Cerita ini lanjutan Aku Yang Tidak Sempurna.
Bakat yang di milikinya adalah warisan dari sang mama yang seorang pelukis terkenal.
Namun ia lebih memilih menjadi pelukis jalanan untuk mengisi waktu luangnya. Berbaur dengan alam itu keinginannya.
Dia adalah Rafan Nashif, seorang pelukis jalanan dan sekaligus seorang CEO di perusahaan.
Namun tidak banyak yang tahu jika dirinya seorang CEO, bahkan pacarnya sendiri pun tidak tahu.
Sehingga ia di hina dan di selingkuhi karena di kira hanya seorang seniman jalanan yang tidak punya masa depan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Jika penasaran, mampir yuk!
Cerita ini hanyalah fiksi belaka, jika nama tempat, nama orang ada yang sama itu hanya kebetulan semata dan tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5
Rafan sudah berada di perusahaan saat ini. Beberapa karyawan menunduk hormat saat ia melewati mereka.
Rafan hanya mengangguk sedikit lalu terus berjalan menuju lift. Tiba di ruangan Rafan langsung duduk di kursi kebesarannya.
Pintu ruangan nya di ketuk, Rafan pun meminta orang itu masuk. Ridho, asisten Rafan yang bekerja sebelum dirinya menggantikan papanya.
"Tuan!"
"Hmmm, ada apa?"
"Siang ini pertemuan dengan Jeremy dari perusahaan Agung Jaya untuk penandatanganan kerjasama lanjutan," kata Ridho.
"Jeremy?"
"Benar Tuan, dia baru tiga bulan menggantikan pak Agung."
"Baiklah, biar aku sendiri saja yang ke sana. Kamu lanjutkan pekerjaanmu."
Ridho mengangguk, kemudian berbalik hendak keluar dari ruangan Rafan. Namun sebelum benar-benar keluar, Rafan meminta Ridho untuk mengingat kan kalau sudah tiba waktu nya pertemuan.
Rafan tersenyum tipis, ia ingat kemarin kalau Jeremy menghina nya. Kali ini ia ingin lihat bagaimana Jeremy memperlakukan nya.
Sebenarnya Rafan tidak bermaksud untuk menyembunyikan identitasnya, namun jika tidak demikian, ia tidak akan tahu sifat sebenarnya Renata.
Rafan mulai bekerja memeriksa berkas yang ada di atas meja. Lembar demi lembar ia kerjakan, hingga tidak terasa waktu pun berlalu begitu cepat.
Ridho kembali masuk setelah mengetuk pintu. Ia menyerahkan map berisi dokumen yang nantinya akan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
"Tuan!"
"Aku mengerti." Rafan pun bangkit dari duduknya dan mengambil map dari tangan Ridho.
Rafan sengaja pergi sendiri tanpa di dampingi asistennya. Dengan kaki panjang nya Rafan melangkah memasuki lift.
Rafan melirik jam tangannya untuk memastikan jika dirinya harus tiba tepat waktu.
Rafan masuk ke dalam mobil dan segera pergi ke tempat yang sudah di janjikan. Ia sekali lagi melihat jam tangannya. Dan masih ada waktu setengah jam.
Jadi ia tidak perlu terburu-buru karena tempatnya juga tidak terlalu jauh dari perusahaannya.
Tiba di restoran, Rafan memarkirkan mobilnya. Ia sengaja tidak memakai jas dan dasi. Hanya baju kemeja putih dan celana hitam.
"Silakan Tuan," ucap pelayan saat Rafan masuk.
Rafan mengangguk dan langsung menuju ke ruang VVIP. Pelayan mengikuti nya dari belakang.
Rafan masuk, di lihatnya Jeremy bersama Renata. Rafan hanya bersikap biasa saja menghadapi mereka.
"Ngapain kamu ke sini? Ini bukan tempat melamar pekerjaan," ujar Jeremy, karena di tangan Rafan memegang map biru.
"Bukankah kita akan menandatangani kontrak kerjasama lanjutan?" tanya Rafan.
"Bagaimana kamu tahu? Aku memang ingin menandatangani kontrak kerjasama lanjutan, tapi bukan dengan kamu. Pergi sana, mengganggu pemandangan ku saja," usir Jeremy.
"Apa kamu belum bisa move on denganku? Sampai segitunya kamu mengikuti kami kemari?" tanya Renata.
"Aku sudah bilang, aku ke sini untuk menandatangani kontrak kerjasama," kata Rafan.
"Hahaha, jangan ngelawak kamu, gak lucu tahu gak? Mana mungkin seorang pelukis jalanan ingin bekerjasama dengan perusahaan ku?" Jeremy tertawa mengejek.
Keduanya terus mengusir Rafan karena mengira jika Rafan sedang mencari pekerjaan.
"Baik, aku pergi sekarang. Tapi kamu jangan menyesal," ucap Rafan.
Jeremy dan Renata malah tertawa mengira Rafan hanya omong kosong belaka. Bahkan mereka tidak segan-segan mengejek Rafan sebagai anak miskin.
Rafan pun kembali ke perusahaan tanpa menandatangani kontrak kerjasama. Rafan menghubungi Agung kalau kerjasama mereka tidak bisa di lanjutkan.
Agung tentu saja terkejut, tapi Rafan tidak perduli. Bukan tanpa alasan ia tidak melanjutkan kerjasamanya.
Agung pun segera menghubungi Jeremy. Saat ponselnya berdering, Jeremy pun langsung menjawabnya karena itu dari papanya.
"Halo Pa."
"Apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa Rafan sampai membatalkan kerjasama kita? Jika kita tidak bekerjasama dengan perusahaan itu, maka perusahaan kita akan sulit berkembang."
Agung benar-benar marah kali ini. Jika kerjasama mereka putus, rantai modal juga otomatis terputus.
Sementara perusahaan Jovan yang kini di kelola oleh Rafan lah yang memiliki investasi terbesar di perusahaan Agung.
"Siapa Pa? Rafan?" tanya Jeremy seakan tidak percaya.
Agung pun menjawab iya. Jeremy terdiam, tubuhnya melemah dan bersandar di sofa. Renata yang melihat hal itu pun bertanya.
"Ada apa sayang?" tanyanya.
"Papa marah, karena kerjasama di batalkan."
"Kok bisa? Memang nya kliennya sudah datang?"
Jeremy pun mengatakan jika Rafan adalah klien nya. Tapi mereka malah mengusirnya. Ternyata ponsel yang di tangan Jeremy masih terhubung. Sehingga obrolan Jeremy dan Renata di dengar jelas oleh Agung.
Agung pun meminta Jeremy untuk pulang, kemudian telepon pun terputus secara sepihak.
"Sayang, kamu bilang Rafan itu klien mu, jadi dia ...?"
"Dia adalah CEO," jawab Jeremy memotong ucapan Renata.
Renata terdiam, dia syok mendengar kenyataan kalau Rafan di kiranya miskin ternyata seorang CEO.
Renata tertawa hambar menyadari kebodohannya sudah menyia-nyiakan ATM berjalannya.
"Kalau dia CEO, berarti tas itu asli. Tapi aku malah mengembalikan nya," batin Renata.
Barang-barang pemberian Rafan yang lain juga sudah di buangnya, karena Renata mengira itu adalah imitasi.
Jeremy dan Renata akhirnya pulang ke rumah. Tiga bulan menjadi CEO, perusahaan yang di kelola bukannya maju, namun malah menurun.
Jika tidak ada bantuan dari perusahaan Jovan, mungkin perusahaan milik Agung sudah lama bangkrut.
Sementara Rafan akan mampir ke sebuah restoran. Karena ia belum sempat makan siang.
Baru saja keluar dari mobil, ponselnya berdering. Rafan melihat panggilan dari papanya.
"Assalamualaikum Pa, ada apa?"
"Waalaikumsalam, apa benar kanu kamu memutuskan kerjasama dengan pak Agung?"
"Papa sudah tahu? Pasti kakek Agung yang beritahu."
"Jawab saja pertanyaan Papa, jangan mengalihkan topik pembicaraan."
Rafan pun menceritakan sedikit tentang Jeremy. Jovan pun mengerti dan setuju dengan keputusan Rafan.
Lagipula segala urusan di perusahaan sudah di serahkan sepenuhnya kepada Rafan. Jadi keputusan Rafan sangat beralasan.
Rafan pun menutup teleponnya setelah mengucapkan salam. Ia pun masuk ke dalam untuk makan siang.
Di tempat lain ...
Lestari sudah membeli motor baru. Dia juga membuat kios di samping kontrakannya. Rencananya dia ingin berjualan ketoprak.
Karena modal untuk jualan ketoprak tidak terlalu besar. Dia ingin memulai dari nol untuk usaha awalnya.
"Aku harus berbelanja dulu untuk bahan-bahannya. Besok sudah bisa jualan kayaknya," ucap Lestari bicara sendiri.
Lestari pun pergi ke supermarket untuk membeli keperluan jualannya. Dengan motor barunya, ia pun segera berangkat.
Tiba di supermarket, Lestari memarkirkan motornya. Seorang tukang parkir pun langsung menghampiri nya untuk memarkir kan motornya biar bisa teratur.
"Terima kasih Pak," ucap Lestari.
Dengan santainya dia berjalan, tiba-tiba Lestari mendengar suara minta tolong. Lestari menoleh ke arah suara lalu menoleh ke pria yang berlari membawa tas.
Tanpa pikir panjang, Lestari langsung menjegal kaki pria itu yang kebetulan berlari ke arahnya.