NovelToon NovelToon
Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Berondong / Time Travel / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Amanda Ricarlo

Dara sebagai pelatih Taekwondo yang hidupnya sial karena selalu diteror rentenir ulah Ayahnya yang selalu ngutang. Tiba-tiba Dara Akan berpindah jiwa raga ke Tubuh Gadis Remaja yang menjatuhkan dirinya di Atas Jembatan Jalan Raya dan menimpa Dara yang berusaha menyelamatkan Gadis itu dari bawah.

Bagaimana Kelanjutannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda Ricarlo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kai percaya Padaku

Sudah seminggu Lesham terbaring di rumah sakit, melewati hari-hari panjang dengan aroma obat-obatan yang menyengat dan suara langkah kaki perawat yang silih berganti di lorong. Kini, untuk pertama kalinya sejak insiden itu, ia diizinkan pulang. Tubuhnya memang belum benar-benar pulih, tetapi dokter mengatakan ia hanya perlu banyak istirahat dan suasana yang lebih nyaman agar proses pemulihan berjalan lebih cepat.

“Sayang.... apa kau yakin ingin pulang hari ini? ibu tidak mau kau sakit lagi,” ucap sang ibu dengan nada cemas sambil melipat pakaian ke dalam tas besar yang mereka bawa.

Lesham menghela napas dan menatap ibunya dengan wajah melas. “Aku baik-baik saja, Mah. Kalau boleh jujur, aku bahkan lebih memilih tinggal di rumah daripada harus berlama-lama mencium bau rumah sakit seperti ini.”

Sang ibu mengangguk kecil, ekspresinya mulai melunak. “Ah, baiklah... ibu sangat lega kau sudah bisa tersenyum seperti ini.”

Lesham hanya tersenyum simpul, sementara matanya sesekali melirik ke layar ponsel yang baru saja bergetar. Sebuah pesan dari Kai muncul di sana.

“Temui aku di belakang rumah sakit. Sekarang. Ini penting.”

Melihat ibunya yang masih sibuk melipat pakaian, Lesham berpikir cepat. Ini waktu yang tepat.

“Mah, bolehkah aku keluar sebentar?” tanyanya hati-hati.

Ibunya langsung menoleh dengan tatapan curiga. “Memangnya kau mau ke mana?”

“Aku hanya ingin menghirup udara segar sebentar. Lagipula ibu lama sekali membereskan barang-barangku. Jadi... boleh ya?”

Butuh waktu beberapa detik sebelum sang ibu akhirnya mengangguk, meski wajahnya masih diliputi kekhawatiran. “Baiklah, tapi jangan lama-lama, ya. Papah sebentar lagi akan sampai untuk menjemput kita.”

“Oke,” jawab Lesham singkat, lalu segera melangkah keluar sebelum ibunya berubah pikiran.

Sementara itu, di dalam kamar, ibunya hanya bisa memandangi pintu yang kini tertutup. Ada yang terasa berbeda dari anak perempuannya itu. Lesham yang dulu cenderung pendiam, kini justru banyak bicara dan tampak lebih hidup. Mungkinkah benturan keras di kepalanya telah memengaruhi kepribadiannya? Tapi di sisi lain, sebagai ibu, ia tidak bisa menutupi rasa bahagia karena putrinya akhirnya tampak ceria.

°°°

Lesham berjalan cepat menuju area belakang rumah sakit, tempat yang dimaksud Kai dalam pesannya. Nafasnya sedikit terengah, bukan hanya karena terburu-buru, tapi karena ada perasaan tak sabar yang sejak tadi menyesaki dadanya.

“Hah... hah... ke mana Dia? Bukankah tempat yang dimaksud di sini?” gumamnya sambil melirik layar ponsel.

Tiba-tiba, suara berat terdengar dari belakang.

“Bukankah kau yang mengaku sebagai Dara?”

Lesham sontak membalikkan tubuh. Matanya melebar kaget. “Astaga, Kau mengagetkanku, bodoh!”

Kai berdiri di sana dengan tatapan heran, memandangi Lesham dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sosok di hadapannya sangat jauh berbeda dari sahabatnya, Dara. Tubuh yang lebih kecil, wajah remaja, dan gerakan yang masih canggung.

“Kenapa kau melihatku seperti itu? Kau tak percaya padaku bahwa aku ini Dara?” tanya Lesham dengan nada kesal.

Kai menyilangkan tangan di depan dada, wajahnya datar. “Aku masih belum percaya padamu. Bisa saja kau stalker yang tahu terlalu banyak tentang Dara. Mana mungkin jiwa seseorang bisa masuk ke tubuh orang lain?”

Lesham mendengus panjang. Dengan cepat, ia melipat kedua tangannya dan tanpa peringatan menendang kaki Kai cukup keras hingga laki-laki itu sedikit terhuyung.

“Akkkhh.... Apa-apaan kau ini?!” pekik Kai.

“Masih sakit? Jangan pura-pura. Kau jatuh dari motor karena terlalu percaya diri, kau bilang bisa menyetir padahal belum punya SIM. Kita berdua kena tilang waktu itu, dan kau ingat siapa yang bayar dendanya di kantor polisi? Aku!” Lesham menunjuk dirinya sendiri sambil mengerucutkan bibir, jelas-jelas kesal.

Kai terpaku. Mulutnya terbuka tapi tak ada kata yang keluar. Semua detail itu, hanya Dara yang tahu.

“Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau masih tidak percaya padaku?” suara Lesham mulai terdengar geram.

Tanpa menjawab, Kai mendekat dan langsung memeluk tubuh mungil di hadapannya. Pelukannya erat, tubuhnya gemetar, dan tak lama kemudian ia mulai menangis seperti anak kecil.

“Hiks… hiks… Dara… kenapa kau nggak bilang lebih awal? Aku rindu padamu… aku benci sendirian… anak-anak yang kau latih terus-terusan meneleponku, menanyakan tentang kabarmu, aku tidak tahu harus menjawab apa...”

Lesham mendengus sambil berdiri diam. Tangannya tak membalas pelukan itu. Tapi melihat Kai yang menangis tersedu-sedu seperti dulu, ia hanya bisa menarik napas dalam.

“Hei... lepas,” ucapnya dingin.

“Tidak mau... aku masih Rindu”

“Aku bilang lepas.”

“Tidak mauuu!”

Lesham kehilangan kesabaran. Ia menjambak rambut Kai dan menariknya menjauh dengan paksa.

“Aww! Ya ampun, lepas! Sakit!”

Setelah pelukan itu berhasil dipisahkan, Lesham menatap sinis ke arah bajunya. “Lihat bajuku... basah semua karena air matamu itu. Sadarlah Kai. Umurmu sudah dua puluh tujuh Tahun, tapi kelakuanmu seperti bocah SMP.”

Kai memasang ekspresi cemberut. Meski tubuh yang ia lihat sekarang bukanlah tubuh Dara, tapi ekspresi, nada bicara, dan omelannya sangat khas dengan Dara. Kai merasa... Dara benar-benar ada di hadapannya.

“Dar,” gumam Kai pelan, “aku ingin bertanya padamu, bagaimana bisa kau masuk ke tubuh anak ini? Jangan-jangan... kau punya khodam?”

Lesham langsung menggetuk kepala Kai dengan keras. “Apa-apaan kau ini? Mana mungkin aku punya khodam, Aku bukan dukun! Aku sendiri tidak tahu kenapa aku bisa ada di tubuh anak ini. Tapi aku tahu satu hal tentang anak ini, Dia adalah korban bullying. Dia mencoba bunuh diri karena perlakuan Kejam dari teman-temannya”

Lesham membuka galeri ponselnya dan menunjukkan sebuah foto. Di sana, terlihat seorang gadis remaja berdiri dengan tubuh penuh tepung, telur, dan cairan kotor. Wajahnya pucat, penuh ketakutan dan rasa malu. Pemandangan yang menyayat hati.

Kai terdiam, lalu menggeleng pelan. “Astaga… kenapa anak-anak sekarang bisa sebegitu kejamnya? Dia mengingatkanku waktu dulu. Tapi waktu itu ada kau yang menyelamatkanku.”

Lesham menatap mata Kai dengan tajam. “Dan sekarang, aku yang harus menyelamatkan dia?”

Kai mengangguk mantap. “Aku mengerti. Dia pasti butuh bantuanmu, Dar. Dia butuh keberanianmu. Kau pasti bisa melindunginya dan membela dia.”

Lesham tersenyum miring. “Tapi aku tidak bisa melakukannya sendiri.”

Kai mengernyit. “Maksudmu?”

Lesham mendekat, lalu membisikkan sesuatu ke telinga Kai. Kalimat itu membuat mata Kai membulat pelan. Wajahnya perlahan berubah dari bingung menjadi antusias, lalu mengangguk penuh keyakinan.

Apa pun rencana Dara atau Lesham sekarang, Kai siap membantu. Karena bagi mereka, membela yang lemah bukan sekadar kewajiban… tapi bagian dari siapa mereka sebenarnya.

>>>

Setelah pertemuannya dengan Kai di belakang rumah sakit, Lesham kembali ke kamar dengan langkah cepat dan napas yang masih belum teratur. Ia menemukan ibunya yang sudah selesai merapikan semua barang, sedang duduk di tepi ranjang sambil memeriksa ponsel, mungkin menunggu kabar dari sang suami. Lesham langsung menyibukkan diri membantu mendorong koper kecil mereka, pura-pura seolah tak ada yang terjadi di luar tadi.

Tak lama, suara klakson mobil terdengar dari halaman depan rumah sakit. Sang ibu berdiri sambil tersenyum, menyambut kedatangan suaminya yang sudah datang menjemput mereka. Lesham hanya menunduk, mengikuti dari belakang tanpa banyak bicara. Sepanjang perjalanan menuju parkiran, ia hanya memandangi ubin putih rumah sakit yang perlahan ia tinggalkan.

Di depan, terparkir sebuah mobil hitam elegan, dengan lapisan bodi yang mengilap seperti baru keluar dari showroom. Sang ayah turun dan segera membuka pintu belakang untuk Lesham. Ia tersenyum hangat pada putrinya, lalu membelai kepala Lesham dengan lembut.

“Ayo Sayang. Kita pulang, ya” ucapnya pelan.

Lesham hanya mengangguk singkat dan masuk ke dalam mobil. Tak ada yang aneh, sampai mobil mulai bergerak melewati jalan-jalan utama kota, menembus perumahan elite yang asing baginya. Ia memandangi sisi jendela dengan alis berkerut. Gedung-gedung tinggi berganti menjadi deretan rumah besar bergaya Eropa, dengan gerbang besi yang menjulang dan taman yang tertata rapi. Lesham menelan ludah, mencoba menepis rasa tidak percaya yang pelan-pelan merayap ke tubuhnya.

Mobil berhenti di depan sebuah rumah berukuran nyaris seperti villa. Cat putih gading, jendela kaca besar, halaman luas dengan pohon kamboja yang berbunga indah, dan air mancur kecil yang berada di tengah taman depan. Gerbang terbuka otomatis, dan mobil perlahan masuk ke dalam. Lesham memandang keluar, terpaku.

Ia baru sadar, ini bukan sekadar rumah. Ini istana.

Tangannya mencengkeram tas kecil yang ia pangku, jantungnya berdegup tak karuan. Apakah ini... rumahnya? Rumah dari pemilik tubuh yang kini ia tempati?

Setelah mobil berhenti, sopir keluarga membantu membukakan pintu. Lesham keluar dengan gerakan kaku, matanya menyapu keseluruhan bangunan. Pilar-pilar tinggi, pintu utama dengan ukiran kayu jati, dan lantai marmer yang mengilap hingga memantulkan bayangan dirinya sendiri.

“Mah... ini rumah kita?” tanyanya pelan, suaranya seperti tercekat.

Sang ibu tertawa pelan, mengira anaknya hanya sedang emosional karena baru keluar dari rumah sakit. “Tentu saja, Sayang. Ini rumahmu juga. Kenapa bertanya seperti itu?”

"Hanya saja, Aku terkejut dengan Rumah sebesar ini" Sang Ibu hanya tersenyum kecil melihat sikap Lesham yang begitu lucu baginya

Ia memandangi langit-langit rumah yang tinggi, lampu gantung kristal yang berkilau, dan tangga melengkung ke atas yang dilapisi karpet merah tebal. Seluruh tubuhnya seolah menolak percaya bahwa ini tempat tinggalnya. Tempat yang dulu di masa hidupnya sebagai Dara hanya bisa ia lihat di drama televisi atau majalah interior mewah.

Kamar Lesham berada di lantai dua. Seorang pembantu rumah tangga membantunya membawa koper ke atas. Di dalam kamar, segalanya tertata rapi. Tempat tidur ukuran king dengan seprai putih dan tirai biru pastel. Lemari besar dengan cermin tinggi, meja rias dengan lampu bulat seperti studio artis, dan di sudut ruangan, ada rak buku yang berisi koleksi novel dan komik. Bahkan dindingnya pun dipenuhi foto-foto Lesham semasa kecil, dengan senyum manis dan mata yang dulu penuh cahaya, sangat kontras dengan apa yang terjadi baru-baru ini.

Lesham berdiri di ambang pintu kamarnya, matanya berkeliling tak percaya. Ia menggigit bibir bawahnya, seolah menahan sesuatu. Dalam benaknya, Dara yang dulu tidak punya banyak, kini menempati tubuh gadis kaya raya yang hidup dalam kemewahan. Tetapi ironisnya, gadis ini pernah merasa sangat tidak berharga hingga memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Bagaimana bisa seseorang yang punya segalanya dari luar... justru hancur dari dalam?

“Sayang, ibu ke dapur dulu ya, mau buatkan sup ayam kesukaanmu. Kau istirahat sebentar, nanti makan dulu sebelum mandi,” ucap sang ibu dari pintu.

“Oke Mah...” jawab Lesham pelan, menatap ibunya hingga sosok itu menghilang di ujung lorong.

Begitu pintu tertutup, Lesham duduk di ujung ranjang, meletakkan tasnya, dan menatap refleksi wajahnya di cermin besar di sisi kamar. Matanya menyusuri lekuk wajah asing itu, bukan Dara, bukan pula gadis yang ia kenal sebelumnya. Tapi sekarang, inilah dirinya. Inilah tubuh yang harus ia jaga. Hidup yang harus ia teruskan.

Ia menghela napas panjang. “Gadis ini bukan hanya korban. Dia juga pemilik rahasia besar...”

Lalu ponselnya bergetar. Pesan masuk dari Kai.

"Gila, Apa ini rumahmu sekarang? Seperti hotel bintang lima. Jangan lupa undang aku nginap nanti ya"

Lesham mengangkat alis sambil tersenyum miring. “Sialan, padahal Dia juga kaya raya” gumamnya sambil membalas cepat

“Tutup mulutmu dan siapkan dirimu. Kita sekarang punya misi. Dan aku tahu dari mana harus memulainya.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!