NovelToon NovelToon
Umbral

Umbral

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:430
Nilai: 5
Nama Author: Rudi Setyawan

Davin menemukan catatan rahasia ayahnya, Dr. Adrian Hermawan, di attic yang merupakan "museum pribadi' Adrian. Dia bukan tak sengaja menemukan buku itu. Namun dia "dituntun" untuk menguak rahasia Umbral.
Pada halaman terakhir, di bagian bawah, ada semacam catatan kaki Adrian. Peringatan keras.
“Aku telah menemukan faktanya. Umbral memang eksis. Tapi dia tetap harus terkurung di dimensinya. Tak boleh diusik oleh siapa pun. Atau kiamat datang lebih awal di muka bumi ini.”
Davin merinding.
Dia tidak tahu bagaimana cara membuka portal Umbral. Ketika entitas nonmanusia itu keluar dari portalnya, bencana pun tak terhindarkan. Umbral menciptakan halusinasi (distorsi persepsi akut) terhadap para korbannya.
Mampukah Adrian dan Davin mengembalikan Umbral ke dimensinya—atau bahkan menghancurkan entitas tersebut?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Setyawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5 — Misi Rahasia

SEPULANG sekolah keesokan sorenya, mereka kembali berkumpul di rumah Rayan untuk syuting di kolam renang angker di pinggiran kota. Ruang santai keluarga dipenuhi dengan kamera rig, kamera GoPro, tripod dan lampu portabel.

Sekilas mereka tampak seperti hendak pergi piknik. Sementara Davin dan Rayan sibuk mempersiapkan berbagai peralatan syuting, Sasha, Tari, Naya dan Elisa bergantian merapikan dandanan mereka di depan cermin besar yang menempel di samping kamar mandi buat tamu. Sesekali terdengar derai tawa mereka.

Sejenak Rayan menoleh ke arah cermin. “Kalau gue jadi hantunya, mungkin Elisa yang bakal gue culik duluan,” bisiknya pada Davin. “Dia kayak pengen bikin konten flexing.”

Davin tak menanggapi. Dia terus sibuk memeriksa peralatan yang akan dibawa ke lokasi—dan berusaha keras untuk tidak mengacuhkan keempat gadis itu.

Sasha, Tari dan Naya mengenakan celana jeans—sedangkan Elisa mengenakan rok denim yang terlalu mencolok untuk mengeksplorasi tempat angker. Penampilan mereka terlihat santai dan wajah mereka nyaris tanpa riasan. Sasha membiarkan rambutnya tergerai rapi. Kaus crop hitam dan jaket denim membuat dia tampak seperti siap untuk pemotretan majalah.

Mau tidak mau Sasha mengangkat alisnya ketika melihat peralatan yang disiapkan untuk syuting. Di atas meja makan, tersusun rapi drone, EMF detector kecil berwarna hitam sebesar walkie-talkie dengan layar digital, infrared thermometer berbentuk pistol, portable spectrum analyzer mirip tablet dengan antena mini, digital recorder dengan mikrofon eksternal, dan sebuah modul sensor rakitan sendiri di dalam kotak transparan yang penuh kabel dan lampu LED kecil.

Sasha berdiri di sisi meja makan. Matanya melirik Davin sekilas. “Ternyata kamu beneran nggak main-main,” ujarnya. “Kayak tentara mau ke medan perang.”

Elisa ikut mencondongkan badan. Ekspresinya penuh rasa ingin tahu. “Iya. Gue pikir cuma bawa kamera sama senter. Tapi lo kayak bawa… bom mini.”

Davin menghela napas. “Ini bukan bom, Lis. Ini peralatan field research.”

“Cool, huh?” sela Rayan sambil menyeringai puas. “Dan sebagian alat ini dipinjam secara ilegal.”

Sasha menatapnya dengan curiga. “Dari…?”

“Prof A—alias papa Profesor, “ jawab Rayan enteng.

“Pantes. Ayah dan anak sama-sama science geek.”

Naya menoleh pada Davin dengan senyum menggoda. “Nggak usah salting, Dev,” celetuknya. “Anggap aja Sasha sama Elisa kayak siswi baru nyasar di kelas sains.”

“Gue nggak salting, Nay,” ujar Davin dengan sikap defensif. “Ngapain?”

Sasha menatapnya sebentar sambil nyengir dalam hati. Kamu salting, Bro.

Rayan berusaha untuk tidak ikut-ikutan mengacaukan konsentrasi sahabatnya. Tapi gerak-gerik Davin dan Sasha—sekecil apa pun—nyaris tak pernah luput dari radarnya.

“Oke, jelasin dong, Dev,” kata Sasha sambil menunjuk meja. “Biar gue nggak mikir kita mau syuting Mission Impossible.”

“Ini hanya alat-alat standar,” jawab Davin. Dia mengangkat EMF detector. “Alat ini buat ngukur perubahan medan elektromagnetik. Kadang tempat yang ada gangguan aneh nunjukin lonjakan EMF. Nggak otomatis artinya hantu muncul. Tapi anomali kayak gini patut diperhatiin.”

Elisa memegang infrared thermometer. Biasanya Davin tidak suka jika alat-alatnya dipegang. Tapi dia seolah memberi pengecualian buat “dua siswi nyasar” itu.

“Kalau ini?” tanya Elisa. “Buat ukur suhu? Kenapa nggak bawa termometer biasa?”

“Karena kita butuh baca suhu permukaan dari jarak jauh,” jelas Davin. “Kalau tiba-tiba ada titik yang suhunya drop, itu bisa jadi indikasi perubahan energi lokal. Lagi-lagi, nggak langsung berarti hantu. Tapi itu significant environmental change.”

“Oke, cukup kuliah gratisnya, guys,” sela Rayan. “Kita harus segera cabut sebelum senja.”

“Hmm, di sana nanti kita pakai lampu?” tanya Elisa lagi.

Tari tiba-tiba menyalakan senter LED yang sangat terang untuk menjawab pertanyaan Elisa.

Elisa hampir melompat kaget. Dia menoleh cepat ke arah Tari sambil cemberut. “Astaga, Tari!”

Tari mesem santai. “Kita bawa lampu, Lis. Dan nggak cuma satu.”

Elisa menarik napas. “Thanks, Babe. Lo udah bikin gue kaget setengah mati.”

“Sori.”

Rayan tertawa kecil. “Rileks, Lis. Seremnya cuma buat viewers. Kita sendiri happy kayak piknik di sarang jin.”

Tak seorang pun tertawa ketika mendengar seloroh konyolnya.

Sekilas Davin memandang Sasha seperti ingin mengucapkan sesuatu. Sasha melihatnya. Dia sedikit memiringkan kepalanya. Tapi Davin tak bersuara apa-apa.

Davin mengangkat ranselnya. Dia sengaja tak mengatakan bahwa di antara peralatan yang dibawanya ada satu alat yang bukan untuk aksi gila-gilaan Rayan. Tapi untuk sesuatu yang lebih spesifik.

Untuk mendeteksi… “kehadiran” Umbral.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!