Hail Abizar, laki-laki mapan berusia 31 tahun. Belum menikah dan belum punya pacar. Tapi tiba-tiba saja ada anak yang memanggilnya Papa?
"Papa... papa...!" rengek gadis itu sambil mendongak dengan senyum lebar.
Binar penuh rindu dan bahagia menyeruak dari sorot mata kecilnya. Pria itu menatap ke bawah, terpaku.
Siapa gadis ini? pikirnya panik.
Kenapa dia memanggilku, Papa? Aku bahkan belum menikah... kenapa ada anak kecil manggil aku papa?! apa jangan- jangan dia anak dari wanita itu ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beranak
Malam minggu. Waktunya menghabiskan waktu bersama keluarga dan pasangan. Tapi di Flashline, kau hanya akan menemukan sekumpulan jomblo yang kurang belai dan kasih sayang.
Langit mendung, angin semilir, dan empat lelaki bujang setengah matang berkumpul di halaman belakang bengkel utama. Bukan buat kerja, bukan buat mengerjakan pasein-pasien besi. Mereka hanya duduk bersila di lantai paving beralaskan tikar. Dirga, Hail, Bima dan Abi mengelilingi meja kayu bulukan peninggalan zaman prasejarah, dengan kapur putih berserakan sebagai pelicin.
Bima sudah menyiapkan striker sambil merunduk ala-ala profesional, matanya menukik tajam dengan, mencari posis yang pas. Mukanya cemong, bukan karena niat, tapi karena dia sudah kalah beberapa kali.
“Sumpah ya, karambol ini bukan cuma soal teknik… ini soal nasib,” katanya serius, sebelum striker meleset dan bola malah loncat ke luar meja.
Tok!
“YAH!!” Bima berteriak kecewa saat lagi-lagi stikernya meleset.
Dirga langsung ketawa ngakak saat lagi-lagi Abi mengusap pipi Bima dengan kapur.
“Itu bukan nasib, itu tangan lo yang licin karena gorengan tadi, Bang Bim!” ujarnya dengan tawa yang semakin keras.
Bima hanya mendelik tajam, padahal muka dirga juga tak kalah cemong darinya.
Abi, satu-satunya yang masih kinclong, duduk santai sambil ngelap striker pakai kain bersih. Memasang muka bangga setelah menolehkan kapur di wajah Kakak tertuanya.
“Makanya, jangan jilat-jilat jari abis makan bakwan, Bang Bim. Kayak gue nih.”
Cetas.
Abi menjentikan stikernya dan langsung mengenai stiker lain dan masuk ke lubang.
Galang, yang jadi wasit nggak resmi malam itu, berdiri sambil bawa segelas kopi.
“Gue nyatetin ya, Bang Bima udah gagal tiga kali, Dirga dua kali, Bos Hail nol, Abi… delapan kali menang,” tuturnya sambil menyeruput kopi dan melihat catatan kecil yang ia buat. Semua harus dicatat dengan benar karena yang kalah akan menerima hukuman.
Abi cengar-cengir sambil mengangkat alis naik turun, mengigit bibir bawahnya melirik centil pada semua lawan.
“Skill gak bisa bohong, dong. Meski tangan gue belum pernah gandeng tangan ayang, tapi nih tangan ini ahli kalau buat main.”
“Buset… nggak nyambung amat kalimat lo Bi," tutur Dirga melotot.
“Kita semua jomblo kalau lo lupa?” imbuh Dirga.
"Eist ... Saya sudah pensiun dong, udah ada ayang dong," bantah Galang sambil menyugar rambutnya bangga.
"Dih jalur patas aja bangga lo!" Bima yang sedang kesal menimpuk Galang dengan kantong bubuk kapur tapi meleset.
Galang tertawa lalu mengoyangkan pinggul meledek. Bima berdecih, berusaha sabar untuk tidak menendang pantat Galang.
“Serah deh, mau jomblo kek mau nggak kek. Yang penting gue nggak bolong-bolong kaya striker lo.” Abi ngedip santai, sebelum narik striker dan…
Klik!
Dua bola masuk mulus.
“Double kill!” teriaknya, berdiri lalu berjoget jempol.
Bima banting striker ke meja.
“GUE CURIGA! Nih orang pasti pakai cheat!”
“Mana ada cheat karambol, Bang Bim. Ini bukan game online,” Galang ketawa, lalu duduk di sofa dari ban bekas yang ada di dekat mereka.
"Udah Bang, terima nasib aja." Dirga menepuk bahu Bima dengan tangan penuh kapur.
Bima menghela nafas panjang. Lalu berkata, "Kita ini sebenernya normal nggak sih?"
"Maksud lo Bang?" tanya Dirga bingung.
“Ya … coba lo pikir deh Ga, tiap malam minggu begini, cowok-cowok normal nongkrong sama pacar, kita di sini main karambol sambil debat gorengan. Hah ....." Helaan nafas panjang terdengar berat dari pria bertato itu.
Dirga nyengir.
“Ya, setidaknya kita nggak buang duit buat nonton bioskop. Duit kita aman. Hati? Ya… bolong dikit gapapa.”
Semua tertawa. Tapi tidak dengan Hail.
Abi yang tadinya berjoget girang, kini ngangkat striker ke langit.
“Gue persembahkan kemenangan ini… untuk seluruh pria jomblo yang berjuang di jalan karambol!”
“PEMBOHONG!” Bima langsung lempar kapur ke arah Abi, kena jidat.
Semua terpingkal. Bahkan Hail yang dari tadi diam, akhirnya senyum kecil juga melihat keabsudan para montirnya.Tapi, bukan hanya karena itu, dia teringat seorang bocah dengan senyum manis dan mata sipit
Yang memanggilnya dengan suara kecil tapi penuh keyakinan,
“Papa!”
Setelah Abi pamer kemenangan dan Bima jadi korban kapur, tiba-tiba…
“Kalau gue tiba-tiba punya anak, wajar nggak?” celetuk Hail dengan wajah datar dan tangan yang memaikan stiker di jemarinya.
Suaranya pelan, tapi bikin semua kepala langsung noleh. Hening. Hanya terdengar suara jangkrik dan decitan striker yang jatuh ke lantai.
Dirga yang lagi nyeruput kopi, keselek. “Hakkk! Apa, Bos Hail? Anak siapa?”
Hail menatap kosong ke papan karambol seolah bola putih di tengah itu adalah kehidupan.
“Kepikiran aja…” kilahnya.
Abi, yang selesai selebrasi duduk selonjoran sambil ngunyah kerupuk, langsung menimpali, “Ajaib sih. Bos Hail bakal jadi laki-laki pertama di dunia yang bisa beranak. Nanti kita masuk TV bareng. Judulnya ‘Bujang Melewati Batas Genetik’. Keren, terkenal kita."
Bima mengusap wajahnya frustasi. “Lo kenapa sih, Bi? Nggak pernah serius dari lahir ya?”
“Eh, jangan salah. Ini serius. Siapa tahu Bos Hail beneran bisa beranak.”
Galang melirik Hail dengan curiga. “Bos nggak ikut jalur patas kayak gue kan?"
Hail menyengir tipis, mengangkat bahu, tapi matanya tetap serius.
“Gue cuma nanya doang.…”
Bima menepuk bahunya, “Kalau yang nanya orang lain, mungkin bakal gue ketawain. Tapi ini lo yang tanya Bos. Lo orang paling waras di sini, jadi gue takut ini bukan sekedar pertanyaan gabut.”
Dirga mengangguk, “Betul banget. Kalau Bos udah sampe nanya gitu… kayaknya ada sesuatu.”
Abi langsung berdiri, gaya dramatis, nunjuk Hail.
“JANGAN-JANGAN… BOS HAIL DITITIPIN ANAK SAMA ALIEN?! Atau—atau lo hasil eksperimen rahasia pemerintah buat bikin pria bisa hamil?”
“Abi, duduk!” serentak semua ngomel.
Abi duduk lagi sambil ngedumel, “Dih lagi hami semua kali ya, sensi amat…”
Hail akhirnya tertawa kecil. Tapi tawanya menyiratkan suatu beban. Dia menghela napas.
"Semua kemungkinan bisa terjadikan. Kayak Galang yang beberapa bulan lagi jadi Bapak. Gue juga mikir, apa mungkin gue juga jadi Bapak karena masa lalu gue," ujarnya kali ini dengan serius.
Bima dan Galang saling pandang. Dirga mulai ngupil sambil mikir. Abi? Dia malah berdiri lagi, mengambil kopi kaleng dari lemari pendingin lalu memberikanya pada sang Bos Muda.
“Kalau Bos Hail beneran punya anak. Kita harus segera bikin acara syukuran. Kita potong tumpeng, terus pasang spanduk: "BOS HAIL UDAH LAKU! UDAH BERBUNTUT!"
"SETUJU!!!" seru semuanya.
"KITA PARTY!" teriak Abi lalu mulai bergoyang.
Semua meledak ketawa, kecuali Hail yang cuma menggeleng pelan, lalu meminum kopi yang Abi berikan. Dalam hatinya, masih terbayang bocah kecil itu. Cala.
Dan suara kecilnya yang terus terngiang, “Papa…”
Hail tersenyum tipis, menatap kelingking yang sempat bertaut dengan kelingking mungil Cala.
"Janji ya ..." gumam Hail lirih.
jangan sampai ada cakra ke dua lagi yaa pakk...
kamu pasti bisa membuktikan kalau papa nya evelyn gak bersalah. dia hanya di fitnah seseorang.
aduduh untung bgt ya ada ob lewat bawa mie goreng jadi hail gak lama² deh di luar nya
eh kebetulan yg disengaja nih, ada OB bawa makanan. jadi alasan hail tepat
sudah saatnya hail berjuang untuk mencari kebenaran untuk ayahnya Eve