Menyukai Theresia yang sering tidak dianggap dalam keluarga gadis itu, sementara Bhaskar sendiri belum melupakan masa lalunya. Pikiran Bhaskar selalu terbayang-bayang gadis di masa lalunya. Kemudian kini ia mendekati Theresia. Alasannya cukup sederhana, karena gadis itu mirip dengan cinta pertamanya di masa lalu.
"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Aku yang bodoh telah menyamakan dia dengan masa laluku yang jelas-jelas bukan masa depanku."
_Bhaskara Jasver_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Theresia
Seperti biasa, Theresia bangun terlebih dahulu untuk menyiapkan sarapan. Namun tubuhnya masih ingin bergelayut manja di bawah selimut tebalnya dikarenakan suhu pagi kali ini sangat dingin apalagi tubuhnya masih terasa lelah untuk bangkit dari tempat tidurnya. Tetapi mau tidak mau, ia harus melakukan pekerjaannya walaupun di keadaan apa pun itu.
Setelah membersihkan diri, Theresia menyiapkan sarapan dan bekal untuk dirinya. Keberadaan Linsi yang tiba-tiba datang membuat gadis itu terkejut hingga bekal miliknya yang sudah jadi tumpah ke lantai dengan tragis.
“Lo mau bawa bekal? Lagi kere?” tanya Linsi seraya melipat kedua tangannya di depan dada.
“Hhm... minggir.” Ingin marah, tetapi masih pagi untuk menciptakan suasana ramai karena pertengkaran. Ia mengambil cikrak kecil untuk memunguti makanan yang tumpah tersebut.
Theresia tidak ingin bertengkar karena bekalnya tumpah, ia hanya mencoba memendam emosinya walaupun sangat ingin dikeluarkan.
Gadis itu tampak sabar membersihkan lantai dan membuang makanan-makanan yang tumpah, namun setelahnya, Theresia langsung menyahut tasnya hendak pergi dari rumah untuk sekolah.
“Aku mau berangkat,” pamit Theresia sembari memakai sepatunya.
“Pagi banget, mau ngapain di sekolah?” tanya Papa yang akan memulai sarapannya.
“Piket.”
“Tiap hari piket,” kata Mama yang hendak mengambilkan lauk.
Tidak ada yang peduli tentang Theresia yang mau sarapan atau tidak. Lagi pula, Theresia juga terbiasa dengan perutnya yang jarang terisi saat pagi, hanya saja roti tawar biasa yang ia beli.
Namun gadis itu tengah dirundung dompet kosongnya, jadi hanya bisa minum air yang ia bawa dari rumahnya saja. Saat akan berbelok di kompleks, Theresia dikejutkan oleh kehadiran Bhaskar dengan wajah segarnya.
“Ngapain lo di sini?”
“Nungguin elo, biar bareng-bareng berangkatnya,” jawab Bhaskar.
“Gua udah bilang semala-“
“Apa?” sahut Bhaskar dengan mengikuti langkah Theresia sembari menuntun sepedanya saat gadis itu tiba-tiba berjalan.
“Lo ngikutin gua mulu, kenapa?”
“Karena gua mau tahu segala hal tentang elo.” Tiba-tiba Bhaskar menarik tangan Theresia dan memberikannya sesuatu. "Pagi-pagi minum susu itu baik lho, jadi terima pemberian gua, ya?”
Theresia menatap susu pemberian Bhaskar di tangannya. Sementara Bhaskar semakin jauh berjalan di depan.
“Ayo, Re!”
Gadis itu tersadar dari lamunannya dan berlari menghampiri Bhaskar di sana. Berjalan bersama seorang laki-laki itu di pagi hari setelah menerima pemberian berupa susu telah menciptakan kenangan indah baru untuk Theresia.
Sengaja mengambil jalan biasa agar Bhaskar tidak mengetahui jalan pintas yang biasanya ia gunakan dengan Linsi agar cepat sampai sekolah. Lagi pula, tidak ada gunanya juga menunjukkan jalan tersebut kepada laki-laki itu.
...••••...
Linsi celingak-celinguk di taman mencari keberadaan Theresia yang biasanya menyendiri di bangku taman dengan buku gadis itu. Ia mencari Theresia juga pasti ada tujuannya. Tiba-tiba sorot matanya melihat Theresia duduk di bawah pohon bersama laki-laki tampan yang sering ia bicarakan dengan teman-temannya.
Sontak hal tersebut menjadi sesuatu yang mengejutkan, ia pun segera menghampiri Theresia dengan langkah lebarnya.
“Re!” panggil Linsi dengan lembut.
Theresia dan Bhaskar yang sedang fokus menggambar langsung mendongakkan kepalanya menatap Linsi yang sedang tersenyum tipis ke arah Bhaskar.
“Apa?” tanya Theresia. Linsi langsung menarik tangan Theresia menjauh dari tempat tersebut dan mengajaknya untuk berbicara dengan suara berbisik.
“Itu ponakan dari kepala sekolah kita ‘kan? Beneran, kan?” Theresia menghela napasnya dan mengangguk sebagai jawaban.
“Kenapa?”
“Kok bisa sama lo sih? Kok dia tiba-tiba dekat sama lo? Abis lo apain? Lo nyerahin tubuh lo?”
Theresia menatap mata Linsi yang melirik Bhaskar berulang kali dengan meremas tangannya. “Bukan urusan lo.”
“Tck! Yaelah, urusan gua jugalah kalau soal cogan sekolah. Lagian cocokan gua juga sama dia, walaupun beda setahun, tapi gua lebih terawat ketimbang elo.”
“Deketin aja kalau bisa, lo juga ngapain panggil gua? Cuman itu alasannya?” Linsi langsung tersadar dengan maksud ia memanggil Theresia.
“Minta duit, dong. Uang jajan gua abis setelah traktir temen gua tadi. Nanti gua balikin,” jawab Linsi.
“Basi, biasanya juga nggak lo balikin. Gua nggak ada uang, hutang aja sama ibu kantin kalau lo nggak punya urat malu,” balas Theresia.
“Bohong ya lo? Lo ‘kan anaknya hemat dan sederhana, kemarin-kemarin juga baru abis dikasih, jangan bilang udah abis.”
“Kalau iya, kenapa?”
“Boros banget sih lo, kalau gini gua mau minta siapa? Kalau minta transfer Mama nanti dimarahi, kalau Papa nanti diinterogasi dulu.”
“Itu masalah lo, bukan gua.” Theresia hendak berbalik untuk kembali, tetapi tangannya ditarik kembali oleh Linsi.
“Tunggu-tunggu, kenalin gua ke dia, dong. Sapa tahu setelah kenalan sama gua dia kecantol sama gua daripada elo.”
Theresia berjalan kembali ke arah Bhaskar yang sedang fokus menggambar. “Bhas, ini Linsi, saudara gua.”
Bhaskar mendongak melirik Linsi yang tersenyum sok malu-malu ke arahnya. “Ohh... hai, gua Bhaskar, temen sejatinya Theresia.”
Tentu saja hal tersebut membuat Theresia terkejut. Teman sejati? Yang benar saja, bahkan mereka baru kenal kemarin.
“What? Temen sejati? Kenal sama There sejak kapan?” tanya Linsi.
“Kemarin, tapi gua udah nyaman sama dia.”
Linsi terlihat kesal dengan jawaban Bhaskar.
Namun ia menyembunyikan raut wajahnya agar tidak terlalu kelihatan. “Ohh... udah nyaman sama cewek kek dia... yaudah sih. Gua cuman berpesan mumpung lo belum bener-bener deket sama dia kalau ninggalin There sebelum lo tahu masa lalunya.”
“Gua udah tahu, dan gua menerima dia dari segi apa pun itu.”
Hampir tidak percaya dengan ucapan Bhaskar, tapi itu yang Theresia dengar. Dari nada bicaranya saja seakan-akan laki-laki itu berbicara sesuai isi hatinya.
Merasakan terpojokkan, Linsi pergi dengan menghentakkan kakinya karena kesal mendapatkan balasan yang tidak terduga dari Bhaskar yang ternyata sudah tahu fakta tentang Theresia.
Setelah Linsi pergi, Bhaskar menatap Theresia dengan tersenyum manis yang tidak dapat gadis itu artikan. Walaupun terasa aneh dengan laki-laki itu, tetapi ada rasa lain yang membuat Theresia mulai nyaman dengannya.
Semalam, Bhaskar diam-diam mengikuti Theresia pulang dari kejauhan dengan menuntun sepedanya dan tudung hoodie abu-abu yang menutupi rambutnya. Ia juga memakai kacamatanya agar dapat melihat jelas.
Ketika Theresia sudah memasuki sebuah rumah, Bhaskar menghela napasnya lega. Namun saat ia memutar sepedanya, ada dua ibu-ibu yang menghalangi jalannya.
“Kamu ngikutin There ya? Kok mencurigakan gitu?” tanya seorang ibu yang memakai daster dengan raut wajah menginterogasi.
“Maaf, Bu. Sebelumnya, saya sudah bilang kalau mau mengantar Theresia, tapi dia nggak mau mangkanya saya ikutin dari belakang sampai rumahnya,” jawab Bhaskar seraya tersenyum kikuk.
“Kamu deket sama There?” Kini seorang ibu yang memakai piama yang menanyakannya.
“Masih pendekatan, Bu.”
Ibu berdaster itu langsung mengangguk-anggukkan kepalanya paham. “Kalau gitu, kamu jagain There ya? Apalagi sama saudara tirinya. Mereka sering berantem dan pasti ada aja keramaian di rumahnya tiap hari.”
“Tiri?” beo Bhaskar.
“Kamu belum tahu? Theresia itu ada dari benih orang lain karena Mamanya yang dulu sering ke klub malam-malam dan ngelakuin hal yang nggak senonoh.”
Bhaskar langsung terdiam mendengar tentang Theresia yang benar-benar mengejutkan untuknya. Baru saja ia mendekatkan dirinya dengan gadis itu, ternyata Theresia punya kisah yang sangat di luar dugaannya.
“Keluarganya juga nggak menganggap There kayak anaknya, mereka cuman menerima There karena untuk dimanfaatkan,” tambah ibu yang memakai piama.
“Nah, maaf kalau ibu curigain kamu, soalnya penampilan kayak gitu. Ibu lihatin dari tadi kok gerak-geriknya kayak penjahat.”
Laki-laki itu cengengesan sambil membuka tudung yang menutupi rambutnya. “Maaf, Bu.”
“Ingat pesan ibu ya? Saya mau balik dulu.”
Kedua ibu-ibu itu langsung melenggang pergi meninggalkan Bhaskar yang justru semakin memikirkan gadis itu. Jika ingat-ingat lagi, Theresia sebelumnya pernah berbicara jika gadis itu tidak ingin pulang lebih awal saat di taman. Ternyata itu alasannya.
...••••...
...Bersambung....