Laki Abrisam Gardia adalah seorang penyanyi religi tersohor berusia 28 tahun yang sangat akrab dengan kesempurnaan. Dia memiliki sempurna rupa, harta, dan silsilah keluarga. Ketika kuliah S-2, dia dipertemukan dengan Mahren Syafana Humairoh, sosok perempuan tangguh yang hidup sendiri dengan menanggung utang yang di tinggalkan oleh almarhum ayahnya.
Pertemuan mereka menjadi awal malapetaka. Maksud hati Laki menolong Syafa yang tengah kesulitan dengan mengamankan Syafa di salah satu hotel miliknya, malah membuat beredar kabar di sosial media, bahwa Syafa adalah wanita satu malam Laki. Kondisi semakin kacau. Desakan media dan keluarga membuat Laki dan Syafa memutuskan untuk menikah kontrak.
Janji mereka adalah, tidak ada cinta. Hanya ada parting smile, setelah 5 tahun pernikahan. Namun, waktu yang dihabiskan bersama membuat keadaan menjadi rumit. Ada luka ketika sosok lain hadir diantara keduanya. Mungkinkah cinta perlahan tumbuh diantara keduanya?
AWAS!ZONA BAPER!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alyanceyoumee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 Putra Mahkota
Sebelas tahun lalu.
Brak!!!
"Woy! Bu Nina datang!" teriak seorang anak lelaki berpakaian seragam SMA dengan bagian bawah baju keluar sebelah itu, sambil berlari memasuki kelas, setelah menerjang pintu kelas yang tertutup rapat. Lalu setelah kalimat tersebut terlontar, bukan hanya dia yang sibuk, tapi seluruh penghuni kelas. Kecuali satu orang yang tengah duduk di bangku paling ujung.
"Apa?!"
"Serius?!"
"Aduuuh... Aku belum kerjain tugas nya satu nomor lagi.."
"Ih... Katanya rapat. Kenapa sebentar banget?"
"Hey hey.. Nyontek dong..."
"Damar... liat dong... Biasanya kamu suka cepet ngerjainnya.."
"Heh? Belum belum. Sabar. Sumber pemberi ilham baru mulai mengerjakan," jawab anak lelaki yang tadi memberitahu bahwa guru matematika galak mereka datang.
Lalu serentak setelahnya...
"Lakiiiii..., sudah?" tanya lima belas orang siswi dan empat belas orang siswa di ruang kelas itu secara bersamaan, dengan nada sedikit memelas.
Diam. Siswa yang dimaksud bersikap acuh.
"Ayo dong... Putra Mahkota... Hm?" rajuk mereka. Ya, Laki adalah putra sulung dari pemilik yayasan besar dan kaya tempat mereka sekolah.
Semuanya tau, putra pertama dari seorang Raja memiliki gelar sebagai Putra Mahkota. Hingga akhirnya, mereka sepakat bahwa putra sulung pemilik yayasan dan perusahaan besar juga pantas di panggil sebagai Putra Mahkota.
Panggilan itu kerap kali mereka gunakan ketika mereka meminta belas kasihan dari Laki. Meminta contekan. Meminta jajan. Meminta waktu. Meminta perhatian. Dan untuk para perempuan, meminta hati dan perasaan. Sayangnya, diantara semua permintaan, permintaan terakhir adalah permintaan yang tidak pernah dikabulkan.
Sosok Laki tetap hening. Tidak, tidak. Sosok Putra Mahkota yang mereka maksud menatap sinis ke arah teman-temannya. Melepas headset yang terpasang di telinga. Lalu menutup buku matematika miliknya.
"Apa yang bisa kalian lakukan sendiri tanpa bantuan saya sebenarnya? Nih!" sindir Laki, sombong, sambil melempar pelan buku yang berisi hasil pengerjaan tugas matematika miliknya.
Seluruh penghuni kelas mulai melingkari buku Laki. Mereka sibuk saling menyikut sambil menuliskan angka dan gambar integral yang tidak sedikitpun mereka pahami. Sungguh.
"Ehm! Anak-anak..., duduk di bangku kalian masing-masing! Se-ka- rang!!" perintah Nina. Dia lah guru Matematika killer yang tadi dibicarakan. Lalu serentak semua penghuni kelas XI IPA I mengurai. Berpencar kembali ke tempat duduk masing-masing.
"Damar, mau kamu kembalikan buku matematika Laki pada pemiliknya? Atau kamu mau bantu Laki untuk mengumpulkannya ke meja ibu?"
Damar yang tengah sibuk menyontek mengeratkan geligi. Dia ketauan.
"Saya kembalikan saja, bu," ucapnya sambil menyimpan buku di depan teman sebangkunya. Laki. Lalu tersenyum manis pada gurunya.
"Astagfirulah!!" seru Damar dengan tingkat kepelanan yang hanya terdengar oleh teman-teman satu kelasnya saja. Ya, pelan. Biasanya lebih dari itu.
"Apa sih, Mar?!" tekan Laki, cukup kaget mendengar istigfar teman sebangkunya sejak SMP kelas tujuh itu. Lalu teman-teman lainnya pun turut menatap Damar yang tengah melongo sambil fokus menyorotkan mata ke arah depan.
"Bu Nina, apa sebelum ke sini ibu habis mampir dulu ke surga?" tanyanya.
"Hm?" heran Nina. Lalu serentak ke dua puluh sembilan siswa lainnya menatap ke arah depan dan terhenti disana.
"Ada seorang bidadari surga yang diluar sadar ibu, mengikuti ibu sampai ke sini, Bu. Ya Allah..., fabiayyiaala irobbikumaa tukadibaan... cantik. Siapa sebenarnya wanita yang berdiri disampingmu, Bu?" racau Damar.
Uuuh... sorak semuanya. Menyoraki hiperbolanya ucapan Damar. Bahkan sebagian ada yang melemparinya dengan tutup ballpoint.
"Oh..., dia?" sahut guru matematika itu sambil merangkul gadis yang berdiri sambil menundukkan wajah tepat disampingnya.
"Jadi anak-anak. Hari ini kalian tambah temennya, ya. Jangan di usilin. Makin banyak temen makin banyak cerita. Silahkan Nak, kamu perkenalkan diri kamu," perintah Nina, lalu duduk di kursi. Membiarkan murid baru itu berdiri sendiri, di depan calon teman-teman baru yang belum dikenalinya satu orang pun.
Setelah satu kali berdeham dan memberanikan diri mengangkat wajah. Gadis yang terlihat malu-malu itu mulai bicara.
"Assalamaulaikum warohmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan, nama saya Mahren Syafana Khumairoh, panggil Saja Syafa."
Waah... Hai Syafa...
Nama yang cantik Syafa... Secantik orangnya...
Selamat datang di kelas XI IPA 1 Syafa.
Saya masih lajang Syafa, jika kamu bersedia.
Setelah mendengar komentar dan penyambutan seluruh penghuni kelas, Syafa bisa menyimpulkan bahwa, orang-orangnya ramah. Dia menghempaskan napas lega. Lalu dia menyimpulkan senyuman.
"Sebentar. Kalau saya boleh tau, bu. Takutnya saya salah. Bukankah di sekolah ini tidak memperbolehkan siswinya berdandan? Lihatlah, dia memakai bedak." Tiba-tiba Laki bicara semaunya. Membuat semua teman-temannya menatap lekat wajah Syafa yang tengah menatap jengah ke arah Laki.
"Saya tidak memakai bedak!" elaknya.
"Benarkah? Enggak ah, kamu pasti memakai bedak," terang Laki sambil menyunggingkan senyum meledek. Lalu menyandarkan tubuhnya di punggung kursi.
"Saya tidak mema..."
"Tapi, saya baru tau ada bedak warna merah. Kamu terlalu banyak menggunakannya. Wajahmu merah."
Jleb.
Syafa mengepalkan kedua telapak tangan. Geliginya mengerat semakin kuat ketika satu persatu seisi kelas mulai menertawakannya. Ya Allah, kenapa engkau selalu membiarkan wajahku bereaksi dengan berlebih? Ck, maaf aku berani mengeluh ya Allah. Sudah untung wajahku hanya berubah menjadi warna merah, gak kebayang kalau berubahnya menjadi warna-warni seperti pelangi, mejikuhibiniu. Uuuh... batin Syafa.
Syafa menatap lekat Laki. Lalu dengan berakting so kuat dia bertanya. "Siapa sebenarnya, kamu?"
"Laki! Abrisam! Gardia!," jawab Damar dengan suara lantang ala-ala tentara. Sementara Laki, dia membalas tatapan Syafa dengan tatapan tajam mematikan.
Syafa menelan saliva. Menerima tatapan elang membuat lututnya berasa sedikit goyang. Hampir tak sanggup menopang tubuh. Tapi, Syafa bukan wanita yang mudah terintimidasi.
"Ah..., Laki? Atau Lucky? Lucky dengan arti beruntung maksudnya? Kamu, mulai sekarang jaga keberuntungan mu dengan baik. Jangan sampai saya merampasnya."
Uuuhhh...
Seru semua orang. Bahkan sebagian ada yang bertepuk tangan. Kejadian langka telah terjadi. Dari dua ribu siswi SMA pemuja rahasia dan pemuja terang-terangannya Laki, kini ada satu orang yang tidak bersedia menjadi bucin nya.
Selamat. Suatu pencapaian yang luar biasa.
Laki tertawa tanpa suara sambil bersedekap. Mendengar ancaman Syafa malah membuatnya merasa lucu. Wanita aneh. Setidaknya kalau mau ngancem kondisikan dulu lututmu supaya berhenti bergetar.
***
"Mohon maaf Bu Dosen, mohon maaf semuanya. Sekali lagi mohon maaf," ucap Syafa sambil melipatkan kedua telapak tangan di depan dada. Lalu duduk kembali di kursi.
Iiissshh... Syafa melaknat dirinya sendiri dalam hati. Harusnya dia bisa menahan emosi seperti sebelas tahun lalu. Tapi... sampai usia 28, kelakuan si Aki-Aki itu tidak berubah?! serius! Dia tetap, tidak tidak. Malah semakin menyebalkan dan kekanak-kanakan.
"Gak enak hati, ya? Tuh, makan coklat yang saya kasih. Katanya coklat bisa menenangkan perasaan." Laki kembali mengajak Syafa bicara. Tampak lelaki itu susah payah menahan tawa.
Syafa menghempaskan napas dengan malas. Tanpa menatap Laki dia mengambil coklat pemberian darinya, lalu menepuk Ibu-ibu yang duduk tepat di depannya.
"Bu, buat ibu," ucapnya pelan.
"Ibu sudah ada," jawab ibu tersebut sambil melirik tidak enak ke arah Laki.
"Buat anak ibu, ya. Aku tidak biasa makan coklat," tegas Syafa. Dengan ekspresi tidak enak, ibu tersebut menerima coklat pemberian Syafa. Sementara Laki, dia hanya bisa menatap kesal pada wanita yang tampak sangat jelas tidak menyukainya. Ya, wanita itu tidak menghargai pemberian darinya. Nilai PKN nya pasti nol besar, tebak Laki.
"Baik, untuk sekarang, saya bagi kelompok dulu, ya. Tiap kelompok tiga orang saja." Ayu bicara dengan tegas sambil membuka absen yang tergeletak di atas meja. Lalu tiba-tiba Laki kembali bicara sambil mengacungkan lengan kanannya.
"Bu, mohon maaf sekali. Kalau boleh, saya mau satu kelompok dengan yang sudah saya kenal, bisa?" tanya nya.
Sesaat Ayu berpikir. Tapi akhirnya memahami keinginan Laki. Wajar jika dia meminta itu. Dia adalah seorang idola. "Ya, tentu. Sama Pak Damar, kan?" tebak Ayu tepat.
"Ya, sama Damar. Dan satu lagi, sama dia. Saya sudah mengenalnya." Laki menunjuk Syafa yang serentak menatap heran ke arahnya.
"Saya? Saya tidak mau, bu Dosen."
"Ayolah Syafa, hm?" pinta Laki memelas. Tidak. Dia hanya berakting memelas. Berharap Bu Dosen yang tengah memperhatikannya merasa kasihan.
"Iya baiklah. Kelompok satu berarti Pak Laki, Pak Damar, dan Bu Syafa," Ya, akting Laki berhasil.
"Bu..." keluh Syafa.
"Tidak apa-apa, ya. Biar cepat," putus Ayu. Membuat Syafa tak lagi mampu berkutik.
Laki merekahkan tawa kemenangan. Lihat saja nanti. Sikap tidak sopannya pasti saya balas. Kamu, jangan lupa kamu satu kelompok dengan saya. Sang Damar gendut pun tidak akan mampu mencegah kesialan yang akan kamu terima, akan saya buat mengerti bahwa pasti ada balasan dari setiap ketidak sopanan, ancam Laki dalam hati.
Setelah sedikit berbincang dengan Damar, Syafa berjalan menuju mesjid. Ya, sejak dulu, Syafa tidak pernah bermasalah dengan siapapun, kecuali dengan Laki dan para fans girl nya.
Puuuhhh... Ya allah, apa sebenarnya ini? Kuatkan hati hamba...sambil mengenakan mukena, Syafa memohon dalam hati.
Tepat jam satu siang, setelah melaksanakan shalat dzuhur dan makan. Syafa kembali memasuki ruangan. Bapak dosen senior pun sudah memasuki ruangan. Semuanya sudah memasuki ruangan. Kecuali... Laki dan Damar.
Syafa menatap kursi yang semula di duduki Laki. Lalu wanita itu menghembuskan napas. Ya. Sepertinya semua sudah tau. Hanya ada dua jenis sosok yang akan selalu dicari. Sosok yang kita cintai, dan sosok yang kita benci. Dan saat itu, Syafa meyakini hatinya bahwa, baru saja... dia telah mencari sosok lelaki yang ia benci. Sesaat. Hanya mencarinya sesaat.
***
To be continued...
Hayo... Karakter siapa yang lebih di sukai? Laki? Atau Syafa?
tinggalkan like dan komennya ya....