Membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk pengobatan orang yang sangat ia sayangi, membuat seorang Fiorella harus merelakan sebagian kebebasan dalam kehidupannya.
"Pekerjaannya hanya menjadi pengasuh serta menyiapkan semua kebutuhan dari anaknya nyonya ditempat itu, kamu tenang saja. Gajinya sangat cukup untuk kehidupan kamu."
"Pengasuh? Apakah bisa, dengan pendidikan yang aku miliki ini dapat bekerja disana bi?."
"Mereka tidak mempermasalahkan latar belakang pendidikan Dio, yang mereka lihat adalah kenerja nyata kita."
Akhirnya, Fio menyetujui ajakan dari bibi nya bekerja. Awalnya, Dio mengira jika yang akan ia asuh adalah anak-anak usia balita ataupun pra sekolah. Namun ternyata, kenyataan pahit yang harus Fio terima.
Seorang pria dewasa, dalam keadaan lumpuh sebagian dari tubuhnya dan memiliki sikap yang begitu tempramental bahkan terkesan arogan. Membuat Fio harus mendapatkan berbagai hinaan serta serangan fisik dari orang yang ia asuh.
Akankah Fio bertahan dengan pekerjaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Era Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PCC. 5.
"Ha hantu!" Teriak Fio, reflek iya melempari sumber suara dengan benda-benda yang ada disekitarnya.
"Hei, hei hentikan! Tidak ada hantu." Teriak Elio yang baru saja selesai dari kamar mandi.
"Tidak, hantu suka bohong. Pergi kamu, pergi sana." Fio terus melemparinya dengan bantal bahkan ada botol kecil yang merupakan deodorant, dan itu mengenai pelipis dari Elio.
"Argh! Apa yang kamu lakukan, ini aku. Kamu mau dipecat, hah!" Teriak Elio yang menyadarkan Fio.
"A apa?" Fio mencoba membuka kedua matanya dan memfokuskan untuk melihat ke arah sumber suara.
Betapa kagetnya Fio kala itu, yang ia kira adalah hantu. Ternyata itu Elio, bahkan atas lemparan yang ia lakukan. Membuat pelipis pria itu terluka, segera Fio menghampiri Elio.
"Tu tuan, maafkan saya. Saya tidak sengaja, saya kira tadi ada hantu." Fio terlihat panik, dan ia berusaha menahan luka itu agar tidak mengeluarkan darah terlalu banyak.
"Apa yang kamu lakukan? Jangan menyentuhku!" Elio merasa marah, disaat Fio menyentuhnya.
"Tapi tuan, luka anda harus segera di obati."
Dengan caranya, Fio meniup luka tersebut dan memberikan obat luka di atasnya. Tiupan dari bibir itu, bertujuan agar dapat mengurangi rasa sakit yang tergantung dengan rasa dingin dari udara yang ada. Namun apa yang terjadi, cara tersebut malah membuat Elio menjadi aneh.
...Apa ini? Kenapa jantungku berdetak sangat cepat? Wanita ini, aneh sekali caranya. Tapi, cantik. Elio....
"Tuan, tuan. Tuan tidak apa-apakan?" Fio khawatir, karena Elio yang diam.
"Berisik, sana." Elio yang merasakan getaran aneh dari dirinya pun menjadi serba salah.
"Maafkan saya tuan, tuan dari mana? Saya dari tadi tidak melihatnya?" Fio melanjutkan untuk membantu Elio menuju balkon, karena disana ia sudah menyiapkan sarapannya.
"Aku bisa sendiri." Ketus Elio yang menolak Fio untuk mendorong kursi rodanya.
"Sudah menjadi tugas saya, untuk membantu anda tuan. Jadi, biarkan saya untuk mengerjakannya. Jangan sampai, nanti dikatakan makan gaji buta." Balas Fio.
"Apa? Gaji buta? Apa maksudmu?" Tanpa sadar, Elio menerima jika Fio yang mendorong kursi rodanya.
"Masa tuan tidak tahu, gaji buta itu menurut saja. Menikmati hasil dari pekerjaan, tapi tidak sepenuhnya bekerja. Tuan bisa menilainya sendiri, silahkan sarapan tuan."
Betapa kagetnya Elio, karena Fio sudah menyiapkan semuanya di tempat yang sangat ia sukai setelah peristiwa kecelakaan itu.
"Tuan tidak perlu kaget, karena nyonya yang sudah memberitahu semuanya. Saya lanjut kerja didalam, jika tuan membutuhkan sesuatu. Bisa panggil saya." Fio pamit untuk membereskan kamar tersebut.
Disaat setelah kepergian Fio, membuat Elio semakin terdiam dan merenung. Dengan gerakan perlahan namun pasti, tangan itu menikmati sarapan yang sudah dipersiapkan. Tak terasa, makanan tersebut telah habis dan Fio pun selesai dengan pekerjaannya.
"Bagaimana tuan, sudah selesai?" Tanya Fio, namun ia melihat sudah tidak ada makanan apapun di disana.
"Berisik! Kamu yang seperti hantu, selalu membuatku kaget." Betapa malunya Elio, karena Fio selalu datang tiba-tiba.
"Maaf tuan."
Membereskan samua peralatan makan yang ada, disaat Fio pergi menjauh untuk membawa peralatan tersebut ke dapur. Elio menatapnya dengan tatapan yang cukup aneh, sebuah perasaan yang baru ia rasakan saat berhadapan dengan seorang wanita. Berbeda saat ia masih bersama dengan Arabella, mantan tunangannya.
"Apa istimewanya dia? Keras kepala, tubuh kecil, ah. Apa yang aku pikirkan." Elio merutuki dirinya yang memperhatikan wanita lain.
Begitu pula saat jam makan siang, dengan caranya lagi membuat Elio akhirnya mau menikmati makanan tersebut. Setelahnya semuanya beres. Kini, Fio kembali lagi dihadapan Elio disaat waktu menunjukkan pukul dua siang. Dan itu, lagi-lagi membuat Elio kaget.
"Kamu ini, kenapa selalu datang tiba-tiba? Bisa jantungan saya nanti." Geram Elio.
"Kan nanti tuan, bukan sekarang jantungannya." Balas Fio dengan tenang, karena ia harus terbiasa dengan mulut pedas dari tuannya.
"Mau apa kamu, kenapa balik lagi?" Tatapan tajam itu tertuju pada Fio, yang sedang meletakkan beberapa botol kecil disisinya.
"Tuan, tuan terbiasa mengomel ya? Apa tidak serak suaranya?" Fio menyindir, walaupun dari dalam hatinya ia takut.
"Apa kamu bilang?"
"Tuh, ngomel lagi. Nggak bosen?" Perlahan, Fio mengarahkan kedua kaki Elio untuk diletakan di atas kedua kakinya.
"Kamu, kamu mau apa? Turunkan kaki saya, cepat!" Perintah yang penuh ketegasan.
"Luruskan tuan, saya akan mencoba untuk memijat kaki tuan." Fio perlahan membujuk si keras kepala dengan lembut.
"Lepaskan! Kamu dengar kan, turunkan kaki saya!" Elio mencengkram lengan Fio yang terluka sebelumnya.
"Argh!"
"Jangan coba-coba menyentuhku, ja**ng!" Umpatan yang menyesakkan terdengar lagi.
Umpatan keras itu sangat membuat luka di hati seorang wanita, namun wanita itu dengan sekuat tenaga yang ia punya untuk tetap bertahan.
"Silahkan jika tuan mau marah, saya akan tetap menjalankan tugas saya. Lagian juga, tuan tidak akan mampu untuk menendang saya." Fio meneruskan meletakkan kaki itu diatas kakinya, perlahan ia memberikan minyak yang telah dibawanya.
Elio terus mengumpat, namun sayangnya hal tersebut tidak dihiraukan oleh Fio. Yang dimana ia hanya fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pengasuh, serta menjadi pendamping untuk urusan lainnya untuk bayi besar yang ia asuh saat ini.
Aroma terapi dari Minyak yang ia gunakan, membuat indera penciuman menjadi tenang. Bahkan, pria yang sebelumnya terus mengumpat dan kasar itu mereda.
Dengan perlahan dan juga sabar, Elio merasakan kenyamanan dari pijatan yang dilakukan pada kedua kakinya. Kedua mata itu ikut terpejam, merasakan sensasi kenyamanan dari pijatan di kakinya.
...Dasar, pria bermulut pedas. Awalnya marah-marah, lempar-lempar. Akhirnya, tidur. Fio....
Tidak ingin membuat pria itu marah-marah kembali, Fio telah selesai merilekskan ketegangan pada kedua kaki itu. Lalu ia membawa kursi roda dan orangnya untuk masuk ke dalam kamar, membantunya untuk berpindah ke tempat tidur agar nyaman.
Sungguh sangat melelahkan, tak lupa Fio menghidupkan lilin beraroma terapi juga sebagai teman tidur dari pria yang membuatnya lelah. Tidur yang cukup lama, efek karena selama ia sakit. Elio tidak pernah mendapatkan waktu yang lama untuk tidur, dan saat ini ia mendapatkan nya. Hingga waktu jam kerja Fio berakhir, pria itu masih nyaman dalam dunia mimpinya.
"Fio, bagaimana Elio?" Saat akan berkemas untuk pulang, dengan penuh semangat Angelina menghampiri dirinya.
"Nyonya, saya baru dari kamarnya tuan muda dan ia masih tidur." Jawab Fio.
"Apa? Tidur? Terus, makannya gimana?" Angelina seperti mendapatkan angin segar atas apa yang terjadi pada putranya.
" Tuan muda bisa menghabiskan semuanya, nyonya."
"Benarkah?" Angelina sungguh kaget dan seperti tidak percaya akan apa yang ia dengar.
"Benar, nyonya." Karena Fio merekam semuanya secara diam-diam apa yang terjadi, dan itu atas perintah dari Angelina.
Melihat semuanya yang dikatakan Fio benar adanya, membuat Angelina tersenyum bahkan meneteskan air mata bahagianya.