NovelToon NovelToon
A Promise Between Us

A Promise Between Us

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:795
Nilai: 5
Nama Author: Faustina Maretta

Seorang wanita muda dengan ambisinya menjadi seorang manager marketing di perusahaan besar. Tasya harus bersaing dengan Revan Aditya, seorang pemuda tampan dan cerdas. Saat mereka sedang mempresentasikan strategi marketing tiba-tiba data Tasya ada yang menyabotase. Tasya menuduh Revan yang sudah merusak datanya karena mengingat mereka adalah rivalitas. Apakah Revan yang merusak semua data milik Tasya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mendadak tumbang

Ruang marketing selalu penuh dengan suara ketikan dan diskusi tim. Tasya sibuk menatap layar laptopnya, merangkai strategi kampanye untuk produk terbaru. Tangannya cekatan, matanya fokus, seolah dunia di sekitarnya tidak ada.

Aldo memperhatikan dari seberang meja. Sudah beberapa minggu dia satu divisi dengan Tasya, tapi baru hari ini dia benar-benar menyadari bagaimana cara gadis itu bekerja, serius, tenang, dan penuh ide segar.

"Kalau menurut aku, tagline ini bisa lebih catchy kalau ditambah kata yang bikin orang penasaran," ucap Aldo tiba-tiba, menyodorkan kertas ke meja Tasya.

Tasya menoleh, sedikit terkejut. "Oh, kamu perhatiin juga?"

Aldo tersenyum tipis. "Ya iya lah. Kalau tim marketing gagal bikin orang melirik, siapa lagi yang harus tanggung jawab selain kita?"

Tasya menahan senyum, lalu kembali melihat catatannya. "Kamu ada ide tambahan?"

"Banyak," jawab Aldo santai. "Tapi kayaknya lebih enak dibicarain sambil makan siang. Biar nggak mumet di meja terus."

Tasya meliriknya sekilas, ekspresinya datar tapi pipinya sedikit bersemu. "Hmm … boleh juga."

Aldo tersenyum dalam hati. Satu langkah kecil, tapi cukup untuk membuka jalan.

Jam makan siang akhirnya tiba. Aldo sudah lebih dulu menunggu di kantin perusahaan dengan dua piring makanan di hadapannya. Saat melihat Tasya datang, ia langsung berdiri dan melambaikan tangan.

"Tasya! Sini. Aku udah pesenin makanan, takut kamu kehabisan," ucap Aldo dengan senyum ramah.

Tasya agak terkejut, tapi akhirnya duduk di hadapan Aldo. "Wah, makasih, Al. Harusnya nggak usah repot-repot."

"Nggak repot kok. Kan lebih enak makan bareng daripada sendiri," jawab Aldo ringan sambil mulai membuka percakapan seputar proyek marketing yang sedang mereka kerjakan.

Obrolan awalnya profesional, membahas target penjualan dan strategi promosi. Tapi pelan-pelan, Aldo menggiring percakapan ke arah yang lebih pribadi.

"Eh, ngomong-ngomong, kamu udah punya pacar belum, Tas?" tanyanya dengan nada santai tapi matanya menatap penuh perhatian.

Tasya tersenyum kecil. "Belum sih. Lagi fokus kerja dulu aja."

Aldo terkekeh, jelas senang dengan jawaban itu. "Wah, kebetulan. Aku juga belum. Jadi sama-sama jomblo nih," ucapnya sambil mengedipkan mata nakal.

Belum sempat Tasya merespons, tiba-tiba suara yang sudah sangat familiar menyela.

"Wih, rame banget ya di sini. Boleh gabung nggak?"

Tasya dan Aldo menoleh bersamaan. Revan sudah berdiri dengan penuh percaya diri, membawa nampan makanannya. Tanpa menunggu jawaban, dia langsung duduk di sebelah Tasya, seolah tempat itu memang miliknya.

Aldo jelas terlihat kaget dan agak kesal, sementara Tasya hanya bisa terdiam, merasa suasana mendadak canggung.

Revan tersenyum santai, menatap mereka berdua. "Lagi bahas apa nih? Kayaknya seru banget sampai aku ketinggalan."

Tasya baru hendak menanggapi pertanyaan Revan ketika tiba-tiba rasa hangat mengalir dari hidungnya. Ia reflek menyentuh bibir atasnya dan terkejut ketika melihat darah menodai jarinya.

"Darah? " gumamnya pelan.

"Astaga, Tasya!" seru Aldo panik. Ia langsung meraih tisu dari meja terdekat dan menyodorkannya ke Tasya.

Revan, dengan sigap, ikut mencondongkan tubuh, wajahnya langsung berubah serius. "Kamu kenapa? Duduk tenang dulu," ucapnya sambil membantu menahan tisu di tangan Tasya.

Beberapa orang di kantin mulai menoleh, membuat Tasya semakin tidak nyaman. Wajahnya memerah bukan hanya karena darah, tapi juga karena tatapan orang-orang.

"A-aku bisa sendiri," katanya terburu-buru, lalu bangkit dari kursi. Dengan cepat ia berjalan menuju toilet, meninggalkan Revan dan Aldo yang sama-sama terlihat khawatir.

Waktu berlalu. Setelah jam istirahat, suasana kantor kembali sibuk. Tasya sudah kembali ke mejanya, berusaha seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, wajah pucatnya tidak bisa berbohong.

Di ruangannya, Revan memperhatikan dari balik kaca transparan. Sesekali ia mengetuk jarinya ke meja, tampak ragu, hingga akhirnya menekan interkom.

"Tasya, ke ruangan saya sekarang," suaranya tegas tapi ada nada khawatir yang samar.

Tasya masuk beberapa menit kemudian dengan map di tangan. "Kenapa? Ada yang perlu kita diskusiin?" tanyanya santai, berusaha menutupi kelemahannya.

Revan menatapnya lama. "Sya, pulanglah. Istirahat di rumah. Kamu kelihatan pucat sekali, jelas banget kamu kecapekan."

Tasya langsung menggeleng. "Nggak bisa. Deadline laporan masih belum selesai. Aku janji bisa beresin hari ini."

"Anastasya …" suara Revan sedikit lebih lembut. "Pekerjaan bisa menunggu. Kesehatan kamu nggak bisa. Kalau kamu maksain diri terus—"

Tasya menyela cepat, nada suaranya tegas walau matanya terlihat lelah. "Aku nggak mau pekerjaan jadi tertunda cuma gara-gara hal sepele, Revan. Aku bisa. Biarin aku selesaikan."

Revan terdiam. Ada kekesalan sekaligus kagum di matanya. Ambisi Tasya membuatnya khawatir, tapi di sisi lain justru itulah yang selalu ia hargai dari perempuan itu.

Revan akhirnya hanya bisa menghela napas, lalu bersandar ke kursinya. "Keras kepala banget …" gumamnya lirih.

Tapi saat menatap Tasya yang kembali keluar dari ruangannya, entah kenapa hatinya makin dipenuhi rasa takut, seolah ada sesuatu yang jauh lebih serius menunggu di balik semua ini.

---

Begitu Tasya keluar dari ruangan atasannya, ia menghela napas panjang sambil merapikan map di tangannya. Tiba-tiba, Aldo sudah berdiri di depan pintu, menyodorkan sekaleng jus dingin.

"Aku tau kamu belum sempat minum tadi. Ini buat kamu," ucap Aldo sambil tersenyum tipis.

Tasya sempat kaget, tapi akhirnya menerima jus itu dengan senyum kecil. "Thanks, Al."

"Mending kamu pulang dulu deh, Tas. Klau udah mendingan baru kerja lagi. Kita nggak apa-apa kok. Masih bisa jalanin project-nya," ucap Aldo yang khawatir pada kesehatan Tasya.

Tasya tersenyum tipis. "Aku masih bisa kok, Al. Thanks."

Dari jauh, Fira yang baru saja selesai berbicara dengan rekan kerja lain memperhatikan momen itu. Matanya sempat menyipit penuh rasa penasaran. Dalam hati ia bergumam, kok Aldo bisa sebegitu perhatian sama Tasya? Emangnya mereka ada hubungan apa sih?

Fira masih berdiri di tempatnya, seakan menunggu momen lain yang bisa menjawab rasa ingin tahunya.

Setelah Tasya dan Aldo kembali ke meja masing-masing, Fira menghampiri sahabatnya itu.

"Ciye ... kayaknya ada yang jatuh cinta sama kamu, Tas!" Fira menggoda Tasya yang baru saja menyenderkan tubuhnya pada kursi.

"Apaan, sih? Kita cuma temen," sahut Tasya seadanya.

"Temen apa temen. Lagian aku ikut senang kalau sahabatku tersayang ini udah mulai buka hati. Jangan kerjaan aja di urusin. Hati kamu juga perlu di urus, Tas," ucap Fira dengan tulus.

"Temen ... udah sana lanjutin pekerjaan kamu. Biar kamu nggak lembur," balas Tasya sedikit mengusir halus sahabatnya.

Tasya baru saja ingin kembali menata berkas di meja kerjanya ketika tiba-tiba darah segar mengalir dari hidungnya. Tangannya refleks menutup, matanya melebar panik. Nafasnya terasa berat, dan tubuhnya mulai hangat seakan dilanda demam.

"Astaga, Tasya!" suara Fira tercekat, buru-buru menghampiri.

Tasya tersenyum kaku, mencoba menenangkan. "Aku nggak apa-apa, Fi …"

Tapi sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya sedikit goyah.

TO BE CONTINUED

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!