Aku sering mendengar orang berkata bahwa tato hanya diatas kulit.
“Jangan bergerak.”
Suara Drevian Vendrell terdengar pelan, tapi tegas di atas kepalaku.
Jarumnya menyentuh kulitku, dingin dan tajam.
Ini pertama kalinya aku ditato, tapi aku lebih sibuk memikirkan jarak tubuhnya yang terlalu dekat.
Aku bisa mencium aroma tinta, alkohol, dan... entah kenapa, dia.
Hangat. Menyebalkan. Tapi bikin aku mau tetap di sini.
“Aku suka caramu diam.” katanya tiba-tiba.
Aku hampir tertawa, tapi kutahan.
Dia memang begitu. Dingin, sok datar, seolah dunia hanya tentang seni dan tatonya.
Tapi aku tahu, pelan-pelan, dia juga sedang mengukir aku lebih dari sekadar di kulit.
Dan bodohnya, aku membiarkan dia melakukannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reenie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis Itu Lagi
Studio Vendrell yang biasanya dipenuhi ketenangan, suasana pagi itu terasa berbeda. Musik yang mengalun lembut dan desing mesin tato menciptakan ritme harmonis yang tiba-tiba pecah saat pintu terbuka dengan kasar.
Selena masuk, dengan wajah yang dingin dan sorot mata yang tajam. Pakaiannya rapi dan profesional, namun amarah yang membara di wajahnya membuat penampilannya terlihat berantakan. Ia berjalan dengan langkah tergesa-gesa, mengabaikan para pelanggan yang sedang menunggu.
Ia langsung menuju meja resepsionis, di mana Zeke sedang menyiapkan jarum baru.
"Di mana Drevian?" tanyanya, suaranya tajam dan penuh tuntutan.
Zeke menoleh, alisnya terangkat. Ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi. Ia tahu, Selena sedang dalam mode "mencari gara-gara".
"Di luar kota," jawab Zeke singkat, tanpa mengalihkan pandangan dari pekerjaannya.
"Urusan pribadi."
Selena terdiam sejenak, mengepalkan tangannya di samping tubuh.
"Di luar kota? Sama siapa?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih menusuk.
Zeke hanya fokus pada pekerjaannya, mencoba mengabaikan Selena. Ia tahu, Drevian tidak ingin Selena tahu tentang Liora.
Merasa tak mendapatkan jawaban, Selena berjalan menjauh, mendekati dua pelanggan wanita yang sedang menunggu. Ia berpura-pura tidak sengaja mendengar obrolan mereka, tapi telinganya menajam, mendengarkan setiap kata dengan saksama.
"Aku enggak nyangka, Drevian itu bisa selembut itu sama seorang gadis," bisik salah satu pelanggan.
"Aku lihat mereka berdua di Bandara Vendrell kemarin, kayak pasangan yang lagi liburan."
"Iya, kan? Aku juga," ucap pelanggan satunya lagi.
"Mereka kayaknya mau ke luar kota, aku dengar-dengar mau ke pameran seniman tato di kota Carran. Mereka kelihatan serasi banget, aku jadi ikut baper."
Selena mengeluarkan semua amarahnya. Matanya membelalak, dadanya terasa sesak. Tangannya mulai gemetar. Ia tahu. Dia tahu siapa "gadis" itu. Ini bukan lagi kecurigaan. Ini adalah kenyataan. Drevian, pria yang dikenalnya sejak SMA, pria yang ia cintai atau lebih tepatnya ia anggap miliknya, pergi ke luar kota dengan gadis lain. Pergi ke pameran tato, tempat yang seharusnya menjadi dunianya, dunia Drevian dan dirinya.
Amarah dan rasa sakit yang selama ini ia pendam meledak. Selena tidak bisa menahannya lagi.
"Gadis itu Liora, kan?!" teriak Selena, suaranya menggelegar di seluruh ruangan.
Para pelanggan itu terkejut. Mereka tak menyangka akan mendengar teriakan itu.
"Apa maksud lo?" tanya pelanggan itu, bingung.
"Kalian tahu apa tentang gadis itu?!" teriak Selena lagi, kini ia sudah berada di tengah ruangan.
"Dia itu cuma gadis miskin yang mengincar uang Drevian! Dia itu cuma numpang tenar, dia itu cuma manfaatin Drevian! Dia pikir Drevian itu bodoh?! Dia pikir Drevian enggak tahu kalau dia itu cuma gadis murahan yang tahu Drevian punya banyak uang, makanya dia nempel terus?!"
Zeke, yang mendengar teriakan Selena, langsung menghampirinya.
"Selena, udah cukup! Lo keluar dari sini sekarang!" bentaknya.
Namun, Selena tak peduli. Ia kini sedang emosi.
"Drevian itu bodoh! Dia pikir Liora mencintainya?! Lo tahu, Zeke?! Gue kenal Drevian dari SMA! Gue selalu ada buat dia! Gue selalu dukung dia! Tapi dia enggak pernah milih gue! Dan sekarang, dia milih gadis murahan itu?! Kalian semua buta?!" teriak Selena, matanya berkaca-kaca, penuh dengan air mata amarah dan rasa sakit.
"Lo enggak tahu apa-apa!" balas Zeke tegas, mencoba menahan emosinya.
"Gue tahu! Gue tahu semuanya!" balas Selena.
"Gue tahu Liora itu anak yatim piatu! Gue tahu dia cuma punya toko buku kecil! Gue tahu dia cuma gadis biasa! Drevian itu pantas dapat yang lebih baik! Bukan gadis murahan yang cuma mau uangnya!"
Para pelanggan di studio hanya bisa terdiam, terkejut dan ketakutan. Suasana di studio menjadi sangat tegang. Zeke, yang tak bisa lagi menahan Selena, akhirnya mengambil langkah drastis. Ia meraih lengan Selena.
"Lo keluar dari sini sekarang, atau gue panggil keamanan!"
Selena memberontak. "Jangan sentuh gue! Jangan sentuh gue, Zeke!" teriaknya.
Namun, Zeke tidak peduli. Ia dengan paksa menarik Selena ke arah pintu. Selena terus berteriak, menuduh Liora sebagai gadis murahan yang tidak pantas untuk Drevian.
Di depan pintu, Selena berhenti. Ia menatap Zeke dengan tatapan penuh kebencian.
"Gue enggak akan biarin Liora merebut Drevian!" bisiknya, lalu menatap semua orang di studio.
"Ingat kata-kata gue! Liora itu cuma mau uang! Liora itu gadis murahan!"
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Selena pun pergi, membanting pintu dengan keras. Keheningan kembali menerjang studio, namun suasana sudah berbeda. Amarah Selena telah meninggalkan bekas. Gosip itu kini mulai menyebar. Zeke hanya bisa menghela napas. Ia tahu, ini baru permulaan.
"Maaf atas kekacauan tadi."
Ucap Zeke sambil membungkuk kepada pelanggannya.
"Gadis itu selalu saja buat masalah." ujar salah satu pelanggan pria.
Zeke memberikan buku desain kepada pelanggan untuk melihat desain terbaru mereka.
"Zeke, apa benar yang dikatakan Selena itu? Kok dia merasa dikhianati ya sama Devan?" tanya salah satu karyawan Drevian yang masih baru kerja disitu, Ronan.
"Ronan, kau tidak tahu apa-apa. Tolong jangan membuat amarah ku naik lagi." ucap Zeke sambil memijit pelipisnya.
Ronan lalu kembali mendesain beberapa pelanggan yang datang. Ia bingung dengan kejadian ini karena Ia masih baru satu bulan kerja di Studio Vendrell.
Selain Zeke, Ronan juga lumayan dekat dengan Drevian tapi tak sedekat Zeke.
"Ronan, tolong aturkan beberapa karyawan untuk pelanggan kita, aku akan menyiapkan peralatannya."
Ronan mengangguk dan melayani pelanggannya dengan senang hati.
Zeke ke belakang mengambil peralatan dan menghela nafas. Menenangkan dirinya sendiri karena ledakan amarahnya tadi yang tiba-tiba.
Masih pagi sudah ada saja masalah yang datang.
"Kenapa wanita aneh itu selalu datang ke sini" gumamnya.
Ronan telah selesai mengatur beberapa pelanggan dan sudah setengah jam Zeke tidak keluar dari belakang. Ronan lalu mendatanginya dan melihat Zeke sedang duduk termenung.
"Zeke, ada apa?" tanya Ronan.
"Aku kasihan sama bos." ujarnya
Zeke lagi tidak ingin berbicara pagi ini. Ia lalu mengangkat peralatan tato itu dan Ronan membantunya. Ronan ingin tahu apa sebenarnya masalah di studio ini. Kenapa bos mereka sangat jarang keluar dari ruangan pribadinya.
Selena, gadis tadi yang membuat Ronan bingung. Seolah-olah Selena telah diselingkuhi oleh Drevian karena dia bilang dia menemani Drevian sejak SMA tapi malah memilih gadis lain.
Ronan merasa kasihan pada Selena, Ia ingin tahu kenapa bos mereka tidak memilih Selena. Padahal dia juga gadis yang cantik.
"Letakkan disitu." ujar Zeke
"Bagianmu pelanggan yang duduk diujung, pelanggan perempuan yang memberontak Selena tadi." ujar Zeke
Ronan tak membantah, Ia segera mentato pelanggan perempuan yang ditunjuk Zeke. Perlahan Ia mengukir desain kupu-kupu di punggung perempuan itu. Ternyata Ronan juga memiliki keterampilan yang tak kalah dengan Zeke dan Drevian. Ia membuat kupu-kupu itu seolah hidup dipunggung perempuan itu.
"Dia boleh juga." gumam Zeke.