Baron sudah muak dan mual menjadi asisten ayah kandungnya sendiri yang seorang psikopat. Baron berhasil menjatuhkan ayahnya di sebuah tebing dan berhasil melarikan diri. Di tengah jalan Baron tertabrak mobil dan bangun di rumah baru yang bersih dan wangi. Baron mendapatkan nama keluarga baru. Dari Baron Lewis menjadi Baron Smith. Sepuluh tahun kemudian, Baron yang sudah menjadi mahasiswa hukum kembali dihadapkan dengan kasus pembunuhan berantai yg dulu sering dilakukan oleh ayah kandungnya. Membunuh gadis-gadis berzodiak Cancer. Benarkah pelaku pembunuhan berantai itu adalah ayah kandungnya Baron? Sementara itu Jenar Ayu tengah kalang kabut mencari pembunuh putrinya yang bernama Kalia dan putri Jenar Ayu yang satunya lagi yang bernama Kama, nekat bertindak sendiri mencari siapa pembunuh saudari kembarnya. Lalu apa yang terjadi kala Baron dipertemukan dengan si kembar cantik itu, Kama dan Kalia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selamat Jalan
Pria tinggi besar itu berhasil merebut kayu di tangan Kalia lalu dia melempar kayu itu ke sembarang arah dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya berhasil mencekal lengan Kalia.
Kalia sontak mengangkat kedua alisnya ke atas sambil berteriak kencang, "Lepaskan aku!!!!"
Pria tinggi besar itu tertawa tipis lalu berkata dengan nada mengejek, "Ternyata Cancer itu beneran pejuang tangguh. Menarik. Cancer memang selalu menarik"
Kalia berusaha menahan kakinya sambil terus berteriak, "Lepaskan aku! B*j*ng*n!!!" Ketika pria tinggi besar itu menyeret lengannya.
Kalia ditarik ke depan dengan paksa lalu dibanting di atas meja panjang yang mirip dengan meja operasi.
Sebelum Kalia sempat melakukan perlawanan, dengan cepat sosok pria tinggi besar itu menindih tubuhnya yang ramping dan lelah lalu pria tinggi besar itu mengikat kedua tangan Kalia di atas kepala Kalia. Kemudian dengan gerakan sangat cepat seolah sudah sangat terlatih, pria tinggi besar itu mengikat kedua kaki Kalia di pinggiran besi meja operasi.
Kalia berteriak histeris dan panik sambil menarik-narik kedua kakinya, "Lepaskan!!!!!! Lepaskan!!!!!"
Pria tinggi besar itu hanya tersenyum tipis lalu meninggalkan Kalia.
Beberapa menit kemudian, pria berhati iblis itu kembali. Dia menarik turun bawahannya Kalia dan sebelum Kalia sempat mencerna keterkejutannya, pria itu menindih tubuh Kalia lalu melesak masuk tanpa permisi.
Kalia menggeleng-gelengkan kepalanya frustasi sambil berteriak histeris dan menangis, "Hentikan! Ku mohon hentikan!"
Namun, pria itu justru bergerak semakin liar.
Kalia hanya bisa menangis tergugu kala dia merasakan nyeri uang sangat luar biasa di bawah sana. Perempuan malang itu hanya bisa mendongak menatap langit-langit. Pandangannya kabur penuh airmata, tubuhnya dingin penuh keringat dan bergetar hebat.
Kalia diam mematung dan pandangannya kosong saat pria itu melepas semua baju yang masih melekat di tubuh Kalia. Setelah itu Kalia menjerit kesakitan karena pria itu menggores pipinya dengan pisau kecil.
"Tatap aku! Aku suka mata indah kamu jadi tatap aku!"
Kalia memalingkan wajahnya karena jijik.
Kesal karena perintahnya tidak dituruti, pria itu langsung memotong empat jari di tangan kirinya Kalia. Lolongan kesakitan, "Aaaaaaaaaa!!!!!" Sontak lolos dari mulut Kalia. Mata Kalia membeliak lebar, kedua alisnya naik ke atas, dada wanita itu naik turun dengan cepat berbarengan dengan semakin derasnya airmata dan jerit kesakitan yang terus menggema tanpa jeda.
Suara lolongan kesakitan yang kembali lolos dari mulut Kalia saat pria itu memotong jari jemari Kalia yang masih tersisa, diredam dengan suara siulan teko yang sedang memberi tanda bahwa air sudah matang.
Setelah siulan teko itu dibungkam, lolongan kesakitan kembali terdengar dari mulut Kalia ketika Kalia disiram dengan air panas hingga giginya dicabut secara paksa tanpa pain killer. Kalia jatuh pingsan saat otak dan tubuhnya sudah tidak berdaya lagi menerima ribuan rasa sakit.
Hujan tak kunjung reda malam itu. Di sudut desa terpencil, di kota kecil yang hampir terlupakan, sebuah rumah tua berdiri suram, menjadi saksi bisu kisah yang tak pernah diberkati.
Ketika saudari kembarnya merenggang nyawa, Kama tengah duduk di tepi jendela, di dalam apartemen saudari kembarnya. Perempuan cantik yang masih berumur 18 tahun itu menatap tetes hujan yang menghantam kaca seperti air mata yang tak pernah habis. Dia sangat sangat mengkhawatirkan saudari kembarnya saat ini dan entah kenapa hatinya diremas rasa sakit yang luar biasa yang membuat dirinya menangis tanpa sebab. Tubuhnya menggigil, bukan karena dingin, tapi karena bayang-bayang mengerikan yang tiba-tiba bercokol di benaknya.
"Nggak! Jangan mati, Kalia! Nggaaakkkk!!!!" Kama meremas dadanya dan berteriak histeris kala dia bisa merasakan kesakitannya Kalia dan bisa merasakan jiwa saudari kembarnya meronta ingin terbebas dari derita. Kama bisa merasakan semua itu meskipun dia tidak tahu keberadaannya Kalia.
Kama dan Kalia adalah kembar dampit. Kalia dan Kama memiliki ikatan batin yang sangat kuat. Jika yang satu sakit yang satunya lagi juga ikut sakit. Untuk itulah sangat sulit untuk bisa membedakan yang mana Kalia dan yang mana Kama. Bahkan Jenar Ayu, ibu yang melahirkan mereka terkadang salah membedakan mereka.
Jenar Ayu terbiasa membedakan Kama dan Kalia lewat sikap dan sorot mata anak kembarnya. Kama itu kalem, introvert, kutu buku, memakai kacamata, dan sangat pintar. Nilai di semua bidang studinya Kama mencapai 100, nilai sempurna.
Sedangkan Kalia itu ceria, suka bergaul, suka kebebasan, tidak memakai kacamata, tidak suka baca buku, dia juga sangat pintar sebenarnya, tapi karena tidak suka baca buku dan belajar, nilai di semua bidang studinya hanya pas-pasan.
Kama selalu bertengger di peringkat satu pararel sedangkan Kalia selalu bertengger di peringkat lima belas di kelasnya. Perbedaan yang mencolok secara sikap dan prestasi. Namun, secara fisik tanpa kacamata, Kama dan Kalia tidak bisa dibedakan.
Kama menghela napas panjang dan tanpa dia sadari pipinya sudah basah oleh airmata. Kama meremas dadanya semakin erat dan berbisik lirih dengan isak tangis, "Selamat jalan Kalia.........." Kama bisa merasakan jiwa saudari kembarnya sudah lepas dari raganya dan itu membuat hati Kama berdesir perih dan airmata semakin deras mengalir membasahi pipi.
Keesokan harinya, penjaga bendungan di pinggir sisi selatan kota menemukan jasad yang dibungkus terpal berwarna biru muda. Setelah tim polisi, tim forensik, dan beberapa penyidik tiba di lokasi, bisa dilihat bahwa wajah jasad perempuan itu wajahnya sudah tak berbentuk, gigi lepas, jari jemarinya terpotong.