Berawal disalahpahami hendak mengakhiri hidup, kehidupan Greenindia Simon berubah layaknya Rollercoaster. Malam harinya ia masih menikmati embusan angin di sebuah tebing, menikmati hamparan bintang, siangnya dia tiba-tiba menjadi istri seorang pria asing yang baru dikenalnya.
"Daripada mengakhiri hidupmu, lebih baik kau menjadi istriku."
"Kau gila? Aku hanya sedang liburan, bukan sedang mencari suami."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesanan Makanan
Siang hari, Green sudah bersiap untuk pergi bekerja. Ia mengeluarkan sepedanya dari parkiran bawah tanah. Saat melewati toserba, Tomi memanggilnya.
“Kau akan pergi bekerja?”
“Kak Lizbet pasti sudah memberi tahumu,” jawab Green tanpa memandang pria itu. Ia hanya sibuk memeriksa sepedanya supaya tidak bermasalah di tengah perjalanan.
Tomi menggelengkan kepalanya melihat apa yang sedang dilakukan oleh gadis itu.
“Padahal, kau memiliki mobil di garasi, kenapa kau lebih memilih menggunakan sepeda buluk itu?”
Green menyeringai. “Lebih sehat menggunakan sepeda." Green menaiki sepedanya dan melambaikan tangannya. " Aku pergi dulu. Tidak perlu menyiakan makan malam. Aku akan makan di tempat kerja.”
“Baiklah.”
....
Di dalam apartemen.
Setelah kepergian Green, Rex segera mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan.
“Apakah kau mendapatkan sesuatu?” tanya Rex pada orang yang dipanggilnya.
[Tidak banyak informasi yang bisa didapatkan. Hanya beberapa saja. Nona Green sudah tiga tahun tinggal di lingkungan itu. Dia bekerja di beberapa tempat sebagai freelancer. Tapi lebih banyak bekerja di cafe, kadang-kadang juga sebagai pengantar makanan.]
Rex terdiam beberapa saat memikirkan informasi yang diberikan anak buahnya.
“Lalu, bagaimana dengan keluarganya?”
[Masalah itu, saya sudah berusaha mencari tahunya dari beberapa teman kerjanya. Hanya saja, tidak ada yang benar-benar mengetahuinya. Sepertinya, Nona Green memang sangat tertutup jika menyangkut kehidupan pribadinya. Orang yang paling dekat dengannya adalah rekan kerjanya di cafe bernama Lizbet dan juga Tomi, penjaga toko yang ada di lantai satu gedung apartemen.]
Mendengar informasi itu, Rex kembali memikirkan kemarahan Green saat beberapa anak buahnya datang membawakan bahan makanan. Gadis itu sangat marah dan tidak suka melihat banyak orang asing masuk ke rumahnya.
Jadi, wajar saja jika teman-temannya tidak mengetahui kehidupan pribadi gadis itu.
“Apakah kau mencoba untuk menanyakan beberapa hal pada wanita bernama Lizbet itu dan juga penjaga toko.”
[Saya melakukannya, tapi tidak ada informasi yang berarti. Sepertinya, mereka berdua juga hanya mengetahui informasi yang orang lain ketahui. Mereka hanya lebih dekat saja dengan Nona Green. Sisanya, saya tidak bisa bertanya dengan kentara karena mereka pasti akan curiga.]
“Bagus. Berikan semua informasi yang kau dapatkan. Kirimkan ke meail-ku.”
[Baik, tuan.]
Setelah itu panggilan berakhir, tak lama kemudian Rex mendapatkan pemberitahuan email baru. Sebelum dia membukanya, sebuah panggilan lainnya masuk.
“Halo, Nek.”
[Anak nakal, di mana kamu?]
“Ada apa, Nek?”
Rex mengabaikan pertanyaan neneknya dan balik bertanya.
[Kenapa kau tidak menghadiri peringatan tiga tahun Tuan Anderson? Bagaimanapun, dia adalah calon mertuamu. Kau harus menunjukkan penghormatan pada Nyonya Anderson.]
Rex memutar bola matanya, malas menanggapi ucapan neneknya.
“Nek, lebih baik hentikan rencana apa pun tentang perjodohan itu. Nenek bahkan tidak pernah bertemu dengan Nona Muda Anderson.”
[Karena dia memang tinggal di luar negeri. Tapi pada peringatan kematian tuan Anderson ke tiga tahun, ada kabar tuan pertama dan nona muda Anderson akan kembali dari luar negeri. Jadi kau pasti akan bertemu dengannya. Bukannya kau juga mengenal Tuan Kedua Anderson? Kenapa kau tidak mencari informasi darinya.]
“Aku hanya mengenalnya karena sebuah pekerjaan, saat dia jadi model iklan untuk perusahaan. Jadi hubungan kami tidak sedekat itu. Nenek hanya ingin aku menikah, kan?”
[Tentu saja.]
“Aku sudah menemukan wanita yang tepat dan sudah mendaftarkan pernikahannya.”
[Anak nakal, apa yang kau katakan?]
“Setelah waktunya tiba, aku akan membawanya ke hadapan nenek.”
Tanpa menunggu jawaban sang nenek, Rex mengakhiri panggilan itu dan segera membuka email yang diberikan oleh anak buahnya. Ternyata, Greenindia sangat tertutup, tapi itu bukan masalah baginya. Cepat atau lambat dirinya akan menemukan banyak informasi yang dibutuhkan.
“Masih banyak hari yang akan dilewati untuk mengenalnya.”
Rex tersenyum memandangi lampiran berisi informasi Greenindia. Malam itu, Rex hanya ingin bersembunyi dari neneknya yang memaksa untuk menghadiri peringatan tiga tahun ayah dari gadis yang hendak dijodohkan dengannya.
Namun, siapa sangka dirinya malah bertemu dengan seseorang yang kini menjadi istrinya.
Rex menutup halaman informasi dan membuka aplikasi pesan antar makan dan memilih beberapa menu untuk makan siangnya.
“Sampai bertemu nanti siang, Istriku.”
...
Di tempat kerja.
Green tidak membuang waktu, ia langsung bekerja untuk menggantikan rekannya yang tidak masuk karena orang tuanya yang sakit.
Sebenarnya, saat ini adalah hari liburnya. Green mengambil cuti untuk satu minggu.
Tetapi, karena insiden di tebing itu, rencananya berantakan. Jadi ia memilih untuk kembali bekerja, menghabiskan waktunya karena kini rumahnya ada orang lain, tidak nyaman baginya untuk tetap di rumah.
“Hallo, Green,” sapa salah satu rekannya.
“Hallo, Kak Deon.”
“Green apakah kamu ingin jus?”
“Tidak. Aku akan memintanya jika ingin.”
“Baiklah.”
“Pesanan untuk meja nomor 8.”
Green bergegas mengambilnya lalu segera mengantarkannya.
Green benar-benar berniat menghabiskan energinya untuk bekerja hari itu, sampai beberapa rekannya yang menawarkan minuman dan makanan ia abaikan.
“Green ada pesanan makanan yang harus diantarkan,”
“Oke, aku akan mengantarkannya.”
Green menerima pesanan itu dan memeriksa alamat pengirimannya. Akan tetapi keningnya segera berkerut dalam begitu ia melihat alamat di catatan yang diberikan rekan kerjanya.
“Apakah ini benar alamatnya?" tanya Green pada rekannya untuk memastikan.
“Tentu saja, itu alamat yang diberikan pembeli. Apakah ada masalah?”
Green menggeleng lalu memejamkan matanya menahan perasaan jengkel yang menggelegak di dalam hatinya. Itu adalah alamat rumahnya dan yang memesan makanan sudah pasti adalah pria itu.
Akhirnya, tanpa mengatakan apa pun lagi, Green membawa bungkusan makanan pergi. Ia mengantarkan pesanan menggunakan motor milik perusahaan karena lebih efisien dibanding menggunakan sepeda ontelnya.
Begitu sampai di gedung apartemen, Green segera menuju unitnya dan masuk tanpa menekan bel seperti yang biasa dilakukan oleh pengantar makanan lainnya.
“Pesananmu,” kata Green, meletakkan bungkusan makanan di atas meja. Rex terlihat duduk di atas kursi rodanya, sedang membaca sebuah berkas di tangannya. “Lain kali, lebih baik kau memesan di tempat lain jangan di tempat kerjaku,” Green menegur suaminya.
Rex yang masih fokus dengan berkas di tangannya mengangkat kepala, melihat ke arah istrinya.
“Memangnya kenapa? Aku sudah membayar makanannya, kan?”
“Apanya yang kenapa? Teman-temanku tahu ini rumahku. Bagaimana kalau mereka tahu ada pria di rumahku? Itu akan merepotkan untuk menjelaskan.”
“Ya, jawab saja aku ini suamimu.”
“Kau... dalam mimpimu! Berani melakukan itu, aku akan melemparkanmu melalui jendela.”
Rex menelan ludah mendengar ancaman itu.
Galak sekali.
“Baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi.”
Rex menggerakkan kursi rodanya mendekati meja dan memasang rem pada rodanya.
“Bisakah kau membantuku turun.”
“Apa kau tidak bisa turun sendiri?”
“Bagaimana bisa? Kakiku masih sakit.”
Green yang berkecak pinggang mendengkus saat mendengarnya.
“Menyusahkan,” gerutunya, tapi tetap bergerak untuk membantu. “Bertumpulah di pundakku.”
Rex segera meletakkan tangannya di pundak istrinya dan wanita itu segera membantunya untuk berdiri. “Jangan duduk di bawah, lebih baik duduk di sofa.”
Green menyeret Rex menuju sofa dengan grasak-grusuk, membuat pria itu meringis merasakan kakinya yang sakit. “Bisakah kau lebih pelan.”
“Apakah kau tidak sadar kalau badanmu seperti gajah!” Green sedikit terengah. “Cepat duduklah.”
“Gajah apanya? Badanmu saja yang terlalu kurus. Mudah terbang kalau tertiup angin.”
Rex perlahan mundur untuk duduk di sofa, tapi kakinya berdenyut menyakitkan saat ia berusaha membungkuk. Bukan karena lukanya yang parah tapi akibat tindakan Green yang mengangkatnya sekuat tenaga.
Rex memperhatikan ekspresi wajah Green yang tersenyum geli, seperti sedang merencanakan sesuatu. Sepertinya dia bisa menebaknya. Sebelum gadis itu hendak melakukan apa yang direncanakannya, Rex mencengkeram rompi yang dikenakannya.
Pada saat ini, Green melepaskan genggamannya pada tubuh Rex dengan cepat, tapi tiba-tiba tubuhnya ikut limbung karena pegangan suaminya yang kuat di rompi yang ia kenakan hingga akhirnya ia terjatuh.
“Ahhh!!”
Brug!
Green jatuh tepat di atas tubuh Rex yang sudah lebih dulu terduduk di sofa.
Owwww!
.
.
.
.
Hai Readers, jangan lupa like dan vote-nya sebagai dukungan untuk author. Kalau suka ceritanya, bisa sampai di komen. Terima kasih.
malam pertama Rex jadi merawat greenidia....
semangat trs Thor