NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Istri Baru Seperti Ratu

Keesokan harinya, Minggu pagi yang cerah, rumah Diana dipenuhi suasana berbeda. Aroma masakan lezat menguar dari dapur, dan Diana terlihat sibuk mondar-mandir, memastikan semuanya sempurna. Ia mengenakan pakaian terbaiknya, wajahnya berseri-seri penuh antisipasi. Hari ini, Januar akan memperkenalkan Karina, istri sirinya, kepada Diana. Novia, setelah kejadian semalam, sudah tak ada lagi di rumah itu.

Sekitar pukul sepuluh pagi, sebuah mobil sedan hitam mewah berhenti di depan rumah. Diana segera keluar menyambut dengan senyum merekah. Januar turun dari kursi kemudi, lalu membukakan pintu untuk seorang wanita cantik dengan gaya elegan. Dialah Karina. Ia mengenakan gaun simpel namun terlihat mahal, rambutnya tertata rapi, dan senyumnya menawan.

"Assalamualaikum, Ibu," sapa Januar, menggandeng tangan Karina. "Ini Karina, Bu."

Karina tersenyum ramah, mengulurkan tangannya kepada Diana. "Assalamualaikum, Tante. Saya Karina."

Diana langsung menyambut tangan Karina dengan kedua tangannya, menggenggamnya erat, seolah tak ingin melepaskannya. "Waalaikumussalam, Nak Karina. Ya ampun, cantik sekali! Ibu sudah tidak sabar ingin bertemu!" Suara Diana penuh kehangatan, jauh berbeda dari nada dingin yang biasa ia gunakan pada Novia.

"Ayo, Nak Karina, masuk. Jangan sungkan-sungkan. Anggap saja rumah sendiri," ajak Diana, memapah Karina menuju ruang tamu. Januar hanya tersenyum tipis, mengamati interaksi ibunya dengan istri barunya.

Di ruang tamu, Diana menempatkan Karina di sofa terbaik, lalu duduk di sampingnya. "Januar ini sering cerita tentang Nak Karina. Katanya pintar, baik hati, dan dari keluarga terpandang," ujar Diana, memuji Karina di hadapan putranya. "Tidak salah anak Ibu memilih pendamping hidup. Cocok sekali dengan Januar."

Karina tersenyum malu-malu. "Tante bisa saja. Terima kasih sudah menerima saya dengan baik."

"Tentu saja! Ibu senang sekali punya menantu seperti Nak Karina. Beda sekali dengan yang dulu," sindir Diana, melirik Januar sekilas, lalu kembali tersenyum manis pada Karina. "Pokoknya, Nak Karina jangan sungkan. Mau apa saja bilang sama Ibu, ya."

Diana memperlakukan Karina seperti seorang ratu. Ia menawarkan berbagai macam makanan, menyajikan teh hangat, dan terus-menerus melontarkan pujian. Ia bahkan bertanya soal bisnis keluarga Karina, menunjukkan minat yang berlebihan pada kekayaan keluarga Karina.

"Bisnis Bapak lancar sekali, ya, Nak?" tanya Diana antusias. "Pasti Nak Karina juga ikut membantu di perusahaan?"

Karina mengangguk. "Sedikit, Tante. Saya dipercaya mengurus beberapa proyek di sana."

"Wah, hebat sekali! Jarang-jarang ada wanita muda yang sepintar dan sekaya Nak Karina," puji Diana berlebihan, seolah ingin membuat Karina merasa sangat istimewa. "Januar benar-benar beruntung mendapatkan Nak Karina."

Sepanjang pertemuan itu, Diana tak henti-hentinya menunjukkan sikap yang sangat berlebihan, berharap Karina terkesan dan memberikan "balasan" yang setimpal. Ia membayangkan hidupnya akan berubah drastis, berkat menantu barunya yang kaya raya. Dalam benaknya, ia sudah melihat diri sendiri bergelimang harta, hidup nyaman, dan bisa memamerkan kekayaan Karina kepada semua tetangga. Perlakuan Diana terhadap Karina benar-benar kontras dengan bagaimana ia memperlakukan Novia dulu, seolah Novia tak pernah ada dalam hidup mereka.

****

Setelah malam yang menghancurkan itu, Novia tak punya pilihan lain selain kembali ke rumah orang tuanya. Dengan hati hancur dan tubuh yang masih terasa nyeri akibat kecelakaan motor, ia tiba di hadapan Tarman dan Suryani, kedua orang tuanya yang selalu menyayanginya.

Begitu melihat Novia yang basah kuyup, dengan wajah sembab dan tatapan kosong, Suryani langsung memeluk putrinya erat. "Novia, Nak! Ada apa ini? Kenapa kamu basah kuyup begini?" tanyanya panik, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

Tarman, sang ayah, dengan sigap mengambil koper Novia dan menuntunnya masuk. Ia menatap putrinya dengan cemas. "Ada apa, Nak? Kenapa kamu pulang dalam keadaan seperti ini?"

Novia tak bisa lagi menahan tangisnya. Di pelukan ibunya, ia menceritakan semua yang terjadi. Mulai dari kecurigaannya terhadap Januar, penemuan bekas lipstik dan parfum asing, kunjungannya ke kantor Januar yang berujung pada pemandangan Januar bersama wanita lain, hingga pengakuan Januar tentang istri sirinya, dan puncaknya, pengusiran kejam oleh Diana.

Tarman dan Suryani mendengarkan dengan saksama, raut wajah mereka berubah dari cemas menjadi terkejut, lalu marah, dan akhirnya sedih yang mendalam.

"Jadi... Januar tega menceraikanmu demi wanita lain yang lebih kaya?" tanya Tarman, suaranya bergetar menahan amarah. "Tidak kusangka dia sejahat itu! Dulu dia berjanji akan menjagamu seumur hidup!"

Suryani mengelus kepala Novia lembut. "Ya Allah, Nak. Kenapa kamu tidak cerita dari dulu kalau mertuamu menindasmu?"

Novia terisak. "Aku... aku tidak mau membuat Bapak dan Ibu khawatir. Aku pikir aku bisa menanganinya sendiri. Aku pikir Diana akan berubah. Aku pikir Januar akan melindungiku."

"Selama ini, Bu Diana selalu mengatai Novia mandul, Bu. Setiap hari, setiap saat. Di depan umum pun dia tega bicara begitu," lanjut Novia, menceritakan penderitaan yang selama ini ia pendam. "Dia bilang Novia menantu tidak berguna, tidak bisa memberikan cucu. Dan sekarang, dia bahkan mengusir Novia dari rumah, hanya karena Januar menikah dengan anak pemilik perusahaan."

Suryani memeluk Novia lebih erat, air matanya tumpah. "Ya Tuhan, Nak. Kenapa kamu harus menanggung semua ini sendirian? Kenapa kamu tidak bilang?"

Tarman mengepalkan tangannya. Wajahnya memerah menahan amarah. "Kurang ajar! Berani-beraninya dia memperlakukan anakku seperti itu! Dan Januar! Dia sama saja! Tidak punya hati!"

"Kami tidak menyangka Januar akan sekejam ini, Nak," kata Suryani, menatap putrinya dengan tatapan penuh iba. "Dulu dia terlihat sangat mencintaimu. Apa yang membuat dia berubah?"

Novia hanya bisa menggelengkan kepala. Ia sendiri tidak tahu. Rasa sakit karena dikhianati oleh orang yang paling ia cintai, ditambah dengan penindasan yang selama ini ia alami dari mertuanya, membuat Novia merasa sangat rapuh. Namun, di pelukan kedua orang tuanya, ia merasakan sedikit kehangatan dan kekuatan yang sudah lama hilang. Mereka adalah satu-satunya tempat ia bisa bersandar saat ini.

****

Pagi itu, mentari bersinar cerah, namun hati Novia masih terasa mendung. Setelah semalam mencurahkan isi hatinya kepada orang tua, ia merasa sedikit lega, meski luka di hatinya masih menganga. Ia sudah bersiap untuk berangkat mengajar, mencoba kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa, meskipun kini statusnya terasa begitu rumit.

Saat Novia melangkahkan kaki keluar dari pintu rumah orang tuanya, pandangannya terpaku pada sebuah mobil sedan hitam yang terparkir di depan. Seorang pria berjas rapi, dengan senyum ramah, berdiri di samping mobil itu. Itu Kenzi, pria yang menolongnya saat kecelakaan semalam.

"Selamat pagi, Novia," sapa Kenzi, melambaikan tangan. Wajahnya terlihat segar, berbeda dengan raut panik semalam.

Novia sedikit terkejut dengan kehadirannya. Ia membalas sapaan Kenzi dengan canggung. "Selamat pagi juga, Pak Kenzi. Ada apa pagi-pagi begini?"

Kenzi tersenyum tipis. "Saya hanya ingin memastikan Anda baik-baik saja setelah kejadian semalam. Dan kebetulan, saya ada keperluan di sekitar sini. Anda mau kemana? Sepertinya mau berangkat kerja, ya?"

Novia mengangguk. "Iya, Pak. Saya mau ke sekolah."

"Bagaimana kalau kita pergi bersama?" tawar Kenzi. "Saya bisa mengantar Anda. Motor Anda kan masih di bengkel, kan?" Ia menunjuk ke arah tempat motor Novia seharusnya terparkir.

Novia terdiam. Tawaran itu memang terdengar menggoda, mengingat motornya rusak dan ia harus naik angkutan umum yang cukup jauh ke sekolah. Namun, ia merasa tak enak hati. Statusnya saat ini masih istri Januar secara negara, meskipun secara agama sudah diceraikan. Ia tidak ingin menimbulkan fitnah atau kesalahpahaman, apalagi di lingkungan rumah orang tuanya.

"Terima kasih banyak, Pak Kenzi, atas tawarannya," jawab Novia, mencoba tersenyum tipis. "Tapi... tidak usah repot-repot. Saya bisa naik angkutan umum."

Kenzi mengerutkan kening, menyadari keraguan di mata Novia. "Tidak merepotkan sama sekali, Novia. Saya memang searah."

"Tidak, Pak. Sungguh," Novia menolak dengan halus namun tegas. "Saya tidak mau... tidak enak saja. Nanti jadi omongan orang." Ia tak ingin menjelaskan secara rinci tentang situasinya dengan Januar, namun isyaratnya cukup jelas. Ia takut akan ada fitnah baru yang menimpanya.

Kenzi tampak memahami. Ia menghela napas pelan. "Baiklah, saya mengerti. Saya tidak akan memaksa." Ada sedikit kekecewaan di matanya, namun ia berusaha menyembunyikannya. "Kalau begitu, saya hanya ingin memastikan Anda baik-baik saja. Hati-hati di jalan, ya, Novia."

"Terima kasih banyak, Pak Kenzi, atas perhatiannya," ucap Novia tulus. "Dan terima kasih juga sudah menolong saya semalam."

"Bukan masalah besar," jawab Kenzi. "Saya harap Anda segera pulih, baik fisik maupun hati Anda." Ia sempat melirik Novia dengan tatapan penuh simpati sebelum akhirnya masuk ke dalam mobilnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!