ke bahu Angger, lalu turun lagi ke siku, lalu kembali ke lengan atas. Gerakannya tidak teratur, mengikuti ritme pikiran yang sudah semrawut.
Bibirnya meracau. Tidak jelas apa yang diucapkan. Mulutnya bergerak terus membentuk kata-kata yang tidak berbentuk, hanya seperti orang kumur-kumur. Kadang kepalanya terangkat sebentar, matanya melirik ke arah Angger dengan tatapan kosong, lalu bibirnya kembali meracau dan kepalanya jatuh lagi ke bahu pria itu.
Terlihat jelas di rekaman itu bagaimana Angger sesekali menggeser bahunya, mencoba membuat Nuansa sadar dan duduk tegak sendiri. Tapi usahanya sia-sia. Nuansa malah semakin menempel, tubuhnya bergeser lebih dekat, seperti anak kucing habis nyemplung got--kedinginan.
Pada satu momen ketika Angger menanyakan ke mana ia harus mengantarnya pulang, Nuansa menjawabnya dengan omongan melantur. Mulutnya bergerak cepat, tangannya menunjuk-nunjuk ke arah depan dengan semangat yang tidak pada tempatnya. Angger tampak mengernyit. Keningnya berkerut, kepalanya sedikit meneleng, mencoba memahami apa yang baru saja didengarnya.
Rekaman kedua itu membuktikan poin bahwa Angger tidak dengan sengaja memanfaatkan kesempatan untuk membawa Nuansa pulang, lalu ditiduri dalam keadaan tidak sadar. Pria itu sudah berusaha, hanya Nuansa saja yang sudah kadung menjadi orang gila.
Skor 2 untuk bungsu Danaseta.
Dan yang terakhir, yang paling GONG di antara dua rekaman yang lain, adalah yang paling membuat Nuansa serasa ingin berubah menjadi debu.
Rekaman dari lift di unit penthouse Angger. Kamera CCTV terpasang di sudut atas, menangkap seluruh ruang lift yang mewah dengan dinding cermin dan lantai marmer. Mereka masuk dari pintu lift yang terbuka otomatis. Angger berjalan duluan, satu tangannya memegang hand bag milik Nuansa, tangan satunya lagi menopang pinggang perempuan itu yang berjalan limbung di sampingnya.
Kebiasaannya yang menjadi lebih clingy dan touchy saat mabuk, datang di saat yang tidak tepat.
Baru beberapa langkah masuk ke dalam lift, Nuansa sudah mulai berulah. Tangannya yang bebas, yang tidak dipegangi Angger, mulai merambat. Dimulai dari lengan Angger, naik ke bahu, lalu ke dada. Jari-jarinya bergerak seperti laba-laba, menelusuri setiap inci yang bisa diraihnya. Angger terlihat kaget. Tubuhnya menegang sebentar, kepalanya menoleh cepat ke arah Nuansa dengan ekspresi yang jelas bertanya: what the fuck are you doing?
Tapi Nuansa tampak tidak peduli. Tangannya terus bergerak. Kali ini merambat ke leher Angger, menyentuh tengkuknya dengan cara yang terlalu intim.
Di saat Angger kesulitan membawa dirinya yang semakin sempoyongan, Nuansa malah berulah dengan terus merambatkan tangannya ke seluruh tubuh Angger yang bisa diraihnya. Dadanya, bahunya, bahkan wajahnya. Jari-jari Nuansa menyentuh pipi Angger, menarik wajah lelaki itu supaya menghadapnya.
Angger terlihat panik. Tangannya yang memegang pinggang Nuansa mengencang, mencoba menstabilkan posisi perempuan itu supaya tidak jatuh. Tapi Nuansa tidak mau diam. Tubuhnya terus bergerak gelisah.
Puncaknya adalah ketika Angger mencekal tangannya dan hendak membantunya berdiri tegak. Tapi Nuansa malah menyasar bibir Angger tanpa permisi.
Gerakannya cepat dan terlalu tiba-tiba. Kepalanya maju, lehernya meregang, dan bibirnya menempel di bibir Angger dalam sekejap. Mengecup, menyesap, melumat dengan tidak tahu diri. Tangannya yang sempat dicekal berhasil lepas, langsung melingkar di leher Angger, menarik lelaki itu lebih dekat, memaksa bibir mereka tetap bertemu.
Di rekaman itu juga terlihat jelas upaya Angger untuk menghentikan serangan brutalnya. Lelaki itu menarik kepalanya ke belakang, mencoba menciptakan jarak sejauh mungkin. Tangannya mendorong lembut bahu Nuansa, masih menahan diri untuk tidak berlaku kasar. Bibirnya bergerak di sela-sela pagutan Nuansa, berusaha menghentikan semuanya.
Namun Nuansa yang seperti sudah kesetanan malah semakin menjadi-jadi menyerang. Setiap kali Angger berhasil menjauhkan wajahnya, Nuansa menariknya lagi. Setiap kali Angger mencoba mendorong bahunya, Nuansa malah semakin merapatkan tubuh mereka. Tangannya kuat mencengkeram tengkuk Angger, jari-jarinya tenggelam di rambut lelaki itu, menahannya supaya tidak bisa kabur.
Pagutan Nuansa terlalu liar, tidak teratur, dan agresif. Bibirnya bergerak dengan ritme tak menentu. Kepalanya miring ke kanan, lalu ke kiri, mencari sudut yang tepat untuk membuat pagutan mereka lebih dalam. Sesekali giginya menyenggol bibir Angger, lidahnya menyapu tanpa malu.
Karena biar bagaimanapun Angger adalah pria dewasa yang normal, serangan yang datang bertubi-tubi itu akhirnya berhasil membuat pertahannya buyar.
Terlihat jelas di rekaman kapan momen itu terjadi. Tubuh Angger yang tadinya kaku, perlahan mulai melemas. Tangannya yang tadinya mendorong bahu Nuansa, sekarang hanya diam di sana. Kepalanya tidak lagi berusaha menjauh. Dan beberapa detik kemudian—hanya beberapa detik sebelum pintu lift terbuka—pagutan mereka berubah liar.
Bukan lagi Nuansa yang menyerang sendirian. Sekarang Angger membalas. Tangannya yang tadinya ragu-ragu, sekarang bergerak pasti. Satu tangan melingkar di pinggang Nuansa, menarik tubuh perempuan itu menempel ke tubuhnya. Tangan satunya lagi merambat ke belakang kepala Nuansa, jari-jarinya tenggelam di rambutnya.
Angger mengambil alih kendali. Bibirnya bergerak dengan lebih teratur. Tubuh Nuansa yang tadinya agresif, sekarang justru melemas di pelukannya.
Skor 3 untuk bungsu Danaseta. Angger menang telak, sedangkan Nuansa hanya kebagian malunya saja.
"Shit…" desahnya kesal.
Rekaman terakhir belum selesai ketika Nuansa memutuskan menutup layar laptop Angger. Tangannya bergerak cepat, menutup layar laptop dengan keras. Panas menjalar di pipi tidak tertahankan lagi. Kepalanya serasa mendidih.
Nuansa melipat kedua tangan di atas meja, mendaratkan dahinya di sana dan mulai merutuki kebodohannya sendiri.
"Kenapa lo nggak jambak aja rambut gue?" rengeknya.
Dia biasanya tidak berandai-andai. Tapi jika saja Angger bertindak tegas, kecelakaan yang semalam mungkin saja tidak terjadi.
"Pernah lo lihat gue kasar sama perempuan?"
Nuansa menoleh dengan kepala masih tergolek lemah di atas lengan. Sorot matanya tampak rapuh, seperti baru saja kehilangan separuh nyawanya.
"Fuck, no."
Sialnya Angger memang tidak pernah main fisik. Dia terkenal akan kecerdasan otaknya, kepiawaiannya menarik hati lawan bicara agar menuruti perintahnya tanpa kesan memaksa, si ahli strategi yang lawan sepadannya sejauh ini hanyalah Nuansa.
Angger melipat kedua tangannya, menatap Nuansa lekat. "What do you want me to do, Kertapati? It's not my fault," katanya.
"I don't know!" semprotnya. Sehabis itu, Nuansa kembali merebahkan kepalanya di lipatan kedua tangan. Lanjut merutuki kebodohannya, sekalian mengirim sumpah serapah jarak jauh kepada asisten pribadinya yang telat menjemput tadi malam.
"Well, yeah..." Angger meluruskan punggungnya, menarik laptopnya mendekat. "Don't worry, gue akan hapus semua rekaman yang ada di sini sekarang. It's just between you and me. Gue juga nggak serendah itu buat bikin revenge porn."
Mulut Nuansa diam, tubuhnya juga tidak berubah posisi, namun hatinya berisik. Dia ingin katakan pada Angger persetan soal rekaman di laptopnya, yang Nuansa inginkan sekarang hanyalah menghilang dari dunia!!!
Bersambung....
Hamil dulu tapi😁