NovelToon NovelToon
Kumpulan Cerita HOROR

Kumpulan Cerita HOROR

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Dunia Lain / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror / Tumbal
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ayam Kampoeng

Sebuah novel dengan beragam jenis kisah horor, baik pengalaman pribadi maupun hasil imajinasi. Novel ini terdiri dari beberapa cerita bergenre horor yang akan menemani malam-malam mencekam pembaca

•HOROR MISTIS/GAIB
•HOROR THRILLER
•HOROR ROMANSA
•HOROR KOMEDI

Horor Komedi
Horor Psikopat
Horor Mencekam
Horor Tragis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayam Kampoeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5 TEROR LEAK Part 5

Prosesi Ngejuk Bayang (ritual Mengikuti lalu Menangkap Bayangan orang yang disembunyikan mahkluk gaib) pun dilaksanakan. Malam itu datang seperti bayangan yang merayap pelan, menyelimuti desa Banjaran dengan keheningan yang terasa tidak wajar.

Langit bersih, bulan purnama tampak bersinar benderang, seperti mata langit yang mengawasi dari kejauhan.

Bagus duduk di beranda rumah Mang Dirga, menatap jurnal kulit hitamnya yang terbuka di atas pangkuannya. Pulpen di tangannya terasa berat, kata-kata yang biasanya mengalir deras kini membeku di otaknya yang cerdas.

Bagus mencoba menulis kalimat, “Ritual Ngejuk Bayang dimulai…” lalu pulpennya terhenti.

Kalimat itu terlalu dangkal menurut Bagus. Penelitian antropologinya telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih kelam, menjadi sebuah laporan saksi mata dari dunia yang selama ini dia anggap mitos.

Di dalam rumah, Marni sedang membuka peti kayu tua di bawah tempat tidurnya. Suara engselnya yang berkarat berderit seperti rintihan. Dari dalamnya, ia mengangkat pisau Tiuk pusaka milik ayahnya.

Gagang pisau tradisional itu berukir naga, tampak tumpul karena usia dan sentuhan monoton. Bilahnya pendek, tapi tajam, memantulkan cahaya bulan dengan kilau yang tidak biasa, seperti menyerap cahaya, bukan memantulkannya.

Marni memandang pisau itu sejenak, lalu menyerahkannya kepada Bagus. “Benda pusaka selalu memiliki nyawa sendiri,” bisik Marni.

Saat jari Bagus menyentuh gagang ukiran naga itu, hawa dingin menyusup ke kulitnya, seperti embun beku yang merayap ke dalam tulangnya. Sekejap kemudian, sebuah kilasan bayangan muncul di benaknya. Ada seorang pria tua berdiri di antara pepohonan, tersenyum. Dialah Pak Wayan. Senyumnya tidak menyeramkan, tapi ada sesuatu yang tidak wajar. Tatapan matanya kosong, tubuhnya seperti kabut.

Bagus terkejut dan spontan menjatuhkan pisau itu. Marni tidak bereaksi, gadis itu tau dan hanya menatap Bagus dengan tenang. “Kamu melihat sesuatu, bukan?” tanya Marni.

Bagus mengangguk patah-patah. Lidahnya terasa kaku. Dia tidak lagi bisa bersembunyi di balik keraguan akademis miliknya. Dunia yang selama ini dia teliti dari luar kini telah menyentuhnya dari dalam.

Menjelang tengah malam, mereka bertiga, Bagus, Marni, dan Mang Dirga, berkumpul di pinggir hutan. Tempat itu sunyi, bahkan terlalu sunyi. bagi Bagus. Tidak ada suara hewan malam, tidak ada angin berhembus. Kabut tipis menyelimuti pepohonan, dan bayangan-bayangan panjang bergerak pelan seperti makhluk yang mengintai keberadaan mereka.

Mang Dirga membawa sajen sederhana untuk ritual Ngejuk Bayang. Sebuah nampak dari rotan berisi bunga cempaka, beras putih, dan dupa yang sudah dia siapkan sejak sore.

“Kita tidak akan masuk jauh ke dalam,” kata Mang Dirga. “Kita hanya akan memanggil Bayangan Wayan. Tepatnya, jejak rohani Wayan yang tertinggal. Dia akan menuntun kita ke arah yang benar. Tapi ingat, jangan sekali-kali mengikuti bayangan itu terlalu jauh. Dan jangan menjawab jika ada yang memanggil namamu dari dalam kegelapan, kecuali aku yang suruh.” ucap Mang Dirga mewanti-wanti kami.

Marni menggenggam pisau Tiuk milik Ayahnya erat-erat. Matanya tertutup, tubuhnya diam seperti patung. Bagus berdiri di belakang mereka, senter ada di tangannya, tapi tidak dia nyalakan. Bagus tahu cahaya biasa tidak akan berguna malam ini.

Mang Dirga mulai melantunkan mantra dalam bahasa Bali kuno. Suaranya rendah, berirama, seperti gumaman dari masa lalu. Darah Bagus berdesir mendengar lantunan mantra itu. Mantra itu tidak terdengar seperti doa, tapi seperti panggilan—panggilan kepada sesuatu yang tidak seharusnya datang dan mendekat...

Lama setelah mantra dilantunkan tidak ada yang terjadi. SENYAP. Hanya suara keheningan malam dan nafas mereka sendiri. Lalu, Bagus menyaksikan dupa yang terbakar mulai mengeluarkan asap yang tidak naik ke atas, melainkan merayap di atas tanah. Asap itu membentuk jalur kabut tipis, bergerak pelan ke arah hutan.

“Bayangnya sudah datang,” bisik Mang Dirga. “Ayo! Kita ikuti.” ajaknya kemudian.

Mereka berjalan perlahan, mengikuti jalur asap itu. Setiap langkah terasa seperti melangkah ke dalam arena yang mencekam. Pepohonan di sekitar mereka tampak lebih tinggi, lebih gelap. Akar-akar beringin menjulur seperti ular raksasa, seolah ingin menggenggam kaki mereka.

Suara hutan tetap sunyi. Tidak ada hewan malam yang bergeming. Tidak ada angin. Hanya mantra Mang Dirga dan detak jantung mereka.

Jalur asap itu membawa mereka ke sebuah pohon beringin yang sangat tua. Pohon itu lebih besar dari pohon yang lainnya. Batangnya retak-retak seperti kulit makhluk purba. Di pangkal pohonnya, terdapat celah sempit yang gelap gulita, seperti mulut yang menganga. Asap yang mereka ikuti masuk ke dalam celah itu dan menghilang.

Mang Dirga berhenti. “Ini dia. Pintu masuknya. Tapi kita tidak bisa masuk sekarang. Kekuatan bulan purnama terlalu kuat, dan Balian Rawa sedang berjaga."

Saat kata-kata itu selesai diucapkan oleh Mang Dirga, tiba-tiba suara lolongan panjang terdengar dari dalam celah tersebut. Bukan lolongan serigala atau anjing. Suara lolongan manusia itu penuh penderitaan, kemarahan, dan sesuatu yang lebih dalam. Rasa sakit yang berasal dari sesuatu yang paling menyakitkan.

Marni menjerit pelan. “Itu… itu suara ayah!”

Dari dalam kegelapan, sepasang mata merah menyala muncul. Mata itu tidak seperti mata manusia, juga bukan seperti mata hewan. Mata itu dipenuhi kebencian dan kelaparan yang sangat. Mata yang telah melihat terlalu banyak kematian.

“Pergi!” bentak Mang Dirga. Ia mengacungkan jimat dari bahan tulang dan meneriakkan mantra penangkal.

Mata merah itu menyipit, lalu menghilang ke dalam kegelapan. Tapi sebelum benar-benar lenyap, terdengar suara tawa. Tawa tercekik, menyakitkan, dan penuh ejekan. Suara itu perlahan-lahan memudar, tapi meninggalkan jejak hembusa dingin di sekitar mereka.

Mereka bertiga secepatnya kembali ke desa. Tidak ada yang berucap satu patah kata pun. Nafas mereka berat, jantung berdebar kencang. Ritualnya berhasil, tapi mereka telah membangkitkan sesuatu yang lebih berbahaya.

Sesampainya di rumah, Mang Dirga memegang pundak Bagus. Matanya tajam, tapi tidak mengandung amarah. “Sekarang kau telah melihat dengan mata kepalamu sendiri, kan? Masih tidak percaya?” tanya-nya.

Bagus menggeleng. Nafasnya masih tersengal. “Aku percaya.”

Dua kata itu terasa seperti mengakui kekalahan, tapi juga seperti pembebasan. Bagus tidak lagi bisa bersembunyi di balik teori dan data. Hal yang dia pelajari kini telah menuntut keterlibatan dirinya.

Mang Dirga menatap Marni. “Siapkan dirimu. Bulan purnama berikutnya adalah puncaknya. Kita harus masuk ke gua itu dan menyelamatkan Wayan sebelum Balian Rawa menggunakan nyawanya untuk membuka pintu ke dunia yang lebih gelap.”

Marni menunduk. Tangannya masih menggenggam pisau Tiuk milik ayahnya. “Aku tahu,” bisiknya.

Mang Dirga juga melanjutkan, namun suaranya lebih pelan. “Dan untuk itu, kita harus menghadapi warisan yang telah lama kamu sembunyikan.”

Marni terperangah menatapnya. Tidak ada ketakutan di mata bening itu, hanya kesedihan yang mendalam. “Aku sudah siap!”

*

1
Mini_jelly
Rasain lu ndra!!!
Ayam Kampoeng: Ndra...
ato Ndro? 🤣🤣
total 1 replies
Mini_jelly
seruuu, 🥰🤗
Mini_jelly: sama2 kak 🥰
total 2 replies
Mini_jelly
Bully itu emg bukan cuma fisik. Ejekan kecil yang diulang-ulang, pandangan sinis, atau diasingkan perlahan-lahan juga membunuh rasa percaya diri. Sadar, yuk."
Sebelum ikut-ikutan nge-bully, coba deh tanya ke diri sendiri. Apa yang akan aku rasakan jika ini terjadi padaku atau adik/keluargaku?
☺️🥰
Ayam Kampoeng: 😊😊😊........
total 3 replies
Mini_jelly
😥😭😭
Ayam Kampoeng: nangis .. 🥲
total 1 replies
Mini_jelly
🤣🤣🤣
Ayam Kampoeng: hadeh ..
total 1 replies
Mini_jelly
me too 🥰❤️
Ayam Kampoeng: ekhem 🙄🤭
total 1 replies
Mini_jelly
udh lama gk mampir, ngopi dlu 🥰
Ayam Kampoeng: kopi isi vanila. kesukaan kamu 🤤🤸🤸
total 1 replies
Mini_jelly
🤣🤣🤣🤣
Ayam Kampoeng: malah ketawa... 😚😚😚💋
total 1 replies
Mini_jelly
semangat nulisnya pasti seru nih 🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!